Berburu Swab Demi Memuaskan Nafsu Iri Dengki Orang Lain

Ini masih lanjutan kekesalan saya yang sebelumnya. Ketika ada kebijakan swab yang serampangan, suka², standar ganda dan tidak sesuai aturan, intinya semua harus punya hasil swab, mau swabnya itu beberapa minggu yang lalu gak masalah.

Kita semua tahu covid19 gelombang kedua ini sudah tiba di depan halaman rumah kita masing², jadi kemungkinan kena covid19 sangatlah tinggi. Itu terbukti beberapa ada yang sudah kena.


Satu catatan yang jadi perhatian semua orang dan diketahui bersama, ketika ada yang positif dalam satu kelompok, cara kerjanya adalah tracing, yang terdekatlah yang perlu ditracing, test dan lain². Bukan seperti, satu keluarga kena satu desa harus test. Itu sesuatu yang gila.

Ini terjadi di tempat saya. Jangan istilahkan tempat ini seperti rumah yang saya contohkan satir di atas tadi ya. Intinya tempat, entah tempat tidur, tempat makan, tempat kerja, tempat sampah atau lainnya terserah yang mengartikan.

Hanya karena dari total 200 orang belum swab, maka yang belum swab ini disuruh swab, sedangkan dari beberapa yang sudah swab itu ada yang swab 2 hari lalu, seminggu lalu, bahkan ada yang dua minggu hingga lebih. Asal sudah swab gak perlu swab lagi. Hmm, aneh gak sih? Apakah hasil swab itu jaminan tidak akan kena covid19?

Yang saya tahu masa berlaku test swab antigen itu hanya 3 hari saja, jika lewat dari itu tidak dapat dipastikan ybs. itu bebas covid19, gak ada jaminan bung!

Nah ini kita semua diwajibkan swab untuk yang belum saja, yang sudah swab mau kapan itu, asal sudah pernah gak perlu swab. Aturan macam apa itu? Standar ganda saja itu, kebijakan yang dibuat-buat karena iri dengki, ada bagian lain yang tidak swab. Jika memang tidak perlu swab, ya tidak perlu.

Dikira swab itu gratis, bayar bung, mana bayar sendiri dari uang pribadi kita. Itu memberatkan, apalagi gak ada jaminan ke depan kita gak akan swab lagi.

Jika mau dikampanyekan "mulai dari nol", bukan begini caranya. Saya pikir yang menerlukan kebijakan ini hanya karena panik dan kebakaran, seperti serampangan saja, asal swab-sweb-swob. Dia pikir gak bayar apa. Pemangku kebijakan ini gak memikirkan nasib kesejahteraan karyawan tapi malah gembosi karyawannya sendiri.

Saya berada di bagian yang memang belum swab karena memang gak perlu, kondisi semua baik dan terjaga. Kalau pun ada yang ditracing okelah kita lakukan itu, tapi ini tidak. Kita semua baik² saja dan menjalankan protokol kesehatan dengan sesuai anjuran.

Karena paksaan yang serampangan ini, dan tidak bisa berbuat banyak maka dicarilah tempat swab yang menawarkan harga paling murah untuk rakyat jelata. Di beberapa tempat harganya ada dikisaran Rp 175.000,- itu di RS, ada pun dikelas klinik dikisaran Rp 165.000,- sampai Rp 150.000,-.

Sebelumnya ada informasi akan dilakukan secara massal ke tempat kita jadi supaya orang² pekerja ini tidak perlu jauh² ke klinik lain yang harganya cukup mahal. Dilobilah klink yang menawarkan harga lebih murah, bisa kolektif dan mau diundang. Tarifnya Rp 100.000,-. Total 50 orang lebih yang daftar, karena memang ini lebih terjangkau di kantong kami².

Eh sore² kami dikabarkan oleh koordinator swab, acara swab massal dibatalkan, oleh petinggi. Karena alasan yang saya bisa membacanya sih. Dan alasan ini sudah saya duga sebelumnya tapi baru terpikirkan sekarang oleh si petinggi ini.

Akhirnya 50 orang lebih ini ya kalang kabut, mau swab dimana. Akhirnya ya mencar ada yang swab sendiri, hunting sana-sini, alhasil mau gak mau mengeluarkan biaya yang lebih mahal dari yang direncanakan awal.


Saya sendiri rencana mau hunting besok pagi ke klinik yang tadinya mau diundang datang itu. Kalau gak salah nama kliniknya itu Klinik Alfiza Medika Utama. Kalau berdasarkan GMaps jarak dari tempat tinggal saya ini sekitar 16 km.

Seperti apa untuk pengalaman swab pertama kali saya, bisa diikuti pada postingan berikutnya, jadi postingan ini akan bersambung ke postingan berikutnya. Ikuti perjalanan saya berburu swab antigen murah ini besok ya.


Posting Komentar

0 Komentar