Apakah Semua Pimpinan Berstandar Ganda?

Menarik sih ketika menjadi bawahan, kita bisa melihat bagaimana sikap seorang atasan, banyak hal jenis² atasan, kebetulan yang saya bahas ini adalah soal "standar ganda".

Hmm seperti apa sih?

Hampir tiap bulan saya ikut menjadi bagian yang ikut dalam meeting tinjauan bulanan, di sana banyak manager² yang ikut dalam meeting bulanan ini.

Saat meeting kami bawahan ditekankan untuk berhati-hati dan mengedepankan safety dalam bahaya bekerja, agar terhindar dari accident. "Jangan main² dengan safety, harus zero accident!'

Seperti contoh, penggunaan cutter saja yang nampaknya bagi kita ini sederhana dan simpel, tapi urusannya jadi panjang kali lebar dan kali tinggi.

Oke, kami memahami itu dan menyadari resiko dan bahayanya walaupun kecil, akhirnya yang tadinya agak 'melawan' pola pikir itu akhirnya saya pribadi bisa menerima itu. Sampai akhirnya ada case lain, standar soal safety ini seakan-akam bisa berubah, sebaliknya.

Jadi begini, ini masih hubungan soal safety. Jadi kebetulan di tempat saya bekerja sedang ada project pekerjaan pembangunan, ada kegiatan menggali dan aktivitas di sebuah galian atau lorong.

Nah kebetulan pas proses mereka bekerja, ada pekerja bangunan yang tiba² lemas, dan ybs. untungnya bisa keluar dari area kerjanya, di lubang galian. Jadi diduga bahwa si pekerja ini lemas karena kekurangan oksigen atau menghirup gas tertentu, yang menyebabkan si pekerja ini nyaris semaput.

Namun sampai pada saya catat post ini belum bisa dipastikan karena apa si pekerja itu lemas saat bekerja di area tersebut.

Seharusnya memang sekelas perusahaan besar harus mempunyai alat gas detector, dimana alat ini bisa digunakan untuk deteksi awal apabila ada pekerjaan di area rawan dengan gas² berbahaya yang tak berwarna atau bahkan tak tercium.

Ilustrasi, gambar diambil dari Google

Kita kembali ke bahasan di atas. Ketika report case ini disampaikan ke pimpinan dalam meeting tinjauan ini, respon pimpinan justru terbalik.

Spv. K3 ini dipaksa diminta untuk mengecek ke lubang atau ke gorong² tersebut dari mana sumber gas tersebut, ada bau apa sih kenapa si pekerja itu bisa mengalami lemas.

Tapi dari Spv. K3 melihat itu sebagai cara yang 'salah', hal tersebut tidak bisa dilakukan, karena ketika menemukan situasi karena masalah yang belum diketahui pasti, terutama masuk ke area sempit, maka harus ada prosedur khusus, perlu dicek terlebih dulu dengan gas detector, supaya tidak menambah korban baru.

Memang dianggap lebay dan terlalu berlebihan tapi dalam kacamata safety tidak bisa menganggap hal yang hubungannya dengan safety dengan sesederhana itu.

Berkaca dari kasus pembersihan tangki, dimana ada suatu perusahaan dimana ada karyawan yang melakukan pembersihan pada sebuah tengki, dimana tengki itu sudah jelas bentuk dan ukurannya, tapi ternyata si pekerja yang membersihkan tengki itu pingsan dan lemas. Temannya sempat berusaha menolong akhirnya ikut jatuh tewas pada akhirnya karena keracunan gas.

Berikut beberapa link berita soal kasus keracunan gas, dari yang berbau hingga yang tidak.




Koq bisa?

Ya bisa secara gas itu gak berwarna dan berbau. Sehingga bisa tidak bisa diketahui, tahu² lemas dan akhirnya hilang kesadaran dan mati.

Padahal itu sederhana lho, sesederhana pikiran atasan saya tadi yang berdebat dengan Spv. K3 yang dianggap Spv. K3 ini terlalu ribet dengan pola pikirannya sendiri. Jelas, waktu itu dia (atasan) pernah bilang, soal safety gak bisa main², tapi pada kasus ini yang nampaknya sederhana, beliau ini nampak menganggap hal sederhana.

Jadi wajar jika Spv. K3 agak ngeyel dan menolak jika diminta disuruh mengecek dari mana sumber gas atau hal apa yang membuat si pekerja itu lemas.


Seharusnya, ada prosedur khusus ketika terjadi kondisi seperti ini, bukan dengan menambah korban jiwa. Syukur dalam kasus ini gak ada korban jiwa, tapi bukan berarti harus diperlakukan sesederhana itu.

Harusnya ada alat gas detector untuk melihat dan memastikan apakah ada gas berbahaya, jika tidak ada bolehlah dilakukan pengecekan lebih lanjut, tapi setidaknya sumber bahaya di awal itu sudah bisa dipastikan.


Bahayanya adalah apabila terjadi kasus korban jiwa, yang akan disalahkan adalah Spv. K3 nya karena dia tidak menjalan prosedur dengan baik dan benar.

Sehingga potensi korban jiwa yang harusnya bisa dicegah malah justru menambah korban jiwa, hal ini malah akan membuat Spv. K3 akan kena sanksi pidana lebih lanjut.


Inilah yang saya pikirkan tadi, ternyata begitu ta seorang atasan, bisa ya mereka membuat standar yang cukup ganda.

Seharusnya dia ini memperjuangkan sesuatu prosedur yang benar. Memang sudah seharusnya sebuah pabrik besar itu punya alat gas detector untuk piranti bantu Spv. K3 mengurangi potensi masalah laka kerja yang berhubungan dengan gas² seperti ini.

Jujur saya sih saya agak kecewa dengan hal ini. Saya tidak kecewa jika caranya dia tidak merasa dirinya benar, tapi dalam hal ini dia merasa dirinya benar dengan apa yang dia ucapkan ini.

Tapi sudahlah kini saya berkesimpulan bahwa atasan selalu punya standar ganda dan saya gak pernah suka dengan itu. Saya memang tidak pernah mau memilih cara mereka memimpin, walaupun terkadang saya dijudge bahwa cara saya salah, tapi sudah saya gak ambil pusing.

Satu hal apa yang saya lihat ini bisa jadi pelajaran dan contoh, ketika anda menjadi seorang atasan, janganlah menggunakan standar ganda, berpikirlah jadi posisi lain, ketika ada masalah, sudah terbentur malah angkat tangan. -cpr

#onedayonepost
#opini
#postingpribadi

Posting Komentar

0 Komentar