Pengonten Topik Spiritual yang Mundur Diri dari Dunianya

Pas kebetulan saya lagi buka beranda IG, saya melihat sebuah postingan dari akun @lia_lestari29 yang membuat postingan intinya dia mau pamit dari dunia spiritualis.


Saya tidak mengenal langsung ybs., namun saya memang mengikutinya sejak lama akunnya dan saya sering melihat ybs. memang konten kreator dan pemerhati dunia spiritualis + motivator dari kacamata atau pov spiritualis.

Banyak sih postinganya sebelumnya yang membahas seputar hal itu. Saya mengikutinya karena saya suka dan ya meski saya tidak mengambil utuh², saya saring sesuai kebutuhan saya, apa yang baik dan relate.

Belakangan, ybs. itu mendapatkan pengalaman tidak mengenakan dan ybs. memposting pengalamannya tersebut di akunnya tersebut.

Ternyata, responnya beragam, dari beberapa akun memang terkesan tendensius pada ybs., intinya ya karena ybs. adalah seorang spiritualis seharusnya bisa mengkondisikan suatu yang tidak mengenakan itu.

Beberapa yang komen saya baca sepertinya dari akun dengan bidang sejenis tapi beda genre, ya motivator dan mentalis gitulah, yang berurusan dengan kepribadian gitu lah pokoknya. Makanya komen yang disampaikan memang mengarah tendensi gitu deh.







Saya yakin, pada kondisi kita yang tengah mengalami hal kurang mengenakan, seharusnya ya sebagai pakar motivator lain, bisa menyampaikan dengan lebih baik. Saya lho yang orang biasa, awam saja merasakan orang ini (baca: yang berkomentar) "tidak baik", jika pun saya butuh advice motivator, saya otomatis gak akan memilih dia ini jadi panutan. Akun tersebut langsung saya pilih untuk tidak melihatnya lagi.

Beberapa memang ada yang memberikan support, mengesampingkan terlebih dahulu bahwa ybs. ini adalah seorang spiritualis.


Pada akhirnya mungkin ya banyak komentar dan respon dari postingan itu ke akunnya, di kolom komentarnya, yang akhirnya membuatnya sepertinya memutuskan untuk hiatus sejenak, mundur dari nice yang biasa dia geluti selama ini.


Dari situasi tersebut saya jadi teringat pada kasus yang menimpa motivator 'pakar pemulihan jiwa', Dedy Susanto. Entah tahun kapan, dia itu diserang banyak orang, salah¹ nya yang saya ingat oleh seorang influencer wanita, saya gak sebut nama lha ya, topiknya itu awal mulanya (menurut saya) soal komentar Dedy pada masalah LGBT yang tahun itu sedang muncul ke permukaan.


Dedy ini berkomentar, intinya bahwa masalah LGBT ini adalah 'penyakit'. Nah ternyata ada salah¹ influencer ini nampaknya tidak terima dengan pendapat ini, sehingga sering ada 'perang' komentar walau tidak secara langsung, entah saya gak mengamati time linenya, tapi saya tangkap waktu itu begitu dari pov saya.

Sampai akhirnya tiba² ada kasus soal pelecehan seksual yang katanya dilakukan oleh Dedy ini disesi kuliah psikologinya yang kerap dilakukan di beberapa daerah. Bermunculan lah statement² dari korban² nya.

Ditambah lagi diserang juga terkait perijinan praktek 'psikologi' nya padahal Dedy bukan seorang yang punya sertifikasi itu, sehingga itu menambah tuduhan²an yang membuat ramai dimedia, hingga mengundang banyak pakar berkomentar. Sisa² berita pada masa itu masih ada sampai saat ini.

Ketika itu Dedy diserang bertubi-tubi, seolah-olah hal itu benar. Saya sendiri sampai dibuat percaya hal itu benar, karena saya memang mengikuti Dedy Susanto sejak namanya saya kenal dari radio, apa yang dia sampaikan memang relate dan apa teorinya soal pemulihan jiwa itu ada benarnya. Dia sering mengungkapkan banyak hal, soal fitnah, bagaimana menanggapinya, soal masalah² hidup yang umum dia sampaikan bagaimana solusinya.

Nah pas Dedy sendiri ini kena masalah seperti ini. Saya sempet berpikir, wah parah ini jika benar. Saya memang nyaris tidak percaya pada sosok motivator, mereka hanya kelompok manusia mulut manis, yang bisa berujar tapi belum tentu mereka bisa menghadapi masalah yang serupa. Karena pada dasarnya tiap orang punya masalahnya masing². Jadi tidak perlu menggurui seolah-olah mereka mampu menghadapi semua masalah. Motivator itu harusnya berada disamping bukan di atas atau di belakang yang bukan mendorong (+) tapi menjerumuskan.

Seperti sosok Mario Teguh, dulu saya mulai menganggap penting sosok motivator, saya sering dengar motivasi² dari MT ini, itulah sosok mitovator yang saya jadikan panutan lah ketika itu. Tapi pas ada kasus soal aib keluarganya dan sejak itu saya gak pernah percaya lagi pada motivator, setidaknya saya memilih pada motivator siapa, yang cuma bisa ngomong gak bisa ngelakuin yang dia omongkan. Banyak motivator baru lahir ketika jaman keemasannya si MT ini. Sampai akhirnya MT ini kena kasus masalah pribadi keluarganya dan itu suatu aib kebenaran yang dia tutupi selama ini. Hancur sudahlah karir MT ini, namanya hilang dari peredaran dan orang mungkin sudah malas mendengarnya lagi.

Kembali ke kasus Dedy tadi, nah waktu itu Dedy diserang dari banyak sisi, akun² nya di IG, di Youtube itu ditake down, dilaporkan oleh orang² yang mungkin kebawa isu itu dan akhirnya kecewa.

Menghadapi kasus itu, Dedy hanya diam, dia tidak berontak, bereaksi yang berlebihan, dia perlahan mundur sejenak dan sesekali memberikan pernyataan yang diplomatis dan dia juga menyampaikan kekecewaannya atas akun² nya yang tidak salah apapun, kenapa direport. Dia sempet berjuang untuk akun² nya itu, entah apakah berhasil atau tidak ketika itu, saya tidak mengikutinya lagi.

Saya juga sempet kesel, kalau emang gak bener, kenapa diam saja, koq tidak ada pembelaan sama sekali. Meski begitu, Dedy memang menunjuk kuasa hukumnya dan berjalan idle di belakang layar untuk mencari kebenaran.

Ketika itu kasusnya terus naik, terus digoreng ini itu, dan seolah-olah media sudah menghakimi Dedy atas isu yang gak jelas kebenarannya itu. Sampai akhirnya kasus itu naik ke kepolisian dan berlanjut.

Waktu terus berjalan, kasusnya tidak ramai, pelan² mulai itu terbuka, wanita² yang bersaksi menjadi korban mulai bersaksi bahwa itu kebohongan dll., terus influencer yang sempet berseteru dan memanfaatkan untuk menyerang pada akhirnya mulai diserang balik, mulai dipanggil polisi juga, tapi saya gak ngikuti lagi kasusnya. Sampai akhirnya kasus ini hilang dan ya gak ada kelanjutannya dan memang semua itu hanya isu yang sengaja dibuat, seperti grand design untuk menjatuhkan karir seseorang dengan kedustaan.

Dari berita terakhir yang saya tautkan di atas tadi, diketahui kalau si selebgram yang memulai masalah itu mengakui meminta maaf dan membayar ganti rugi atas 'pencemaran nama baik'. Alhasil tidak ada kejelasan tapi dengan ini bisa dikatakan, kasus ini dibuat-buat saja untuk menjatuhkan seseorang.

Tapi nama buruk orang tersebut, stampel yang sudah terlanjur kena ke orang tersebut gak bisa hilang. Saya baca kilasan berita pada masa itu tidak membahas pelurusan pada akhirnya seperti apa, kasusnya kaya dibiarkan menggantung, benar dan salahnya tidak nampak. Tapi faktanya yang meramaikan kasus ini akhirnya meminta maaf dihadapan publik dan harus membayar ganti rugi. Jadi artinya apa? Ini dikembalikan ke kita masing².

Ada kalanya dalam kehidupan, yang terjadi seperti ini. Jadi, janganlah senang membuat masalah, cobalah lebih saling memahami satu sama lain, jika pun bisa didiskusikan ya didiskusikan lah.

Dengan kasus ini Dedy bisa memberikan contoh nyata apa yang disampaikan dalam kesempatan dia memotivasi bagaimana menghadapi fitnah keji. Perlahan, Dedy memulainya kembali dari nol lagi, ya akun² nya, bener² mengalami 'pemulihan' semuanya.


Berkaca dari apa yang dialami Dedy ini bisa juga digunakan siapapun, ketika kita berada dibidang yang memberikan semangat untuk orang lain dalam setiap masalah, disaat bersamaan kita juga harus siap menghadapi semua masalah² itu, semangat yang sama ketika diberikan kepada orang lain juga harus disimpan di dalam diri, ketika suatu ketika masalah serupa atau masalah lain menimpa pada diri sendiri maka kita harus juga siap menyemangati diri sendiri.

Atau kita harus sepemahaman pada pernyataan ini, "tidak ada dokter yang mampu menyembuhkan dirinya sendiri, walaupun dia dokter yang menyembuhkan orang lain".

Pada intinya sih, ketika orang lain mengalami 'sakit' atau 'masalah', kita yang memberikan dukungan setidaknya harus lebih atau sedikit lebih baik dalam menangani 'sakit' atau 'masalah' itu. Kita tetap butuh bantuan orang lain itu pasti. Namun satu hal, jangan jadi motivator yang sombong atau angkuh dan merasa bahwa dia itu terbaik dari antara yang terbaik.

Jika menemukan yang demikian, mungkin perlu ada ujian yang dihadapkan pada orang ini, supaya bisa mawas diri lagi ke depannya dan tidak menggampangkan masalah dari orang lain.

Jika pun dirimu sudah hebat dalam segala hal, ya cobalah memahami orang lain, sedikit saja ya. Selama masih bisa diajak komunikasi, ya sudah lah, gak usah panjang x lebar x tinggi. Pusing saya kalau dengar orang debat dan ribut kusir.



Kita balik lagi ke masalah yang dialami Kak Lia ini. Kekecewaan Kak Lia atas hal buruk yang dia alami di Jawa Timur adalah suatu kewajaran sih, siapapun pernah ngalami hal itu, dan wajar jika ada kekecewaan yang disampaikan. Jadi masalah karena Kak Lia bukan orang 'biasa', Kak Lia adalah spiritualis, sehingga orang² yang gak suka dengan Kak Lia ini akhirnya menjadikan masalah itu objek untuk menyerang.

Memang orang² yang gak suka pasti akan mengelak, "saya gak ada masalah dengan ybs.", "saya gak ada perasaan gak suka", dan banyak alasan lain untuk mengelakan, tapi secara gak sadar dengan komentar itu tergambar ketidakrespekannya.

Tapi kalau bagi saya, selama seorang masih santun, masih lemah lembut, masih baik dan masih bisa diajak diskusi dan gak bertahan dengan prinsipnya, saya sih masih bisa menerima.

Seperti sosok kaya AD dalam kasus soal hak royalti, saya sepertinya juga kurang respek terhadapnya walaupun dia vokal berteriak soal hak² pencipta lagu, tetapi karena caranya kurang baik rasanya kurang respek juga sih sama dia. Jadi apapun yang dia sampaikan, "anggap saja angin lalu."


Saya sih berharap Kak Lia ini tetap bisa berkarya lagi nanti ke depannya, walaupun dengan bidang berbeda. Tapi saya harap sih, bidang spiritualis yang selama ini dia geluti bisa dia kombinasikan dengan hal baru yang mungkin akan dia geluti nanti.

Tetap jadi pribadi yang kalem, rendah hati dan tampak menyenangkan. Jangan sampai merubah apapun dari hal buruk yang dialami. Terkadang memang kita tidak bisa membuat semua orang suka pada kita, dalam hidup pasti akan ada keseimbangan, iya dan tidak, suka dan tidak suka, baik dan buruk, semua memang dibentu begitu oleh dunia ini, jadi mau gak menikmati yang ada.

Gitu aja sih saya mau komentar, gak mungkin juga komentar dikolom komentarnya. Intinya saya hanya ingin menyampaikan apa yang ada di kepala saya melihat case yang dialami Kak Lia ini, intinya lebih ke support tetap berkarya, yang sudah ya sudah. Jadi bahan sejarah aja, bahwa punya kisah 'sejarahnya' sendiri. -cpr

#onedayonepost
#opini
#postingpribadi

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Nampaknya ybs. sudah kembali aktif di dunianya, syukurlah. Kembali berkarya ... 👏

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6