Berhelm dan Bermasker

Berhelm atau menggunakan helm adalah salah satu kewajiban ketika berkendara dengan sepeda motor saat berlalu lintas. Ada aturan wajibnya di UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Itu sebabnya, jika kita melanggar akan kena tilang. 

Alasan penggunaan helm adalah untuk keselamatan, helm dianggap piranti keselamatan bagi pengendara motor. Jika pengendara mobil, ada sabuk pengaman jadi piranti yang diwajibkan.

Sebenarnya, menggunakan helm itu bukan suatu kewajiban, melainkan kebutuhan. Anda ingin pelindung kepala dalam berlalu-lintas demi memininalisir jika terjadi laka, ya gunakan helm.

Tapi kenyataannya helm masih bukan jadi kebutuhan, tapi sekedar kewajiban supaya gak ditilang saja.

Dulu saya begitu, sewaktu masih sekolah pendidikan dasar, mengganggap helm itu suatu gangguan. Bikin berantakan rambut, bikin gatel, gak keren dll.. Berbagai macam alasan disampaikan supaya gak pakai helm. Tapi seiring waktu, saya sekolah di perguruan tinggi, tinggal di daerah baru (Purwokerto) di sana semuanya tertib, Orang-orang pakai helm dengan tertib, dikancing, bahkan ketika masuk ke mini market saja helm dipakai, belanja di warung helm dipakai. Saya mulai terbiasa bahwa helm adalah kebutuhan, ditambah lagi saya kenal olahraga MotoGP, helm jadi sarana penting. 


Sekarang ini ada hal lagi yang analoginya mirip seperti helm, yaitu masker.

Sejak covid-19 melanda, para ahli berpikir bagaimana membatasi penularan covid-19 ini. Penggunaan masker jadi salah satu cara, meskipun itu tidak efektif mencegah penularan dari cara yang lain. Hal yang sama dengan helm, yang tak jadi jaminan pasti selamat ketika terjadi laka benturan pada kepala.

Akhirnya terbit aturan tentang penggunaan masker ini. Sebelumnya tidak diatur, namun kembali lagi ke kebiasaan, masyarakat sulit sekali diatur, mereka tidak terbiasa memakai masker. Padahal resiko penularan dan menularkan pun jadi tinggi.

Aturan ini dimulai dari masing-masing daerah melalui Pergub, serta peraturan daerah lain, tapi intinya semua memberlakukan sanksi tegas hal-hal yang diatur dalam protokol kesehatan dimasa new normal. Penggunaan masker ini jadi salah satu yang wajib. Ada sanksi bila melanggar. 

Sama seperti penjabaran helm tadi, seharusnya masker adalah hak kita, kita butuh aman dari penularan dan menularkan covid-19 ada baiknya menggunakan masker. 

Ada tidak nyaman, jelas dan itu pasti. Situasi ini terjadi bukan keinginan semua pihak, ini kondisi yang bisa dikatakan bencana. Jadi, mau tidak mau kita menyesuaikan diri dengan keadaan, inilah yang dikatakan adaptasi. 

Berdasarkan situasi ini, saya melihat bahwa "berhelm" dan "bermasker" sama adanya, Orang-orang masih melihatnya sebagai kewajiban dan perlu dilanggar. Bukan melihat atas dasar kebutuhan, eh saya butuh pelindung untuk keselamatan diri saya dan orang lain nih. Jadi ketika melanggar/ lalai, ada rasa bertanggung jawab. 

Ini juga jadi bahan instropeksi diri saya juga. Ada kalanya suka nakal-nakal tidak tertib. Tapi sekali lagi, menanamkan pemahaman bahwa ini semua adalah kebutuhan kita, sehingga tak lagi dilihat sebagai kewajiban semata, atau hanya takut kena sanksi.


Sebenarnya, patuhi saja aturan yang ada. Karena begini, soal masker sejauh ini banyak jenis masker dari yang efektif hingga yang hanya 5% keefektifitasnya. Kita masih belum diwajibkan menggunakan masker yang efektifitas tinggi. 

Jangan sampai kita dipaksa pakai masker dengan efektifitas lebih lagi. Patuhilah aturan yang ada sekarang, supaya tidak ada aturan-aturan baru yang malah merepotkan kita sendiri.

Baru-baru ini, penggunaan masker scuba dan buff dilarang penggunaannya saat menaiki commuter line di Jabodetabek. Pengelola menganggap ketidakefektifitas dari masker jenis ini.

Masker jenis scuba memang murah dan kita bisa dapatkan dimana saja, banyak yang jual. Harga yang murah membuat kita bisa punya stok persediaan ganti dalam sehari. Namun ketika sudah muncul larangan begini, kita sendiri yang akan repot. 

Jujur saja, biaya membeli masker memang jadi biaya tambahan, mesti punya set khusus per hari untuk ganti-ganti. Tapi jika dibandingkan dengan dampak tertular atau menulari pastinya lebih besar lagi biayanya. 


Jadilah warga negara yang patuh pada tiap aturan. Telaah aturan lebih kepada kebutuhan kita, bukan pada kewajiban yang cenderung menuntut. Jika yang dipahami adalah kebutuhan saya yakin "berhelm" dan "bermasker" bukan hal yang sulit.

Semoga kita selekasnya lepas dari pandemi ini. Supaya kita bisa kembali normal seperti sedia kala, tanpa adanya embel-embel "new" disetiap tatanan kehidupan kita sehari-hari. Amin. -cpr-




Posting Komentar

0 Komentar