Pengalaman Berobat Lanjutan, Faskes #2: RS Prima Husada

Selesai kemarin berobat ke faskes #1, melanjutkan yang sebelumnya dapat rujukan di poli paru, melihat hasil rontgen yang dibawa kemarin. Jadi semalam setelah fixed dapat surat rujukan saya daftar online di aplikasi JKM untuk berobat rujukan ini. 


Faskes #2 yang dipilih adalah RS Prima Husada. Saya sudah beberapa kali ke sini tetapi menengok yang sakit tapi bukan berobat untuk diri sendiri. Dulu pun ke sini waktu jaman covid19 hanya untuk test swab. 

Ilustrasi RS Prima Husada Sukerejo, pemandangannya keren sih kalau diambil gambar dari sini viewnya. Gambar diambil dari Google

Jadi untuk Poli Paru di RS Prima Husada ini ada buka loket jam 13:00 - 17:00, semalam daftar dapat antrian PA-19 dari total 20 pasien ketika saya ketik post ini. *sayang gak bisa di SC bukti pendaftarannya. 

Dilayani dr. Novita Maulidiyah, Sp. P. Ini saya datang saat praktek hari Selasa, jadwal prakteknya kurang tahu, coba cek di aplikasi JKM saja ya. 

Saya tiba di RS sekitar pukul 13:30, tiba yang dituju adalah ambil nomor antrian di lobi utama, ada vending machine untuk nomor antrian. Habis itu, tunggu di ruang tunggu di seberangnya loket² informasi pendaftaran. 

Terkhusus untuk BPJS, Askes, JKN Mobile ada tersendiri, meski tidak dibedakan tapi di belakang petugas informasi pendaftaran ada spanduknya.

*saya tidak bisa foto karena kamera hape saya memprihatinkan

Di sana di data, dicek baru pertama kali atau sudah berobat yang kesekian kali. Kebetulan ini pertama kali, jadi menjelaskan terlebih dahulu. Ditanya soal nama ibu dan ayah kandung untuk kebutuhan verifikasi. Sekalian cek disistem JKN Mobile, karena saya sudah booking dan dikonfirmasi sesuai, nomor booking di JKN Mobile dan sistem RS sesuai. 

Dapat struk print nomor antrian poli paru dari RS, dan langsung diarahkan ke poli paru, lokasinya di pintu sebelah barat. Poli yang letaknya agak keluar gedung, masih dalam satu bangunan tapi agak diluar gitu, maklum poli paru di beberapa tempat bahkan puskesmas saja itu dipinggirkan khusus kesehatan paru ini. 

Di sana antri menunggu di ruang tunggu "wajib masker", jadi ke ruangan ini berasa seperti penyakit jaman covid19 aja, kaya diisolasi gitu. 

Di sini memang lebih terbuka, jadi pintu semua dibuka, jendela terbuka, los sirkulasi angin bebas sekali. Sambil menunggu dipanggil oleh asisten dokter. 

Di ruangan dokter yang terbuka pintunya ada 2 orang, dokter dan asistennya. Di dalam, ibu saya tidak diperiksa, hanya ditanyakan keluhan dan kronologi singkat, kemudian menyerahkan hasil rontgen dan dibaca singkat. 

Dokter nampaknya masih belum yakin dengan sakit batuk yang dialami ibu saya. Ditanya juga soal tes dahak sudah belum. Karena belum jadi dokter merekomendasikan tes dahak dulu. Dokter bilang juga, intinya begini "nanti saya kasi obat, tapi jangan minum obat dari saya sampai hasil tes dahaknya keluar. 

Setelah itu selesai, kami disuruh ke bagian informasi minta pengantar ke lab untuk cek dahak. 

Nah ini saya kira itu cek dahaknya hari ini juga, lalu hasilnya minimal besok bisa keluar, tahu sakitnya apa. Eh ternyata tidak, jadi habis itu dengan bingung ya saya ikuti kata dokter ke bagian laboratorium. 

Oh ya dari dokter saya ke informasi spesialis, di sana bilang dokter suruh test dahak ke lab, di sana saya diprintkan surat pengantar ke bagian lab. 

Di sana tunggu sebentar, lalu dikasilah wadah tempat simpan dahak. Katanya dahak pagi hari ditaruh di sana dan bisa diantarkan ke RS kapan saja, bagian lab buka 24 jam. Hasilnya jadi kapan tidak diberitahukan. 

Saya ingat waktu di informasi awal tadi sempat ditanya nomor WA, mungkin nomor WA itu buat menginformasikan hal ini, hasil test dahak itu. 

Setelah itu, saya bingung lagi dong, habis ini kemana? Lha ini terus gak dikasi obat, soalnya tadi bilang: "obat dari saya jangan diminum sampai test dahak keluar".

Akhirnya karena bingung saya bertanya ke dokternya, saya kembali ke poli paru dan dokternya bilang, "habis test dahak lalu gimana, kapan harus kontrol lagi?"

Dokternya bilang, "sebulan lagi ke sini?"

Hah? Gak salah ta, lalu pasiennya gimana ini, pengobatannya bagaiamana, tidak ada info harus gimana², lha ini dokter spesialis koq gak jelas begini. Pertanyaan itu saya tanya sampe 3x dan dijawab 3x dengan hal yang sama. 

Akhirnya saya bingung, masa iya sebulan lagi. Terus obatnya gimana? 

Saya bertanyalah ke informasi spesialis dan disampaikan ini ada surat kontrolnya, nanti datang ke sini lagi setelah 2 minggu, ada tanggal kontrol disurat tersebut. 

Lha terus tadi dokter bilang sebulan, ini dua minggu. Koq jadi gak jelas begini sih. 

Lalu saya pastikan ini berobat pasien gak dikasi obat ya? Dijelaskan ada koq pak, itu bapak ke bagian obat saja.

Akhirnya saya ke bagian obat yang posisinya di lobi utama. Saya tunggu di sana dan lihat nama mama saya ada di LCD informasi, sedang menunggu resep masuk. Akhirnya saya dan mama saya tunggulah di sana sambil bertanya-tanya dan menduga-duga, ini bagaimana sih maksudnya. 

Ini foto layar LCD di area pengambilan resep obat, saya ambil untuk pembuktian apakah bener namanya terdaftar dan mendapatkan obat, soalnya dokternya gak jelas menginformasikan pada orang baru. #dokpri

Setelah menunggu beberapa waktu, dipanggilan dan dapat obat 2 set. Apa saja obatnya? Obat pertama itu Lanzoprazol dan kedua itu racikan. Nah bingung lagi kan, karena tidak ada penjelasan detail. Hanya tadi pernyataan "obat dari saya jangan diminum dulu sampai hasil tes dahak keluar."

Lalu obat yang mana yang harus tunggu minumnya? 

Akhirnya kita dipaksa berasumsi dan mengira-ngira sendiri. Saya coba diskusi dengan bagian farmasi, mereka akhirnya bilang kalau begitu ini kan resep dari dokter semua, jadi jangan diminum dulu tunggu hasil tes dahak keluar.

Saya tanya berapa lama? Mungkin dua minggu. Eh busyet lama kali, lalu gimana ini nasib pasien ditangani apa? Lalu apa gunanya ke dokter kalau begini ceritanya!!!!!! 

Akhirnya saya kembali duduk dan mengasumsi, mengira dan menduga. 

Jadi sepertinya begini:
Hasil rontgen sudah keluar dan menandakan pneumonia. Tapi si dokter ini masih ragu, dia butuh kepastian dengan uji dahaknya untuk melihat batuk ini disebabkan oleh bakteri atau virus influenza saja. Terus flek pada paru ini ya penyebabnya apa, untuk supaya si dokter bisa ambil keputusan tindakan. 

Tapi yang saya kecewakan, kenapa tidak informatif, maksudnya begini, ini bagaimana, sesek, gak bisa tidur, ngeluarin dahak kentel, batuk sepanjang malam, tidak bisa tidur, lemes, apa tidak diobati atau ditangani, gimana pasien bisa fit kalau tidak ada rekomendasi apapun. 

Ini yang jujur saja membuat saya kecewa dengan mentality dokter atau tenaga kesehatan, dimana mereka kurang informatif, apalagi menjawab kebingungan pasien, ini harus bagaimana. 

Ya mbok diarahkan, harus begini dulu sementara tunggu hasil uji dahak ya, karena begini². Ini saya berikan obat ini diminum dulu untuk mengurangi ini ini ini. Nanti setelah hasil keluar, baru kontrol lagi ke sini, nanti kita lihat bagaimana penanganannya ya. Begitu kan enak, pasien tenang dan bisa berusaha pulih lah. 

Lha ini apa yang dilakukan coba? 


Akhirnya sudah daripada saya makin apatis dengan tenaga kesehatan, saya mencoba (+), mungkin ini hanya batuk ringan saja, memang ada flek di paru tapi ini masih bisa ditangani dengan menunggu hasil uji dahak. 

Jadi mungkin juga ini sakit karena masalah psikis dari pasien dan bisa ditangani ringan tanpa pengobatan berat, karena dijudge TBC atau hal berat lainnya. 

Saya masih mencoba (+) dokter ini masih lebih baik daripada dokter di faskes #2 di RSUD Gunung Jati yang ngawur aja judge pasien. Hasil uji dahak yang awalnya (-) bisa dipositifkan tanpa uji dahak kedua. Langsung saja judge TBC. 

Jadi saya berpikir (+) saja soal itu. Bahwa ini cara dokter lebih baik daripada dokternya RSUD Gunung Jati di poli paru itu. 


Akhirnya kami pulang dengan keraguan tetap. Berusaha survive sendiri dengan obat²an yang dijual bebas dan dengan herbal empon² dan berbekal chatGPT dan Google untuk menangani masalah ini. 

Ya wajar kita begitu karena tenaga kesehatan tidak informatif dalam bekerja. Ini adalah isi hati yang dirasakan karena ketika kita berobat justru yang ada kebingungan tidak mendapatkan jawaban yang jelas. 


Secara umum prosesnya seperti itu, tapi supaya sederhana dan tidak bingung saya jelaskan ringkas saja alurnya, supaya tidak bingung bagi yang baru berobat di sini. Karena sejak awal bener² kurang informatif ditiap bagian terutama bagi pasien² baru berobat di sana. Seharusnya dokter mengarahkan habis ini ke mana-mana, minimal suruh bertanya ke bagian informasi, sedangkan ini tidak. Repot kalau yang berobat orang tua sendirian tidak ada yang bantu mengkritisi bertanya. 

Tiba di faskes #2 RS Prima Husada, Sukerejo ➡️ Ambil nomor antrian ➡️ Bagian informasi pendaftaran ➡️ Poli Paru ➡️ Dokter (tindakan) ➡️ Informasi Spesialis (ini minta surat pengantar ke bagian laboratorium) ➡️ Informasi Spesialis (minta surat kontrol berikutnya, bisa sekalian tanya² di bagian ini kalau bingung) ➡️ Bagian farmasi (ambil obat, lihat papan digital nama pasien ada di sana) ➡️ Selesai

Secara umum prosesnya seperti itu ya, untuk pengalaman yang saya alami. Tadinya saya gak paham, apalagi soal obat juga gak jelas gimana, soal kontrol juga sama ada 2 informasi. 

Mudah-mudahan share informasi ini bisa membantu, gak bikin bingung. Kalau ada dokter yang bisa jawab kebingungan saya tolong aja tulis dikolom komentar, supaya clear kegundahannya dan tidak dipakai berasumsi pada tenaga medis lainnya. 

Kita dipaksa berasumsi karena pola yang dimainkan demikian, jika lebih informatif mungkin tidak berandai-andai. Segitu saja sih, kurang lebihnya mohon maaf, kalau ada yang kurang berkenan tolong dijawab dulu supaya saya tahu missed nya dimana. -cpr

#onedayonepost
#pengalaman
#bpjs
#postingpribadi
#umum

Posting Komentar

0 Komentar