Kembali Ekaristi di Gereja di Masa New Normal (First)

Sejak pandemi covid19 mulai menyerang Indonesia di Februari 2020 lalu, dan mulai masifnya penularan covid19 memaksa aktivitas ibadah pun dibatasi. Alhasil umat "dipaksa" untuk ibadah secara streaming di rumah masing-masing. Bahkan, masa prapaskah hingga paskah pun dilakukan di rumah dengan ekaristi streaming. 

Belakangan sejak new normal mulai diberlakukan, aktivitas kegiatan masyarakat seperti peribadatan pun mulai dikondisikan kembali ke arah normal, hanya saja dengan catatan, yaitu "new", new normal istilahnya. 

Gereja di seluruh Indonesia serentak menerapkan protokol kesehatan guna bisa menjalankan ibadah di gereja seperti dulu.

Ada hal yang berbeda kini dibandingkan dulu. Kini ada pembatasan tertentu, yang mana semuanya itu mengacu pada protokol kesehatan. Ketika kondisi tubuh tidak baik, hendaknya urungkan diri ke gereja, beribadahlah di rumah. Jika menyadari pada usia rentan, misalnya lansia bisa dipikirkan cara lain, menghindari resiko, hal ini berlaku juga pada anak-anak.

Hal unik lain yang berbeda ketika ke gereja di awal ini, seperti yang saya alami pada ekaristi pekan ini di Gereja Katolik St. Theresia, Pandaan. 

Tiba di gereja, di depan gereja disediakan tempat cuci tangan model pedal injak. Jadi air dan sabun keluar dengan menginjak pedal. Setelah cuci tangan bersih dan kering. Oh iya, di dekat tempat cuci disediakan tissu kering. Selanjutnya, kita wajib melewati bilik disinfektan, dengan menekan tombol atau ditekankan oleh petugas yang berjaga di sana. Ada pengecekan suhu juga lho. Kemudian kita masuk ke gereja, sebelumnya bersihkan kembali tangan dengan hand sanitizer di pintu masuk gereja.

Selebihnya masuk gereja ya normal seperti dulu kita misa ya. Hanya, sekarang air suci tidak disediakan, ini mungkin salah satu dari bentuk menjalankan protokol kesehatan tentunya. Walau tidak air suci, tanda salib itu kan wajib, menghormati tubuh Kristus di tabernakel. 

Selanjutnya ya seperti biasa saja. Oh iya ada lagi, soal duduk, harap perhatikan tanda, hindari tanda silang, karena itu batas untuk sosial distance antar umat. Sama satu lagi, tak ada jabat tangan saat salam damai. Kalau ini rasanya sebelum pembatasan new normal sudah mulai berjalan kan. 

Apa yang dirasakan ketika pertama kali ke gereja lagi setelah pray from home? 

Rasanya itu seperti saya baru masuk menjadi Katolik, kaya-kaya. Padahal mah dari lahir ya sudah dibabtis Katolik. Tapi rasa-rasanya itu kaya baru aja gitu, pengalaman baru. Ada rasa, "eh, akhirnya aku bisa gereja lagi lho.".

Seneng rasanya, walau gereja sendirian sih. Tapi dari dulu sendirian juga gak masalah, tidak mengurangi kesenangan saya, bahagia pertama kali ekaristi di gereja lagi.

Yang saya lakukan ya mengamati sekitar, melihat umat yang datang semua ber masker, rata-rata yang saya lihat misa sendiri. Tapi ada ding yang misa bersama pasangan, duduknya ya agak berjauhan. Karena nampaknya satu bangku berderet itu hanya diisi tiga orang saja.

Ya misa pertama ini saya akan mengamati dulu, seperti apa kebiasaannya. Karena beruntung paroki dimana saya misa ini masih menerima umat dari luar, termasuk saya kan umat pendatang. Walau sehari-hari stay di wilayah Pandaan. Karena ada paroki lain yang hanya memprioritaskan umat area parokinya saja.

Tiba waktunya komuni, romo membagi komuni dengan dibatasi bilik khusus. Tapi tetap saja kita harus percaya pada kebersihan dari tangan imam atau asisten imam yang membantu, walaupun ada bilik pembagi. Karena komuni dibagikan tetap dengan tangan. Bilik pembagi hanya membatasi agar tidak ada droplet yang 'terlempar'.


Akhirnya saya bisa merasakan sensasi hosti lagi, yang biasanya tiap minggu disantap sebagai santapan rohani. Senang rasanya bisa ekaristi di gereja lagi.

Aktivitas di gereja yang saya ikuti hari ini ya nampak belum normal, itu jelas. Karena saat ini hanya new normal, meskipun embel-embelnya normal baru, cara yang baru dianggap normal. Tapi tetap beda, ekaristi yang meriah mungkin belum bisa dirasakan lagi.

Berharap wabah pandemi ini lekas berlalu dan kita kembali benar-benar normal, bukan lagi new normal. Kemeriahan gereja ya karena banyaknya umat yang bisa berpartisipasi di dalamnya. Semoga kita bisa kembali seperti dulu lagi. 

Jujur saja sih, pas di gereja ini mau batuk aja ditahan bener, ya takutnya kan nanti langsung disangka ini itu. Dan badan terasa koq tidak enak, dada koq nyeri dll.. Saya pikir, ini sugesti iblis, yang tidak suka kalau ada umat Tuhan yang kembali beribadah lagi. Mudah-mudahan kita selalu dilindungi, diberi kesehatan baik diri sendiri maupun keluarga, teman, sahabat yang kita sayangi.

Segitu saja deh catatan  saya, impresi pertama ikut ekaristi setelah memberanikan diri ibadah dimasa new normal saat pandemi covid19. Semoga vaksin covid19 bisa berfungsi dengan baik dan membuat kita semua kembali ke keadaan normal. Amin. -cpr-

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Minggu ini saya pertama kali misa pagi, setelah kemarin saya coba misa sore Sabtu, sekarang saya coba bangun pagi, ikut misa Minggu pagi, di sini jadwalnya jam 7 pagi ya. Mungkin sedikit maju sejam dari jadwal ketika sebelum covid19 kayanya lho.

    Kalau minggu sore saya belum coba. Katanya sekitar jam 5.

    Jumat pertama juga jam 5 sore.

    Sayangnya gereja lain, seperti di Lawang masih menerapkan pembatasan, prioritas hanya untuk umat di wilayahnya, umat musafir tidak bisa misa di sana.

    BalasHapus
  2. Tahun lalu di Agustus saya mulai beranikan diri ke gereja lagi, hmm tahun ini di Agustus, akankah seperti tahun lalu?

    Info terakhir PPKM the returns sampai tanggal 16 Agustus, tapi melihat kebiasaan sebelumnya, selalu diperpanjang teroos.

    Kalau saya sih PPKM boleh panjang, soal aturan ibadah ya dibuka gak masalah si.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6