Catatan ini saya catatkan ketika sudah mulai kebiasaan baru, yaitu aktivitas komuter sehari-hari. Sebenarnya saya sudah buat catatan ini sejak lama, namun baru sempat rilis postingan ini sekarang-sekarang ini.
Jalan kaki bisa jadi aktivitas mahal dan murah. Bisa jadi aktivitas mahal soalnya kalau jalan kaki, bawaannya laper, liat tukang jualan pengennya beli, beli air juga. Pokonya ada aja yang pengen dibeli. Tapi bisa juga jadi aktivitas yang murah meriah, kalau bawa bekel dan sisanya tahan laper mata dan perut.
![]() |
Setiap pagi saya berangkat dari Depok, menuju stasiun ini |
Jalan kaki bisa jadi aktivitas mahal dan murah. Bisa jadi aktivitas mahal soalnya kalau jalan kaki, bawaannya laper, liat tukang jualan pengennya beli, beli air juga. Pokonya ada aja yang pengen dibeli. Tapi bisa juga jadi aktivitas yang murah meriah, kalau bawa bekel dan sisanya tahan laper mata dan perut.
![]() |
Setiap hari melintas JPO dari stasiun menuju halte bus |
![]() |
Menikmati suasana sejuk di dalam bus Transjakarta, kalau lagi sepi alias lengang |
Sejak ada Mi Band memang aktivitas jalan kaki bukan jadi aktivitas yang menyebalkan, ya cukup menyenangkan, karena saya tidak merasakan sia-sia, Mi Band bantu saya mencatat semua aktivitas tersebut. Berapa langkah, berapa kilometer yang sudah ditempuh dll.
Baca juga: Mi Band 2: Fitur Pemantau Aktivitas
Setiap Sabtu sekarang saya mencoba trip dengan cara berbeda dari biasanya, yaitu menggunakan angkutan umum. Kebetulan dapat info baru teman kantor untuk pilihan lain yang efisien dengan angkutan umum. Dia menyarankan saya untuk unduh aplikasi Traffi. Aplikasi cukup membantu memberikan info pilihan transportasi massal yang efisien untuk mencapai satu tujuan. Aplikasi Traffi ini menurut saya juga cukup real time, sehingga cukup membantu lah.
![]() |
Tampilan app Traffi |
![]() |
Pilihan moda yang bisa dipilih demi tujuan yang sama, berikut perkiraan biayanya |
- * -
Rata-rata langkah yang saya tempuh seharian dihari Sabtu 5.000-10.000 langkah. Langkah minimum jika saya kombinasikan dengan nebeng ke halte terdekat dan kombinasi dengan transportasi daring, ya kalau pas kepepet kesiangan.
Sabtu yang sebelumnya saya start ke Stasiun Pocin berjalan kaki, untuk menuju Stasiun Duren Kalibata, dari sana lanjut ojol langsung menuju kantor. Pulangnya, dari kantor nebeng setengah jalan dengan teman kantor, lanjut berjalan kaki menuju Halte Blok M, untuk menuju Stasiun Kota lanjut krl menuju Stasiun Pocin, lanjut berjalan kaki menuju kosan. Total biaya 32K.
Sabtu yang lalu saya coba saran dari teman, start ke Stasiun Pocin jalan kaki, untuk menuju Stasiun Sudirman, dari sana lanjut jalan kaki ke Halte Dukuh Atas 1, tidak terasa jauh sih ya 1 km lah, karena jalan sambil lihat pemandangan gedung-gedung tinggi, dan kebetulan rindang juga jadi tidak terasa terik. Kemudian saya lanjut naik Transj menuju Halte Blok M. Dari sana saya lanjut berjalan kaki kurang lebih 1,3 kilometer. Total biaya 17K.
Total waktu sih mirip-mirip, 1,5 jam lah untuk sekali berangkat dan pulang. Tapi untuk yang cara pertama, untuk pulang saya habiskan waktu 2,5 jam. Lebih lama, karena jalurnya juga lebih jauh, jadi buang waktu dan tidak efisien.
Menggunakan transportasi massal memang menyenangkan jika dilakukan saat sepi, kita bisa menikmati hidup. Tapi kalau jam sibuk, jangan harap menikmati hidup, yang ada malah siksaan hidup. Di dalam angkutan umum itu sudah kaya rempeyek lebaran masuk dalam kaleng, sudah penuh dipaksa masuk, remuk. Kemudian, semua penumpang itu jadi tidak manusiawi, semua memikirkan dirinya sendiri saja, cepat sampai kantor/ cepat sampai rumah.
Meski begitu disaat jam tidak sibuk pun tak menjamin bahwa angkutan umum itu lengang, tetap saja diwaktu tertentu padatnya kaya hari biasa. Situasi ini terkadang sulit diprediksi. Tapi perkiraan, diawal bulan cenderung lebih padat, maklum duit masih banyak jadi banyak yang jalan-jalan.
Beberapa kali ini saya mencoba beberapa rute dengan angkutan umum dan angkutan daring, kesan saya masih positif. Banyak hal yang bisa diamati sepanjang perjalanan, berbeda ketika menggunakan kendaraan pribadi harus fokus dengan mengemudi. Kebetulan juga, kemampuan bertahan lama duduk di atas motor mulai melemah, duduk hanya kurang dari 30 menit saja pantat berasa mati rasa.
Satu sih yang jadi catatan, jalan kakinya banyak jadi lapar dan haus. Apalagi ketika berangkat, belum sarapan, ketika jalan itu aduh lemes, laparnya mengganggu. Begitupun pulangnya, harusnya sudah makan siang, tapi harus pulang. Lapar mata kiri-kanan juga harus dilawan. Akhirnya setelah sampe turunan menuju kosan, lihat warung kopi, lalu pesan semangkuk indomie rebus telor, ditambah gorengan tempe, maknyos, rasa lelah terbayarkan.
So, masih mau menggunakan transportasi massal? Yang pasti sih iya mau lah. Dengan begini, sisi positifnya saya bisa rutin melangkah setiap harinya, setidaknya membayar utang kurang gerak.
Oleh-oleh walking saturday bisa dilihat di foto aja deh, meski tidak bagus dan tidak menceritakan sesuatu gak masalah lah ya, namanya juga oleh-oleh.
![]() |
Pilihan lain, menuju Depok selain dari Sudirman ya melalui Kota |
![]() |
Pemandangan sehari-hari ketika melintas di sekitar Manggarai |
Oh iya, aplikasi yang sempat saya bahas di atas Traffi sepertinya saya rekomendasikan untuk tamu luar Jakarta yang pas ke Jakarta bingung mau naik moda transportasi apa dari dan menuju lokasi yang diinginkan. Aplikasi ini membantu memberikan pilihan-pilihan yang sesuai dengan kebutuhan, atau kalau pun tidak bisa dimodifikasi sendiri berbekal informasi dari aplikasi ini. Budayakan jalan kaki, karena jalan kaki itu melelahkan, ups menyenangkan.
Nah, akibat keseringan naik transportasi umum akhirnya kini saya jadi terbiasa, yang tadinya naik angkutan umum itu every saturday kini menjadi every day. Dan saya sejauh ini menikmati, every day is travelling meskipun dengan rute yang sama dan suasana yang nampak sama.cpr
0 Komentar
Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6