First Time Swab-Antigen, Memuaskan Dahaga Iri-Dengki Pejabat

Pagi ini agak berbeda dari biasanya, saya tidak menuju kantor terlebih dulu, tapi saya menuju klinik untuk melakukan swab-antigen seperti yang sudah dibahas pada postingan semalam.


Saya tidak sendiri, saya menuju klinik yang saya bahas semalam ini bersama dua teman saya, Mr.G dan Kristian. Yups kami ini fakir swab, yang mencari swab termurah di sekitaran Pandaan, meskipun harus dapat klinik murah tapi harus menempuh jarak 16 km dari lokasi saya tinggal.


Bagi saya dan Mr. G merupakan pengalaman pertama, sedangkan Kristian kali ini adalah pengalaman keduanya, pertama swab gratis ketika akan sosialisasi BPOM di Surabaya beberapa waktu lalu, yang kedua berbayar sebagai syarat untuk masuk kantor sehabis dia sakit flu berat.

Seperti dicatatan saya sebelum² nya, acara swab ini jujur buat saya kecewa, karena sistem dan aturannya tidak jelas. What the fuck dengan ini semua, saya lakukan dengan terpaksa sekali.

Ada kekhawatiran juga, apabila positif pada test ini adalah biaya PCR yang sudah menghantui di depan mata. Karena untuk membuktikan proses sembuh dari covid19 ya dengan PCR itu. Jadi berharap sekali hasilnya adalah negatif.


Perjalanan kami menuju lokasi dipandu dengan GMaps, perjalanan ke sana memakan waktu 20-30 menit, lewati jalan yang sempit, ya kalau papasan dengan kendaraan lain ya harus mengalah salah satu. Bahkan jika jalan itu dilewati kontainer ya sesek.

Tiba di lokasi, kliniknya tidaklah besar. Tapi setiba kami di sana wah banyak sekali pasien klinik ini yang sedang mengantri. Wah langsung saja otomatis badan ini greges, karena apa ya, kita ini takut tertular dari kerumunan banyak orang seperti itu.

Kita masuk ke gerbang portal, masuk ke belakang. Jalan masuk ke parkiran mobil di dalam itu sempit, karena harus melintasi area tunggu calon pasien yang sedang menunggu. Di dalam area parkirnya kecil sekali.

Lurusan itu yang ada kaca adalah tempat pengambilan hasil swab dan bayar, di sana juga loket ambil obat pasien.

Kita langsung menuju tempat pendaftaran, caranya dengan meninggalkan KTP untuk pendaftaran. Setelah itu kita diarahkan ke depan poli laboratorium untuk menunggu swab.

Itu dia ruang laboratoriumnya, sempit sekali, jadi kita diambil swab-amtigennya di depan ruangan laboratorium itu.

Sangat disayangkan, kita perlu waktu sampai 30 menit lebih hanya untuk swab, bahkan sampai yang antri banyak, mungkin ada 10-15 orang berikut dengan kita. Yang antri satu grup dengan kita ada 5 orang, belum lagi orang² yang lain.

Ini dia pose kita sebelum diambil swab, masih menunggu ketidakjelasan karena petugasnya tidak cekatan, jadi kami dibiarkan menunggu gak jelas beberapa menit.

Kemudian, proses pengambilan swabnya itu dilakukan di luar ruangan poli laboratoriumnya.

Komentar apa yang bisa saya sampaikan ketika pertama kali diswab adalah geli nyelekit. Ketika alat batang swab masuk ke lubang hidung kanan, dia itu masuk perlahan sampai ujung pangkal lubang hidung, ke dalam sekali. Tapi kalau kita rileks, ya normal saja, agak aneh ya sih, tapi gak aneh banget.

Karakter hidung saya sudah terbiasa kemasukan jari ketika ngupil makanya sudah terbiasa, jadi ya paling hanya memancing air mata keluar saja. Saya hanya khawatir upil saya terbawa ke alat swab tadi. Padahal sebelum swab saya sudah bersihkan dari upil² lho.


Setelah swab selesai kita tinggal menunggu hasil. Kita tunggu di loket yang berbeda dengan yang pendaftaran awal dan poli laboratorium tadi. Jadi nanti saat ambil hasil sekalian bayar.

Ada hal yang mendebarkan dan menakutkan saya saat menunggu hasil ini. Jadi saya diswab kan mengikuti antrian, beberapa teman saya dipanggil dulu hasilnya. Bahkan yang swab setelah saya itu dipanggil duluan hasilnya. Tapi koq hasil punya saya gak keluar².

Auto panik saya, wah mampus, positif saya ini. Stres luar biasa. Kebetulan ada telepon dari supplier, sehingga stres saya terbagi ke sana, meski begitu saya masih tetap stres, membayangkan harus isoman dan membayar test PCR jika nanti mau dinyatakan sembuh, soalnya hasil PCR ini mau hasil positif atau negatif tetap harus bayar kalau langsung negatif gak masalah, kalau masih positif berarti kan harus test PCR lagi nanti.

Bayangkan berapa ratus ribu yang harus dikeluarkan jika sekali PCR berkisaran diangka 800-900rb. Ini benar² situasi yang sangat sulit, dada kiri saya auto nyeri sejak awal. Saya sudah berpikir hal terburuk harus isoman, bahkan saya mau langsung pergi ke instalasi isolasi pemeritah, supaya mendapat tanggungan perawatan dan test PCR nya.

Menunggu dengan sabar, akhirnya hasilnya keluar dan saya dinyatakan negatif, whooo senang luar biasa, legah sekali. Meskipun saya meragukan hasil ini, tapi sudahlah yang penting saya negatif, dan saya gak harus PCR.

Akhirnya saya bisa pulang dengan damai kembali ke kantor membawa hasil swab-antigen ini sebagai syarat "mulai dari nol".

Inilah dia catatan pertama kali saya melakukan swab-antigen. Saya tidak berharap melakukannya lagi, apalagi bayar dengan dana pribadi, jika gratis saya masih memungkinkan melakukannya lagi. Tidak masalah jika biayanya gratis.

Catatan ini akan jadi catatan nostalgia saya bahwa pada pandemi ini ada dua hal yang pernah saya lakukan, vaksinasi dan swab-antigen, ini bisa jadi cerita di masa yang akan datang, ketika saya nanti masih ada ataupun sudah tidak ada lagi. Sampai jumpa dicatatan lainnya lagi. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar