Commuter Line Sekarang Kaya Angkot, SUKA NGETEM!!!

Tinggal di ibukota memang kita disuguhkan beragam pilihan transportasi, baik yang modern sampai yang "jaman batu". Sebagai wajah suatu negara, ibukota itu harus didandani semodern mungkin, wajah suatu negara dimata dunia.

Transportasi modern saat ini ada MRT, LRT, KRL Commuter Line, Transjakarta, Bajaj BBG, transportasi online baik motor & mobil, taxi konvensional, angkot/ mikrolet, hingga transportasi "jaman batu" seperti Metromini dan Kopaja yang masih beroperasi dengan kondisi 'menjijikan'. Yups, saya memang agak nyinyir dengan moda itu, meskipun punya sejarah tersendiri, tapi angkutan itu jadi musuh jalanan, sumber polusi udara, dan wadah kriminalitas. Naik angkutan jenis itu sangat bukan pilihan buat saya.


Masing-masing moda punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dari situlah yang bisa jadi dasar kita pengguna jalan dalam memilih moda transportasi yang sesuai dan pas dengan kebutuhan kita.

Untuk saat ini, karena saya sudah bukan lagi pengguna kendaraan pribadi, maka saya harus mengkombinasikan moda transportasi untuk bermobilitas, pilihannya jatuh ke Transjakarta dan KRL Commuter Line, yang infrastrukturnya sudah cukup lumayan integrasinya. Keduanya punya kekurangan dan kelebihan, yang setidaknya masih bisa dimaklumi satu sama lain.


Untuk MRT dan LRT untuk saat ini belum, karena memang masih dalam progres penyiapan sarana dan prasarana.

Belakangan ini saya lebih memilih Transjakarta dibandingkan KRL Commuter Line. Sebenarnya, KRL itu waktu perjalanan lebih pasti, karena tidak ada macet SEHARUSNYA. Tapi belakangan, setiap kali naik KRL itu sensasinya sama seperti naik angkot/ mikrolet. Kaya ada rasa macet-macetnya atau ngetem-ngetemnya gitu.

Semua orang pasti beralih menggunakan moda transportasi yang bisa meminimalisir macet dan ngetem itu, makanya pilih KRL yang lebih baik, tapi ya ini koq saya rasa KRL berasa angkot ya. Kenyamanan yang kurang soal naik KRL adalah "berdiri sepanjang masa". Peluang mendapat kursi paling besar hanya di stasiun awal dan menjelang stasiun akhir, itu pun biasanya harus rebutan. Peluang lainnya itu jika kamu wanita hamil, lansia, atau ibu-bapak yang membawa anak balita. Selain itu, peluangnya kecil. Dulu masih bisa dapat kemungkinan duduk saat jam off peak, tapi sekarang tidak ada jam off peak, all time is on peak, tidak bisa diprediksi, terutama jalur Bogor - Kota PP.

Karena alasan itu saya memilih Transjakarta yang peluang mendapat kursi jauh lebih besar, untuk rute yang biasa saya lalui, kalau rute lain tidak tahu saya. Perlu diketahui, rute komuter saya itu Depok - Jakarta Barat - Jakarta Pusat - Tangerang.





Hal lain yang mengurangi kenyamanan KRL adalah soal waktu tunggu sinyal. Ini lama-lama mulai mengurangi kenyamanan ber-KRL. Biasanya nih titik-titik rawan tunggu sinyal masuk, emang sih bisa dimana saja, tapi dari pengalaman SETIAP naik KRL, titik ini jadi tempat ngetem. Stasiun Pasar Minggu, after Stasiun Cawang dan Stasiun Tebet, lalu menuju Stasiun Manggarai. Sesekali kalau di menjelang Stasiun UI kalau arah ke Bogor.

Waktu tunggu ini yang buat saya jadi masalah, karena sudah kita menunggu dengan berdiri sangat membuat tidak nyaman, apalagi tidak ada kejelasan kapan jalan. Dulu, kalau waktu ngetem gini, minim informasi dari petugas, sekarang si mendingan. Hanya saja, satu dua tiga sih okelah diinfokan, "untuk sementara kereta menunggu sinyal masuk stasiun xxx", tapi kalau sampai, empat, lima, enam disetelin kata-kata begini, gimana gak empet!!! Ini berdiri woy, capek kales berdiri, kalau duduk mah bodo amat. Ini belum lagi soal yang mengejar waktu. KRL dipilih karena perhitungan waktu yang pasti dibandingkan dengan moda lain, tapi realitanya lain.

Memang, sinyal masuk itu diatur demi keamanan dan kenyamanan bersama, dan saya tahu dan paham Stasiun Manggarai yang jadi stasiun transit terbesar sedang revitalisasi dan pengembangan area stasiun. Tapi, sampaikanlah informasi ini dengan masif itu kuncinya.

Tapi begini, sosial media KRL kan banyak, cobalah dibuat video yang menujukan bahwa selama proses menunggu sinyal masuk, saat penumpang dipaksa menunggu lama di tengah-tengah perjalanan, itu diberi tahu apa yang terjadi.  Hal-hal yang mungkin bisa terjadi, atau sistem persinyalan umum, yang terjadi di stasiun terdekat. Masifkan informasi ini sampai pengguna dan calon pengguna paham, "oh ini loh yang terjadi saat saya menunggu".

Sama seperti informasi soal batas aman, soal antri yang baik dan benar, soal kursi prioritas itu sudah dilakukan cukup masif, sampai kadang saya bosan sih liatnya, tapi saya pikir lama-lama itu terekam baik, setidaknya ketika mau kesal dan marah, sosialisasi yang sudah disampaikan bisa jadi "pengadem pikiran". Ya buat yang pikirannya jernih sih. Saya belum pernah tahu informasi soal persinyalan ini. Bukan sekedar infografis ya, tapi video aktual ketika proses persinyalan terjadi, why kita menunggu, apa yang ditunggu, apa yang dilakukan petugas, itu penting disosialisasikan.


Rasanya dalam hati ketika menunggu, berdiri pula, diuber waktu pula, itu gondoknya luar biasa, rasanya ingin guling-gulingin nih kereta. Nunggu apa sih nih! Bawaannya kesal. Kalau sudah informasi sinyal tunggu oleh masinis sudah disebutkan lebih dari 3x, mulai tuh penumpang gusar. Ada yang mulai berdecak, kaki mulai dihentakan ke lantai kereta, mulai ada gumaman atau celetukan bernada sindiran dll. ekspresi penumpang. Wajar, di dalam kereta itu penumpang yang merasa nyaman itu hanya sebanyak kursi yang bisa diduduki, sisanya itu kenyamanan bervariasi. Semakin berkurang karena soal ngetem ini.

Catatan ini dibuat didalam kereta, ketika melampiaskan kekesalan menunggu gak jelas, setelah saya bagi luapkan kekesalan dengan mentwit ke account Twiter @CommuterLine. Ya semoga saja sih bisa dilakukan upaya sosialisasi yang lebih masif mengenai hal ini. -cpr-

Posting Komentar

1 Komentar

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6