Pilih Putar Music atau Sediakan WIFI Gratis?

Belakangan ramai perselisihan antara pencipta lagu dan penyanyi yang membawakan lagu, dimana perselisihan ini juga secara gak langsung melibatkan lembaga yang dikenal LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional). Sengketa ini makin ramai lagi setelah sebuah rumah makan, Mie Gacoan yang kena tuntut karena masalah putar musik dan gak bayar royalti. Memang sih ada dasar undang² nya yang dijadikan penuntutan itu.

Entahlah semakin ke sini, kayanya negara ini makin ke sana deh, alias gak jelas. Belum kemarin urusan rekening dormant, soal tanah nganggur dikuasai negara lah, orang kena kasus dikasi amnesti, grasi dll. Entahlah, bener² kebijakan² nya makin ke sini makin ke sana.

Ilustrasi, situasi saat ini, lebih baik gak usah putar musik. Kreatiflah membuat musik² instrumen di tempat usahanya masing², itu akan jadi daya tarik tersendiri. Gak perlu mengharapkan pencipta lagu lagi, rakyat bisa berdiri sendiri tanpa negara yang mengayomi. Gambar diambil dari Google


Kembali ke soal LMKN lagi. Petinggi lembaga ini blunder pula, gara² semua karya musik yang diputar masyarakat harus kena royalti, semua hal yang berbau musik pengennya lembaga ini narikin royalti aja, meres terus ajah uang masyarakat. Sampai² lagu Indonesia Raya juga mau ditarikin royalti, walaupun pada akhirnya diralat karena lagu kebangsaan termasuk domain publik, jadi gak bisa dikenai royalti. #malugaktuh

Sampai cafe dan tempat makan mau putar suara kicauan burung saja itu diganjar royalti juga. Jadi intinya semua cafe dan tempat makan itu dipaksa untuk membayar royalti kalau mutar musik dalam bentuk apapun. Sampai² mau mutar musik buatan AI juga ditakut-takuti, padahal ya musik AI itu gak ada yang klaim² hak cipta, harusnya boleh² saja, lha ngapain itu lembaga ikut campur urusan masyarakat. Negara tidak memberi solusi kesulitan masyarakat tapi saat masyarakat mampu survive negara datang bak seorang pemalak, dipajaki, diroyaltiin, pokonya diperes aja terus.

Saya berpikir begini, ketika disuruh putar music atau menyediakan WIFI gratis untuk pengunjung, lebih baik sediakan WIFI gratis saja. Dibebaskan pengunjung mau dengar musiknya sendiri via smartphonenya via Spotify atau pemutar musik lainnya, karena sudah bayar langganan masing², asal disediakan koneksi internet. Memang jadi ramai dan berisik karena masing² pelanggan setel musiknya sendiri², tapi lebih baik ramai daripada cafe atau tempat makan sepi kaya kuburan.

Kemudian, karena gak ada yang mutar musik karya musisi, lambat lain karya mereka gak akan lagi dikenal masyarakat luas, pada akhirnya industri musik dalam negeri akan lesu dengan sendirinya, ditunggu saja kematian industri musik dalam negeri karena pelakunya sendiri, plus didukung oleh negaranya.

Situasi ini sebenarnya bisa membuat orang terjepit makin kreatif untuk menghindari soal royalti² supaya gak memberatkan. Bisa dengan tiap cafe atau tempat makan buat instrumen baru saja sendiri lalu diputar di pemutar rekaman sendiri, gak perlu didaftarkan ke lembaga karya cipta macam hak cipta, biarkan itu diakses bebas, toh itu buatan sendiri untuk dipakai sendiri. Intinya semakin dijepit saya yakin masyarakat akan makin kreatif.

Bukan gak mendukung aturan dan negara, tapi memang negara tidak punya niat untuk mensejahterakan rakyatnya, mereka bak lintah darat yang hanya menguras kemakmuran rakyatnya. Masih pantaskah kita merasa merdeka saat ini? Rasanya tidak sih. Jadi semoga kondisi ini masyarakat makin kreatif mengakali aturan yang dibuat hanya menyengsarakan rakyat. -cpr

#onedayonepost
#opini
#negaramakinkesinimakinkesana
#postingpribadi
#umum

Posting Komentar

0 Komentar