Menuduh dan Dituduh

Belakangan kalau kita baca media sosial banyak sekali beredar berita tidak benar (hoax), tuduhan atau fitnah terhadap orang lain yang tujuannya menjatuhkan demi maksud politis. Biasanya, hal-hal macam hanya jelas pada si tertuduh atau objek berita tapi yang menuduh biasanya samar. Ya maklum, biasa dilakukan sistematis jadi supaya tidak ketahuan siapa.

Berbeda lagi dengan tuduhan yang dilakukan orang per orang, umumnya biasa ya antar anggota masyarakat, tetangga, suami istri, pertemanan atau hubungan lain yang lebih ke personal. Umumnya yang dituduh dan tertuduh ini jelas siapa orangnya. Masalahnya pun bisa memang benar atau hanya sangkaan (baca: halusinasi) saja karena ketidaksukaan.

Penyelesaian perkara yang umum tertuduh dan dituduh biasanya bisa melalui jalur hukum entah perdata atau pidana. Penyelesaian lain bisa juga dengan menggunakan nilai budaya yang terkulturasi dengan agama, seperti sumpah pocong.

Saya yakin, kita pernah diposisi jadi penuduh atau juga dituduh. Wajar, jaman sekarang sulit kita untuk berprasangka baik ke orang lain. Kemudian juga, belum tentu apa yang kita lakukan itu baik dianggap baik juga menurut orang lain, yang akhirnya membuat orang berprangka buruk pada kita.

Solusinya mudah sebenarnya, jadilah orang baik apapun itu, jangan pernah melakukan hal yang tidak baik. Dan juga, selalu berpikir positif, apapun itu. Kalau dua hal ini dilakukan, pasti yang disebar ya aura positif. Tapi tidak mungkin sih di dunia seperti ini. Inilah realita dunia, baik dan buruk, positif dan negatif.

Kembali lagi ke atas, saya terdistrack sama sumpah pocong. Sebuah sarana penyelesaian sengketa tuduh-menuduh di dalam masyarakat. Bagi saya, soal penyelesaian sengketa dengan cara itu tidak ada, karena saya penganut keyakinan yang berbeda. Namun bukan berarti saya tidak bisa ingin tahu apa itu sumpah pocong.

Seperti diberitakan disebuah media online, detik.com, ada sengketa tuduh-menuduh di Probolinggo, masalahnya adalah tuduhan warga satu terhadap warga lainnya soal ilmu santet. Yang satu merasa disantet oleh lainnya, karena rasa curiga itu bertahun-tahun tuduhan dilontarkan. Karena merasa jengah dengan tuduhan itu, maka sumpah pocong jadi solusi.


Sumpah pocong bagi masyarakat diyakini lebih memberikan efek nyata bagi pelaku, terutama bagi yang berbohong atau berdusta, bahkan bagi orang yang menuduh jika tuduhan itu tidak benar. Hukumannya adalah laknat Tuhan. Berat bukan? Meski sanksinya yang cukup berat, tidak mengurungkan niat kedua pihak melakukannya. Jauh berbeda dengan penyelesaian perkara melalui jalur hukum, jika tertuduh adalah benar tidak sesuai dengan yang dituduhkan, si penuduh tidak ada sanksi apapun, kecuali dilaporkan balik. Sanksi laknat Tuhan lebih mengerikan daripada sanksi hukum manusia.

Sumpah Pocong
Apa itu? Saya di sini hanya penasaran, ingin tahu apa sih sebenarnya sumpah pocong ini. Saya pun bukan dalam posisi yang pas menjelaskan, tapi saya coba rangkumkan informasi tentang apa itu sumpah pocong.


Menurut Wikipedia, sumpah pocong adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal (pocong).

Pocong ini lebih dikenal menurut keyakinan Islam, karena siapa yang meninggal harus dikafani seluruh tubuhnya, atau dalam bahasa sederhana dipocongi. Dilengkapi saksi dan dilakukan di rumah ibadah (masjid) dan bisa disaksikan oleh orang banyak.

Umumnya orang banyak menyaksikan karena keingintahuan dan rasa penasaran, mereka ingin membuktikan atau jadi saksi atas peristiwa tersebut apabila dikemudian hari laknat Tuhan jatuh kepada siapa.

Tata cara praktik sumpah pocong ini bisa berbeda, misalnya si orang yang mau bersumpah hanya dikerundungi kain kafan dengan posisi duduk, ada pula yang pyur semua tubuhnya dipocongi dan dibaringkan seperti layaknya orang mati.

Menurut hukum Islam sendiri, praktik sumpah dengan kain kafan seperti ini tidak ada dalil atau riwayatnya. Ini menurut yang saya baca dari banyak catatan mereka yang Muslim. Intinya sumpah yang dikenal dalam Islam adalah sumpah yang dikatakan dari hati dan diatasnamakan Allah SWT dan mengambil sumpah selain nama Allah adalah suatu dosa besar. Sumpah pocong ini merupakan tradisi lokal, dengan menerapkan norma-norma adat dengan diakulturasikan dengan keyakinan pada agama. Dalam Islam sendiri mengenal sumpah, tapi tidak dengan sumpah pocong.




Nah, sebagai tambahan, ada satu yang menarik mengenai ritualnya seperti apa, bisa baca ke sini. Saya merasa bagaimana gitu, untuk merangkum ritual seperti ini, jadi bisa visit saja ke sana untuk mengetahuinya.

Hayo, sekarang siapa yang mau mencoba sumpah ini? Disarankan untuk memahami tentang resiko dari melakukan sumpah ini. Terutama bagi yang benar-bemar bersalah, jangan sampai demi menutupi kebohongan nekad melakukan. Hati-hati dengan laknatnya ya. Lebih baik mengaku saja, daripada ngeles ujungnya kejeblos sendiri. Berlakulah dengan benar dan jujur, demi hidup yang lebih baik.cpr.


Posting Komentar

2 Komentar

  1. Agak miris juga ya baca kejadian sumpah pocong ini, dimana masyarakat masih percaya bahwa kekuatan sumpah pocong lebih dahsyat ketimbang hukum lain. Mereka menganggap efeknya jauh lebih dramatis dan "mengena". Saya udah baca artikel yang ditautkan di atas, dan... ngga tahu deh harus komentar apa, hehe. Ritualnya bener-bener serius ya. Saya cukup menyayangkan hal-hal seperti ini masih ada di masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang masih menjunjung tinggi ritual budaya.

    Kalo masalah tuduh-menuduh, wah... akan selalu ada di mana aja. Kita pun pasti pernah berada di dua kutub berseberangan itu. Ironisnya, sedemikian tidak percayanya masyarakat tertentu akan seseorang sampe harus dilaksanakan sumpah pocong segala.

    "Solusinya mudah sebenarnya, jadilah orang baik apapun itu, jangan pernah melakukan hal yang tidak baik" --> Nah ini, bener banget. Meskipun sulit, setidaknya kita bisa coba pelan-pelan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya sih tidak hanya soal sumpah pocong, pesugihan, persantetan dan perdukunan masih marak di masyarakat kita, yang masih membudakan diri pada hal mistik, meskipun ada, tapi menghambakan diri pada hal seperti itu masih dianggap wajar di masyarakat.

      Pendidikan sih sebenarnya, harus lebih keras mengedepankan logika ... tp sulit juga ketika kembali dibentukan dengan budaya, adat, istiadat nenek moyang masih dilestarikan, karena itu juga salah satu kekuatan bangsa ini.

      Ya yang sudah sadar ya sadar, yang belum sadar ya mau bagaimana lagi

      Hapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6