Stop Jadi Bangsa Perusuh dan Doyan Keroyokan!

Indonesia cukup terkenal kalau soal kerusuhan dan tawuran, yang mengumpulkan banyak massa. Yups, Indonesia selama ini dikenal sebagai bangsa keroyokan, rusuh rame-rame. Mungkin ini karena nilai-nilai kegotongroyongan yang mendarah daging. 

Negara lain mungkin saja ada yang seperti Indonesia, tapi saya tinggal di negara ini, harus jujur pada bangsa sendiri menang begitu adanya. 

Sampai-sampai urusan negatif pun mereka bergotong royong. 

Pernah ada kasus penggerebekan di suatu tempat yang jadi sarang gembong narkotika, polisi yang hendak menangkap gembong malah diserang warga. Suatu yang mengherankan. Warga di sana memang secara gak langsung terdukung oleh aktivitas perdagangan narkotika, makanya bertindak seperti itu. 

Kemudian, kasus pelabrakan rumah sakit, pengambilan paksa jenasah covid-19, itu pun dilakukan berkelompok dan bersama-sama. 

Belum lagi kasus pengeroyokan bisa itu begal, rampok dll.. Umumnya pelakunya lebih dari satu, main keroyokan. Terus kasus tawuran pun ya main berkelompok, main serang satu sama lain.


Awal mulai masalahnya padahal sederhana, hanya urusan satu-dua orang. Misalkan kisruh antara A dan B, misalnya si A atau si B kalah nih, nah teman-teman si A atau B ikut-ikutan gak terima.

Bisa karena si kalah ini minta bantuan balas dendam, atau si kalah ini memprovokasi dengan informasi yang tidak benar, akhirnya tersulut. 

Kelemahan lain bangsa ini adalah mudah terprovokasi, gampang sekali menerima kabar bohong lalu dianggap benar. 

Bangsa ini itu tidak bisa melihat kebenaran secara objektif, ketika konco nya, sekerabat, sesuku, seagama, seapa-apanya asal sama aja, itu penilaian objektif nya hilang. Mau se-nya itu salah pun dibela mati-matian. 

Ini terjadi di masyarakat kelas bawah hingga mereka yang nampak pintar, seperti anggota dewan terhormat anggota parpol. Kalau temannya salah ya dibela mati-matian, padahal jelas salah. 

Sulit sekali menjadi objektif di Indonesia. Sulit sekali memahami informasi dengan baik, sehingga seringkali termakan hoax. Itulah Indonesia Raya, negara yang selama bertahun-tahun dijajah bangsa asing yang memanfaatkan kelemahan bangsa kita ini. 

Satu lagi tambahan, kita adalah bangsa yang sulit menerima kemenangan orang lain. Akhirnya ketika kalah, mau dicurangi atau murni kalah, akhirnya membalas dengan cara tak elegan. 

Beberapa kasus terjadi hanya perselisihan kecil, merembet jadi besar karena orang lain ikut-ikutan dengan alasan kekerabatan. 

Tidak berani satu lawan satu, diselesaikan, yang kalah ya siap menerima kekalahan. Akhirnya setiap sengketa kecil selalu berakhir panjang, apalagi ketika yang menang atau yang kalah ini punya massa. 


Baik sih ya, tenggang rasa antar sesama, namun buruknya kita tidak bisa objektif melihat suatu masalah. Batas dukungannya sampai dimana kita tidak bisa memilahnya.

Batasan-batasan yang ada akhirnya diabaikan ketika memberi dukungan. Itu seperti kasus kerusuhan kemarin, soal demo omnibus law. Ikut asal-asal dukung tapi gak tahu mendukung apa. Belum lagi ada pihak yang memanfaatkan situasi dan menggoreng situasi. 


Inilah Indonesia, bangsa peroyok yang tak berani menyelesaikan masalah satu lawan satu. Selalu berusaha mencari dukungan, tidak melihat sesuatu secara objektif. 

Mungkin dari pandangan saya ini ada yang tidak setuju, karena dirinya pribadi tidak begitu, it's oke. Tapi kenyataan menunjukan demikian, banyak kasus terjadi ya memang seperti itu. 

Belum lagi di daerah, dimana pendidikan masih dari kata jauh pemerataan nya. Jangan di desa, rusuh yang terjadi di ibukota kemarin saja bukti memang pendidikan tidak merata. Masih banyak orang bodoh. 

Masih mau jadi orang Indonesia yang seperti itu? Berubah dari diri sendiri untuk tidak ikut-ikutan rusuh, lihat sesuatu lebih objektif. Urusan bela-membela lakukan dengan cara lain, pilih positif dan tidak merugikan orang lain. 

Jika lawanmu A, selesaikan hanya dengan si A saja, tak perlu melampiaskan ke selain A. Ini bukan soal A saja, tapi dari A - Z. Jadi selesaikan masalahmu satu lawan satu, dan siap untuk kalah. Begitupun kalau menang ya harus siap untuk tak melecehkan yang kalah.

Pada akhirnya, karena tersinggung gak mau menerima kenyataan sebagai bangsa beraninya keroyokan, semua yang terjadi hanya karena ulah oknum per okn saja, bukan bangsa. 

Ya begitulah Indonesia, gak mau menyadari kelemahamnya, bisanya melempar pada oknum. Padahal kita semua bisa saja jadi oknum kalau tidak sadar. 

Stop jadi bangsa perusuh dan senangnya keroyokan, beraninya rame-rame. Ini bukan lagi jaman perang! -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar