Sejarah Goa atau Kandang Natal dalam Tradisi Gereja

Saya bangga menjadi seorang Kristen, meskipun kebanyakan orang mempertanyakan tradisi-tradisi yang kami lakukan, mereka mempertentangkannya, dan menganggap apa yang ada itu dilakukan tanpa makna. Iya benar tanpa makna bagi yang tidak memahaminya dengan iman. Tapi jika memahaminya dengan iman, akan menjadi lain dan sangat bermakna.

Banyak dari orang Kristen yang tidak begitu paham mengenai asal-usul tradisi yang sudah jamak dilakukan selama ini, sejak mereka mengenal Kristen sebagai iman yang dianut dan dijalani.



Sebenarnya masih banyak tradisi gereja yang selama ini kita lakukan, namun tidak begitu memahami sejarahnya. Seperti mengenai apa yang akan saya bagikan kali ini. Saya pun bisa belajar dari apa yang saya cari tahu ini. Yaitu mengenai sejarah bagaimana goa atau kandang natal yang identik dengan perayaan Natal.

Sejarah mengenai goa natal berawal dari kisah St. Fransiskus dari Asisi. Pada tahun 1223/1224, St. Fransiskus merayakan Natal di Kota Grecio, merupakan kota di lereng gunung. Di sana terdapat kapel pertapaan Fransiskan. Kapel pertapaan di sana sangatlah kecil, sehingga pasti tidak akan mampu menampung umat pada saat perayaan Malam Natal. Ada sebuah gua di bukit karang dekat alun-alun kota, di gua itu akan dimanfaatkan untuk didirikan altar, agar mampu menampung umat lebih banyak.

Untuk menciptakan suasana perayaan Natal yang khidmat, St. Fransiskus saat itu meminta ijin kepada pimpinan tertinggi wilayah itu, yaitu Bapa Uskup, untuk mengadakan Natal di sana, dan ijin pun diberikan.

St. Fransiskus lalu kemudian mengumpulkan orang untuk membantunya menata gua tadi, supaya layak digunakan untuk perayaan Natal. Dipersiapkanlah sebuah palungan, jerami, kemudian digiringlah seekor lembu jantan dan keledai. Palungan digunakan untuk menempatkan patung kanak-kanak Yesus. Serta juga hiasan lainnya. Di atas palungan itu, dipersembahkanlah misa kudus perayaan malam Natal. Guna mengenang kembali peristiwa kelahiran Juru Selamat, Yesus di kota Daud, sebagai karya penyelamatan Allah di dunia.

Pada saat mempersembahkan misa malam Natal, St. Fransiskus menggendong kanak Yesus. Pada awalnya kanak Yesus seperti awalnya nampak seperti benda mati atau patung biasa, tapi ketika digendong seolah-olah kanak Yesus ini seperti hidup. Perayaan malam Natal saat itu benar-benar menggugah kesakralan perayaan malam Natal saat itu. Sejak malam Natal saat itu, tradisi merayakan Natal dengan membuat replika tempat kelahiran Yesus di rumah dan di gereja berlangsung terus-menerus hingga saat ini.

Menarik melihat dan mengumpulkan dokumentasi gua atau kandang Natal disetiap perayaan Natal setiap tahunnya. Banyak ragamnya jika kita mengumpulkannya satu per satu, itu baru di Indonesia, belum yang dari semua gereja dunia.



Inti dari itu semua adalah makna atas peristiwa bagaimana Bapa mengutus Putera-Nya ke dunia. Melalui proses yang panjang, sejak para Bapa Bangsa, para nabi nubuatkan tentang kedatangan Nya. Karena Dia lahir bukan dari tempat yang mewah dan layak bahkan tidak mulia sama sekali, Dia lahir hanya di tempat dimana ternak berada, tempat tidurnya pun hanya palungan untuk wadah pakan ternak. Begitu sederhananya Dia datang ke dunia. Nilai inilah yang jadi pedoman orang Kristiani. Sebenarnya masih banyak makna lainnya yang bisa diambil dari kelahiran Yesus di tempat yang sederhana ini.

Bagi yang tidak memahami pasti akan memusingkan hal-hal yang seakan-akan harus tertulis dalam sebuah "KUHP". Iman Kristiani tidak seperti itu, karena Yesus datang tidak membawa hukum-hukum yang bak datang dari langit, jatuh utuh. Tapi Yesus datang membawa hukum yang paling utama, Cinta dan Kasih, karena disitulah tergantung semua hukum.

Sekian catatan saya kali ini, semoga bisa menambah pengetahuan buat OMK, supaya pengetahuan ini juga bisa dibagikan kepada yang lain. Orang Kristen harus tahu banyak dan banyak tahu. -cpr-



Posting Komentar

0 Komentar