Takut Rapid Test?

Saya tinggal di wilayah Jawa Timur yang saat ini menjadi salah satu zona merah terkait penyebaran wabah covid19. Surabaya itu sempat menjadi zona hitam malah.

Beberapa waktu lalu, sekitar Pasuruan, seperti Sidoarjo, Surabaya, Malang menerapkan PSBB. Kondisi ini otomatis membatasi mobilitas saya, yang notabene sebagai warga pendatang sejak September 2019. Saya pasti ditolak melintas daerah yang berstatus PSBB.

Hal ini membuat saya enggan untuk pergi jauh-jauh, walaupun ingin. Ada ketakutan dalam diri saya, selain takut kena covid19, takut juga kalau harus kena test covid19.

Surabaya menjadi zona hitam karena masifnya pemerintah daerah melakukan test massal kepada warganya. Sehingga banyak warga yang tidak mengalami gejala atau OTG ketauan ternyata mengidap covid19.

Test untuk covid19 sendiri ada dua jenis, test cepat dengan rapid test dan test lama dengan swab test.

ilustrasi source: .ditjennp2p

Nah, saya ini agak ngeri ketika kena razia dan terpaksa harus ikut rapid test ini. Kenapa? Sejak merebaknya covid19 di Indonesia, saya jadi was-was, wanti-wanti setiap gejala yang aneh di tubuh. Semua saya kaitkan dengan covid19. Nah, takutnya ya pas kondisi lagi gak fit, dites rapid malah hasilnya reaktif. Pasti berlanjut dengan swab.

Okelah pas ditest kita jadi tahu. Tapi efek setelah test itu yang bahaya untuk kelangsungan pekerjaan dan mata pencaharian. Otomatis petugas kesehatan akan melakukan traking, orang terdekat, kantor pasti terkena efek. Kalau kantor sampai lockdown gara-gara kita, wah siap menanggung stigma. Iya kalau masih bisa bertahan. Operasional kantor stop adalah kerugian, siapa yang akan tanggung?

Atas alasan itulah, saya agak takut dengan rapid atau swab. Takut akan hasilnya yang tidak sesuai harapan. Ekses after test yang akan merugikan banyak pihak. Karena dalam hal ini tidak ada solusinya sama sekali, selain alasan supaya tidak membuat penyebaran makin parah.

Kecuali, saya tak bekerja, sumber penghasilan dari 'money work', itu tidak masalah. Silakan ditest, kalaupun harus karantina tidak akan berdampak banyak, paling hanya koneksi terdekat kita siapa. Itu tidak berdampak langsung. Tapi jika karyawan bekerja, bayangkan satu pabrik harus off gara-gara satu orang.

Saya jadi sedikit bisa memaklumi orang-orang yang enggan melakukan test rapid. Hanya saja, sudah tahu enggan tapi masih memaksakan diri melawan arus. Iya, tekanan ekonomilah yang memaksa melakukan itu. Lalu, harus bagaimana?

Penanganan covid19 ini nampaknya perlu terus evaluasi sih ke depannya, supaya ketika ada yang kena ya gak usah lockdown parah, karena itu bikin momok. Ya dilakukan traking tetap. Tapi jangan sampai mematikan operasional usaha. Ekonomi banyak pihak akan morat marit nanti. Sedangkan pemerintah tak banyak memberikan solusi.

Ya berharap, untuk saat ini saya akan menghindari test seperti ini. Lebih baik lakukan protokol kesehatan dan jaga diri dan lindungi orang di sekitar, daripada harus test, dampaknya lebih merugikan orang banyak dari sisi ekonomi. Soalnya ketika ekonomi down, daya tahan tubuh terpengaruh, otomatis saat rapid test bisa saja terpengaruh reaktif karena antibodi aktif.

Mungkin pemahaman saya salah soal alat medis ini. Tapi kenyataan di lapangan yang terjadi seperti ini. Adakah solusi yang membuat sama-sama enak? Sosialisasi seperti apa yang bisa membuat warga sadar bahwa test ini tidak akan mempengaruhi apa-apa selain membatasi ruang gerak pribadi saja.

Belum lagi, rapid test ini kan mahal, ya masih bisa dibilang murah jika dibandingkan swab test. Tapi daripada itu, mending buat beli makanan enak dan vitamin daya tahan tubuh kan.

Semoga kita semua dilindungi dan diberi kesehatan dalam segala aktivitas. Tuhan memberkati. -cpr-

Posting Komentar

9 Komentar

  1. saya juga gitu mas, kadang belakangan ini kalo tubuh lagi kenapa-kenapa, misalnya aja masuk angin, atau flu ringan biasa, kadang saya kait-kaitkan dengan korona haha.. memang kadang bikin parno sendiri :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kita seperti tersugesti dengan covid19 ini. Ngerinya pas test, tau2 reaktif. Soalnya ketika hasil test reaktif pasti dilakukan test lanjutan yg awal ny padahal blm tentu covid19. Kalau sdh masuk area karantina, bs aja qt dpt ketular dri pasien lain. Kalau karantina di rmh sndiri, it's oke.

      Sy sndiri merasa tersugesti covid19 sbg otg ya sjk awal Maret smpe skr. Maka nya agak gmn gt klo sampe d rapid 🙄

      Hapus
  2. Saya sendiri juga takut
    Kalau disini razia paling yang tidak mengenakan masker, kena hukuman sosial dan denda
    Kalau dipikir-pikir betul juga tu, gara-gara satu orang yang konon katanya positif, perusahaan bisa lockdown. Dampaknya jadi kemana-mana, orang lain juga kena imbasnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu ditinjau ulang soal efek lockdown satu orang, jd lockdown smw

      Hapus
  3. kalau di kantor saya sih ngga akan berdampak ke operasional sih, saya takutnya seumpama menularkan ke org2 terdekat, dan lebih takut swab test daripada rapid soalnya sampai dimasuk2in ke tenggorokan gitu alatnya, ngilu duluan.. di kantor saya ada tim satgas covid-19 yg bertugas melakukan asistensi dan reviu penggunaan dana penanggulangan covid-19 ke pemda2,, tadi siang mereka ditest swab di kantor, semoga saja semuanya negatif..

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalau pekerja pemerintahan si aman, dampak terasa itu pekerja swasta.

      Bnr, swab itu lbh gak enak pengetesan nyogok2 via hidung. Tp after test pun gk menjamin qt akan aman.

      Syukur2 qt gk menulari sih. Biasa yg ketulari itu lebih parah efeknya. Kalau flu biasanya gitu.

      Mudah2n kalau sudah ada vaksin, barulah test swab, atau rapid.

      Hapus
  4. semoga sehat sehat semuanya....
    Takut rapid test, lebih takut lagi klo hasilnya reaktif. jadi menghindari. karna katanya kevalidannya juga rendah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya tkt krn qt pekerja swasta, klo pemerintah ya normal

      Hapus
  5. Sekedar informasi:

    - Saat rapid test yang diuji adalah tetesan darah, sedangkan virus covid-19 tidak menyebar di aliran darah melainkan di saluran pernapasan

    - Rapid test tidak mendeteksi keberadaan virus, dia hanya mendeteksi antibodi kita sedang reaktif atau tidak. Kalau antibodi sedang reaktif, artinya sedang ada virus/bakteri yang masuk ke tubuh kita entah itu virus/bakteri apa. Ibaratnya virus/bakteri itu penjahat, sedangkan antibodi itu adalah polisi. Jadi kalau polisinya lagi reaktif nembak-nembakin senapan artinya sedang ada penjahat yang masuk

    - Orang yang sakit flu biasa pun kalau dites dengan rapid test pasti hasilnya positif karena saat flu, ada virus yang masuk dan antibodinya reaktif

    - Jadi kalau rapid test positif belum tentu kena corona, karena semua virus dan bakteri yang masuk ke tubuh kita bisa menyebabkan antibodi jadi reaktif dan hasil rapid test jadi positif

    https://www.google.com/amp/s/m.klikdokter.com/amp/3640513/fakta-atau-hoaks-hasil-rapid-test-reaktif-bila-anda-sedang-flu

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6