Alasan Orang Bertahan Bekerja Meski Tak Nyaman

Beberapa waktu terakhir rush karyawan di tempat saya bekerja sangat tinggi, hampir tiap bulan ada saja cerita teman² yang mengundurkan diri, sudah gak bekerja lagi, alias memutuskan hengkang. Hampir mayoritas adalah personel² lama.

Satu per satu kawan² lama ini hengkang, dan bergabung ke tempat lain. Lucunya itu, tempat yang dituju itu ya sama. Jadi terkesan "bedol desa".

Seperti diketahui, pelarian teman² ini adalah perusahaan lain yang notabene kompetitor. Banyak alasan sih yang membuat mereka hengkang, alasan yang paling sederhana adalah 'sabtu libur'.

Yups, tempat dimana kami bekerja saat ini tidak mengakomodir itu, Senin - Jumat bekerja, Sabtu sampai jam 1. Tapi tetap saja, full kerja, hanya Minggu saja liburnya dan jika ada kalender merah.

Memperjuangkan Sabtu libur sudah coba dilakukan oleh yang punya 'wewenang' tapi feedback-nya adalah "Kamu masuk kerja dihari Minggu saja, saya bayar!"

Artinya apa dari statement itu, tidak ada peluang untuk Sabtu libur. Nah banyak dari yang memutuskan mengundurkan diri beralasan itu. Disamping ada hal² lain yang memang hanya mereka dan saya yang tahu sih. Tapi dari gambaran umum postingan ini, bisa tergambar koq alasannya, ya lebih tepatnya tersirat di sini.

Usaha untuk hengkang sebenarnya tak hanya dilakukan mereka yang resmi sudah hengkang. Bahkan yang belum pun mengadu nasib, hanya masih belum beruntung. Masih menimbang ini itu, bahkan ada yang sudah 'terpanggil' tapi akhirnya masih memberatkan yang di sini.

Lalu, pertanyaannya apa yang membuat mereka ini memutuskan untuk bertahan?

Ilustrasi, seolah² dipaksa bertahan dengan posisi seperti itu. Gambar diambil dari Google

Saya mencoba mengumpulkan informasi dan menyamakan persepsi, apa yang ada dikepala mereka, yang membuat mereka ini bertahan. Ini juga saya kaitkan dengan pengalaman saya dulu.

✓ Belum punya tempat yang baru, yang bisa jadi pijakan baru.

✓ Sudah ada pijakan baru dan beberapa pilihan, hanya saja saja apa yang diperoleh atau yang didapat dari tempat yang baru itu belum sesuai harapan.

✓ Jarak calon pekerjaan yang baru terlalu jauh dengan kondisi saat ini, sehingga jika memutuskan untuk mengambil pekerjaan yang baru, ada banyak hal yang harus dikorbankan, biaya transport yang lebih, kelelahan fisik dan resiko perjalanan. Akhirnya, keputusan untuk leave pasti akan ditunda dan pasti akan memilih bertahan.

✓ Pandangan pertama atau rasa atau harapan yang diluar ekspektasi. Soal pendapatan dan jarak calon pekerjaan yang baru memenuhi kriteria, namun ada hal subjektif yang dirasa tidak memenuhi kriteria, misalnya suasana atau lingkungan kerja yang gak sesuai harapan. Ini pun menjadi alasan untuk menunda kesempatan yang ada di depan mata.

✓ Soal umur yang sudah terlalu matang, akan sulit juga mencari pekerjaan baru jika tidak punya channel yang cukup, apalagi pengalaman kerja dan kemampuan sekelas staf medium, akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru. Mencari masih mungkin, tapi keterima dipekerjaan yang baru pastinya akan sulit. Jika pun diterima, jauh dari apa yang diharapkan, sama seperti ✓ ke-2 tadi di atas.

✓ Merasa di luar sana tidak ada yang lebih baik dari tempat saat ini.

✓ Suasana dan lingkungan kerja yang nyaman, enak, rekan² kerja yang sudah dikenal akrab dan baik membuat perasaan makin berat meninggalkan pekerjaan saat ini.

✓ Tidak adanya dukungan dari orang terdekat, bisa dari keluarga, untuk mencoba tantangan baru diluar sana. Orang² terdekat memberikan pertimbangan yang (-) untuk mencari tantangan baru, bertahan dan menikmati yang ada dengan bersyukur.

✓ Tidak punya dukungan atau bantuan orang dalam di luar sana, sehingga kesulitan untuk nyantol di perusahaan lain.

✓ Malas memulai dari nol untuk mengulang beradaptasi dengan suasana, lingkungan dan rekan² kerja yang baru, dan memulai belajar lagi dari nol.

✓ Masih ada cicilan dan masih butuh uang untuk mengisi pundi² tabungan, karena gambling ketika ambil pekerjaan diluar saat ini, takut tidak dapat yang lebih baik dari sisi penghasilan.



Beberapa alasan yang saya bagikan di atas adalah alasan bertahan yang terpaksa sebenarnya, karena jika dilihat secara objektif sudah tidak ada alasan bertahan, sebenarnya.

(-) Gaji yang tak kunjung naik, hanya janji² dan narasi² 'bersabar ini ujian'.

(-) Suasana kerja yang penuh tekanan, semrawut, kerja overload 'satu untuk semua', tuntutan pekerjaan tinggi dengan sumber daya terbatas. Banyak maunya tapi minim supporting.

(-) Kurangnya hiburan yang difasilitasi kantor  dimana kita bekerja.

(-) Ada pun refresing menjadi sebuah paksaan atas orang tertentu (pimpinan tertinggi perusahaan).

(-) Minimnya peluang untuk mengembangkan diri atau merajut karir.

(-) Punya rekan kerja yang toksik, walaupun hanya segelintir orang, tapi terkadang sedikit mengganggu.


Ya itulah kira² beberapa alasan kenapa masih harus bertahan pada kondisi saat ini, padahal ingin hati hengkang ke tempat kerja baru.

Tapi satu hal ya, dengan melihat kondisi saat ini, nampaknya akan sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, walaupun di luar sana yang lebih baik ada, tapi yang jauh lebih buruk pun ada, bisa jadi lebih banyak.

Kemudian ada catatan penting dari karakter kita, pekerja ini, yaitu kebanyakan dari kita itu maunya enak saja, gaji besar, kerjaan gak capek, beban kerja akhirnya banyak dioper ke pihak lain, intinya overall santuy terus.

Tapi mana ada kerjaan kaya begitu, hanya keberuntungan saja yang bisa menghantar pada harapan yang hakiki tersebut.

Kebanyakan dari kita itu mau enaknya tapi tidak mau mengambil resikonya, memang itu manusiawi, kalau bisa enak kenapa harus repot² gak enak.

Pekerjaan itu ada plus minusnya dan semua itu harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan, dan kedewasaan dipertaruhkan, ketika memutuskan ambil begini, berarti harus siap. Setiap pilihan pasti ada yang dikorbankan.


Misalkan begini, saya berharap mendapatkan pekerjaan ke depannya ini lebih baik, lebih rapih, terstruktur dengan manajemen yang profesional. Tapi, kalau memilih itu gajinya lebih kecil dari apa yang didapat saat ini. Tapi Sabtu libur.

Bagaimana keputusan diambil?

Kalau saya simpel, tujuannya apa kalau memutuskan hengkang. Kalau tujuannya adalah mencari Sabtu libur dan manajemen yang lebih profesional, tentunya ketika gaji turun daripada  sebelumnya, ya karena tujuannya sudah terpenuhi, ya berarti harus siap dengan resikonya.

Berkaca pada saat pindah kerja dari kerjaan sebelumnya ke kerjaan saat ini. Ketika itu tujuan saya adalah pindah/hengkang adalah memang sudah gak betah dan ingin lepas dari bayang² pacar saat itu yang kebetulan satu kantor. Saat itu pilihan pindah di depan mata sudah ada, hanya memang resikonya adalah THR kecil, struktur gaji ya gak menguntungkan, soal cuti yang kurang pas. Tapi kompensasi yang saya dapat adalah ilmu baru. Atas dasar itulah, saya memutuskan untuk mengambil kesempatan itu.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, keluarlah ketika ada peluang 'emas' apapun kurang lebihnya, pastikan tujuannya mu, resiko harus diambil karena itu satu set dengan pilihan, karena hanya orang dewasa yang berani memutuskan berikut dengan resikonya.

Hanya anak kecil yang tidak mau dengan resiko tapi dengan enaknya memilih ini dan itu.

Seperti yang saya jumpai saat ini di tempat dimana saya bekerja, banyak mau nya tapi ketika kemauan itu membawa resiko biaya lebih, eh gak mau menanggung. Kalau begitu, gak usah banyak mau kalau duit pas²an. #intermesso


Lalu, sekarang bagaimana, apakah akan bertahan atau leave it?

Kita lihat perkembangannya, bagaimana nanti cerita akan ditulis dan bagaimana sejarah akan dicatat. Mari kita tunggu saja. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar