Jakarta Diganjar Banjir (Lagi)

Mengawali tahun 2020 ini saya bersyukur dan sekaligus bersedih. DKI Jakarta dan Jabodetabek diberi ganjaran banjir dimana-mana. Jabodetabek melewati pergantian tahun dan mengawali tahun dengan musibah banjir, banjir yang cukup parah, mengakibatkan kerugian korban jiwa dan korban materiil.

Salah satu teman-teman yang tinggal di sana juga jadi korban, rumahnya berantakan banjir karena airnya begitu tinggi. Kerugiannya entahlah berapa, yang jelas karena banjir ini adalah semua orang mengalami kerugian yang luar biasa.

Ilustrasi banjir | source: Liputan6

Saya patut bersyukur, karena saya kini tinggal di daerah, dijauhkan dari banjir. Bayangkan jika masih di Jakarta, Depok. Ke kantor sulit, crowded, belum lagi mikirin aset (mobil). Soalnya, membayangkan jika mobil terendam, habis berapa buat perbaikan coba.

Lihat time line IG, status teman, dan artikel berita online, menggambarkan betapa parah banjir Jakarta tahun ini. Setelah berbulan-bulan dilanda panas extreme, kekeringan, pas akhir tahun dan awal tahun langsung diganjar banjir besar, hujan bertubi-tubi.

Entahlah, harus menyalahkan siapa. Hanya sati yang saya ingat, bahwa ibukota punya pemimpin, pemimpin yang terlalu sombong, menganggap apa yang sudah dilakukan pendahulunya salah, padahal realita mencatat keberhasilan pendahulunya mengurangi banjir. Tapi dengan sok cerdasnya, dan melempar masalah banjir ke pihak lain, supaya bisa lepas tangan melihat masalah daerahnya, seakan-akan dia berada di luar masalah. Ya itulah kira-kira kelakuan pimpinan ibukota saat ini.

Sekarang, hanya bisa berdoa buat teman-teman yang kena musibah, supaya tetap tabah dan berhati-hati, semoga badai lekas berlalu. Kalian jadi korban, untuk membuktikan bahwa kebijakan "gabener" saat ini salah.

Sudah banyak ditunjukan kapasitas gabener saat ini. Sejak banjir terjadi, hanyak banyak retorika-retorika yang disampaikan. Statement aman beliau hanya, menyelamatkan dan membantu korban. Justru itu adalah kewajiban.

Solusi penanggulangannya seperti apa, kita tidak pernah tahu. Yang banyak orang tahu adalah, katanya air itu seharusnya masuk ke dalam tanah, bukan dibuang ke laut. Belum lagi, menyalahkan sana-sini karena air datang.

Hal berbeda kita lihat yang terjadi di Semarang. Kota Semarang sejak dulu kerap mendapat masalah banjir, baik dari rob maupun air hujan. Tapi seiiring waktu, pemerintah kota dan jajaran terkait berhasil memberikan solusi, tanpa banyak retorika. Gabener ini sibuk dengan konsep naturalisasinya, tapi nyatanya tak kunjung dijalankan. Malah menyalahkan konsep lain, normalisasi yang katanya tak berfungsi toh masih tetap banjir. Sampai menganalogikan bandara banjir toh tidak ada sampah di sana. Hmm, sebodoh itukah gabener ibukota?

Orang punya akal sehat pasti menilai pemimpin seperti ini aneh. Tidak bisa memberi solusi sama sekali. Kapasitas dan kredibilitas beliau hanya mentok sebagai pengajar, top leader paling kepala sekolah, not more. Saya jadi makin sadar, kenapa beliau tak layak menjadi menteri.

Semoga awal tahun ini jadi awal yang baik. Jika tidak mengalami yang baik, selalu ada yang bisa disyukuri, apapun itu. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar