Menarik ketika mendengar komentar Matteo G. saat membahas jargon "from zero to hero" yang pernah didengungkan di arena balap local Indonesia, saat pembibitan pebalap muda melalui ajang road race. Menurut Matteo, jargon yang didengungkan tidaklah cocok dengan model pembibitan pebalap local jika mau menuju ajang internasional, kalau mau jadi "hero" itu harus mencoba bertarung di kelas internasional dan dilakukan bertahap. Kalau tidak begitu, tidak akan mungkin menjadi "hero". Apa yang dibahas ini berhubungan dengan ajang Asian Talent Cup yang diadakan oleh penyelenggara MotoGP, dalam rangka menyaring bibit pebalap muda dari Asia.
Pada penjaringan di ajang itu, banyak pebalap Indonesia yang ikut mendaftar, dan nampak mendominasi di sana. Di situlah menurut Matteo jargon tersebut di atas cocok dikatakan. Jika memang ada pebalap berbakat, dan mampu jadi yang terbaik di ajang itu, proses karir menuju "hero" pasti bisa dicapai. Bukan tiba-tiba secara instan masuk kelas bergengsi tanpa melalui proses, sehingga skil yang dibutuhkan tidak pernah terasah dengan baik. Indonesia beruntung dengan dua pebalapnya ada diajang Moto2, namun apa dikata, skil yang baik tapi kurang pengalaman membuat dua pebalap Indonesia tak bisa berbuat banyak diajang bergengsi itu.
Hal berbeda bisa ditunjukan Indonesia diajang olahraga lain, yaitu sepakbola. Pada awalnya saya sempat pesimis, kapan ya Indonesia punya timnas yang punya greget ketika bertanding di lapangan hijau. Mengingat selama ini kita punya tim senior yang kualitasnya di bawah untuk menghadapi timnas di negara Asia Tenggara saja kerepotan, lalu bagaimana mau membahas kualitas diajang yang lebih tinggi yaitu kelas Asia atau yang lebih tinggi lagi piala dunia? Tapi semua keraguan itu terpatahkan ketika melihat hasil latihan anak-anak muda Indonesia, yang tergabung dalam timnas U-19. Permainan apik, skill yang merata di semua lini, serta permainan kolektif yang jauh dari kesan individualisme mampu ditunjukan. Bahkan ketika kita melihat permainan timnas U-19 kita bisa langsung yakin, bahwa inilah timnas yang bisa membawa nama Indonesia lebih baik di dunia sepakbola, paling tidak bisa menunjukan kelasnya menguasai Asia Tenggara.
Pola latihan dan pembibitan U-19 ini harusnya bisa jadi bahan pelajaran untuk timnas muda selanjutnya. Misalnya U-17, U-16, dst. Mereka inilah yang jadi bibit-bibit untuk menciptakan timnas sepakbola terbaik yang dimiliki Indonesia. Karena untuk mengharapkan timnas senior, tentunya akan sia-sia belaka, karena apa, pola latihan, mentalitas timnas senior sudah tidak bisa diharapkan, sekalipun mereka diambil dari anggota tim terbaik di klubnya masing-masing. Kunci rusaknya timnas senior adalah permainan individualisme pemainnya, masing-masing pemain merasa jumawa untuk menunjukan skill terbaik mereka agar dilihat sebagai yang terbaik, ujung-ujungnya sih agar klub-klub tertarik untuk menaikan harga jualnya dibursa transfer. Mungkin itu, ya itu dugaan saya saja, melihat permainan timnas senior selama ini. Nasionalisasi pun dilakukan, tapi hasilnya sama saja, tidak dapat berbuat banyak.
Justru yang penting diperhatikan adalah bukan naturalisasi ternyata. Tapi adalah pembibitan, pola latihan yang baik terstruktur dan profesional. Dan mulailah dari usia dini, karena di sana cukup tersedia waktu untuk berproses mengasah skill, mental jadi tim yang berkualitas.
Hal ini juga bisa dilakukan untuk cabang olahraga yang lain. Karena mungkin hanya dijalur olahraga yang masih bisa diasah, agar Indonesia lebih dikenal sebagai negara yang "bertaring" di dunia internasional. Daripada dunia internasional lebih mengenal Indonesia sebagai gudang koruptor dan teroris. Ayo, mari benahi semua dari sejak dini, dari masa pembibitan untuk memperoleh panenan yang terbaik. Semoga demikian.
0 Komentar
Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6