Coretan untuk Pengamen


Ilustrasi[Sumber : Google Image]

Pada postingan kali ini, saya ingin membahas soal pengamen. Pengamen yang pada awalnya merupakan pekerja seni jalanan, yang mencari peluang terkenal dengan ber-seni di jalanan sambil mencari uang. Kini mengamen menjadi suatu pekerjaan palak-memalak yang dibungkus dengan seni.
Dahulu, pengamen merupakan pemusik-pemusik jalanan yang belum berkesempatan naik ke tingkat yang lebih elegan, seperti cafe-cafe atau dapur rekaman. Pengamen menggunakan sarana ini untuk mencari uang dan memperkenalkan dirinya kepada publik. Pengamen yang seperti ini membuat kita memberi apresiasi lebih atas jiwa seni yang ditampilkannya, dengan memberi beberapa rupiah dengan keiklasan tentunya. Apresiasi dari pendengar inilah yang dijadikan pendapatan nafkah bagi mereka.
Kini, mengamen bisa dilakukan siapa saja, bahkan bukan pekerja seni sekalipun. Orang yang tidak bisa menyanyi atau memainkan alat musik pun berlagak menjadi pengamen, hanya dengan bermodalkan 'kecrekan' dan alat musik seadanya.  Apa yang mereka lakukan justru lebih banyak mengganggu orang yang sedang "diameninya". Siapa sajakah yang bisa melakukan pekerjaan ini? Antara lain, anak jalanan (anak 'punker' termasuk di dalamnya), para pengemis, dan para preman. Mereka semua ini menggantungkan hidup sehari-hari dari mengamen. Karena dengan cara ini bisa mendapatkan rupiah demi rupiah dengan lebih mudah, hanya bermodal suara dan alat musik seadanya yang mereka punya.
Idealnya menurut perhitungan mereka minimal orang memberi Rp 500 - Rp 1000, bahkan ada yang memberi Rp 2000. Bayangkan saja jika efektivitas mereka mengamen tinggi, berapa rupiah yang bisa dikumpulkan. Mungkin bila seperti itu idealnya, apa yang merema peroleh lebih tinggi dari pekerja sektor formal. Meski begitu idealnya, apa yang mereka peroleh tidak seperti yang idealnya itu. Namun apa yang mereka peroleh bisa dianggap cukup (relatif) untuk membiayai proses ngamen mereka sehari.
Itulah yang terjadi sekarang, ketika sudah tidak ada lagi lapangan pekerjaan yang layak, bahkan di sektor informal sekalipun. Ditambah lagi tingkat 'pengenyaman' pendidikan yang rendah, bahkan sampai ada yang tak mengenyam pendidikan sama sekali, menjadi hal yang memperparah keadaan. Lagi-lagi tanggung jawab pemerintah sebagai pengayom warganya belum dilakukan dengan baik. Alias pemerintah masih gagal dalam hal ini.
Pengamen yang sebenarnya, sebagai pekerja seni jalanan kini akhirnya tertutup oleh mereka yang menggantungkan hidup di bidang ini. Malah pengamen sekarang dianggap sampah yang mengganggu ketertiban, mungkin bukan saya saja yang berpendapat demikian. Saya sendiri dan orang-orang terdekat saya pun pernah merasa dirugikan dengan ulah mereka.
Mengamen yang terjadi sekarang adalah aksi pemalakan berbalut seni. Bagaimana tidak, disetiap aksinya pengamen-pengamen itu mematok jumlah rupiah tertentu, dan bila tidak, ada ancaman intimidasi yang mereka buat. Semakin hari, intimidasi yang mereka buat semakin menjadi-jadi. Dulu, Rp 100 - Rp 200 biasa kita berikan pada pengamen, karena sesuai dengan apa yang dimiliki saat itu, tapi kini rupiah sejumlah itu bahkan rela mereka buang di depan si pemberinya. Inilah yang jadi masalah, itu juga mengapa saya sebutkan mereka adalah pemalak berbalut seniman jalanan.
Saya tidak memungkiri di jalanan masih ada seniman yang memang berada di jalur yang benar, namun ulah dari mereka (anak-anak jalanan, pengemis atau preman yang berlagak memaksa) yang merusak citra seniman jalanan.
Ketika apa yang diperbuat telah merugikan banyak orang bukan lagi segelintir orang, maka ini sudah jadi masalah bersama, dan perlu ada perhatian khusus, itu kalau kita ingin ada kenyamanan di ruang publik.
Saya sendiri pernah mengalami hal yang tidak mengenakan dengan ulah mereka, ketika di angkutan kota, mikrolet, kereta, atau rumah makan kaki lima, tindakan mereka membuat ketidaknyamanan. Meski tindakan yang berujung kriminal belum saya alami, namun suasana intimidasi terkadang mereka buat agar mereka mendapat rupiah tertentu.
Pemerintah memang sudah melihat hal ini sebagai masalah sosial, solusi peraturan daerah dibuat untuk mengurangi mereka. Namun hal ini tidak berjalan baik, malah justru muncul masalah baru yaitu konflik antara penegak perda (sat-polisi pamong praja) dengan mereka. Betapa pun keras pemerintah menindak tanpa didukung situasi yang mengurangi jumlah mereka, maka tidak akan ada hasilnya. Ibarat membuang air di kapal bocor. Kebocoran di kapal itu pun harus diselesaikan. Kebocoran ini adalah bagaimana pemerintah bisa menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan yang layak serta peningkatan jaminan pendidikan kepada setiap warga yang tak punya uang sekalipun. Hal inilah yang mungkin bisa mengurangi masalah sosial yang terjadi.
Masalah sosial ini merupakan masalah klasik yang terjadi di kota besar. Sekali lagi, peran pemerintah harus berjalan maksimal, masyarakat pasti akan mendukung bila solusi yang dibuat memang berpihak pada masyarakat untuk mengatasi masalahnya.
Kembalikan lah pengamen ke posisinya semula, ketika pengamen dianggap kawan sosial, ketika pengamen kembali jadi sarana pengembangan bakat di jalanan sebelum menuju tahta lebih tinggi yaitu sebagai bintang. Cpr.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Semakin hari, semakin banyak saja pengamen di jalanan, naik-turun angkot, keluar-masuk warung makan. Macam-macam, ada yang pengamen bener, ada yang anak-anak punker (dengan dandanan tidak jelas). Kemudian tidak melihat gender, sekarang pengamen perempuan dan anak-anak kecil ikut-ikutan. Mereka membawakan lagu yang tidak pantas untuk anak seumuran mereka.
    Semakin marak mulai dari pasar minggu hingga ke arah depok, angkutan kota dengan rute tersebut sering sekali dijadikan tumpangan untuk mengamen. Kemudian rumah makan di sepanjang jalan Margonda pun mereka berkeliaran. Ketika mereka semakin menjamur ketidaknyamanan akan semakin tinggi, tingkat kriminalitas bisa jadi akan meningkat.
    Yang pasti soal kenyamanan jadi pertimbangan saya. Mereka perlu diarahkan di tempat yang lebih baik.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6