Baru² ini pemerintah berhasil membawa Perpu Ciptaker menjadi undang-undang, sebuah aturan all in one yang pemerintah buat demi mendukung perekonomian yang sempet ditolak sana-sini akhirnya berhasil disahkan menjadi undang-undang, walaupun caranya harus melalui Perpu terlebih dahulu.
Resminya aturan ini awalnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan pada tanggal 21 Maret 2023 lalu resmi menjadi undang-undang setelah disetujui oleh DPR. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023.
Tapi ada hal menarik yang ingin saya simpan di sini, soal aturan di dalam UU Ciptaker ini. Apa itu?
Ini soal aturan PHK (pemutusan hubungan kerja) oleh perusahaan ke karyawannya. Bahwa perusahaan tidak bisa seenaknya melakukan PHK pada kondisi normal atau baik² saja. Ada beberapa poin yang perlu kita ketahui sebagai karyawan.
Ilustrasi, gambar diambil dari Google.
Yups, post ini dibuat karena saya adalah karyawan, jadi saya share ini pun untuk sesama karyawan ya, yang punya potensi mendapatkan PHK kapan pun, apalagi dengan kondisi ekonomi saat ini.
Oh ya, nanti setiap poin² nya akan saya komentari, tapi jangan perhatikan terlalu komentar saya itu, supaya lebih objektif melihat aturannya dan relate kan dengan kondisi dipekerjaan kalian masing² bagi yang masih menjadi karyawan.
Apa saja poin² itu, mari kita simak di bawah ini, saya hanya akan buatkan daftar ceklist saja ya. Tidak menyesuaikan dengan pasal dari undang-undang ini. Tapi bahasa mengenai ini ada pada Pasal 153 ayat 2, dimana perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan sbb.:
✓ Berhalangan masuk kerja, karena sakit menurut surat keterangan dokter. Selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
Ini ada potensi lain, misalkan nih jika 2 bulan gak masuk sakit, masuk sebulan, sakit lagi gak masuk lagi 1 bulan, masuk, kemudian gak masuk lagi 3 bulan. Itu bagaimana perlakuannya? Soalnya kan tidak terus-menerus. Ataukah alasan PHk ini nanti jadi akumulasi? Bisa saja akan diatur pada aturan lain, untuk case² tertentu.
✓ Berhalangan melakukan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Mungkin ini apabila ada wajib militer, seperti yang terjadi di negara Korea Selatan misalnya, banyak yang usia produktif terkena aturan wajib militer.
✓ Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
Mungkin kalau ini soal kewajiban rukun Islam, misalnya karyawannya ada rejeki, dari menabung atau dapat hadiah umroh misalnya, kalau yang sekali jatahnya kan jelas ibadah haji. Mau gak mau harus off agak lama karena untuk menunaikan umroh atau ibadah haji. Nah berarti ketidakmasukan kerja karyawan ini harus dimaklumi dan tidak bisa diganjar pemecatan/ PHK.
✓ Menikah.
Kalau ini sih normal ya, setiap karyawan pasti punya hak cuti untuk momen ini, jadi ketika ada karyawan yang ijin/ cuti untuk momen ini rasanya tidak ada alasan untuk mem-PHK karyawan. Gak lucu juga kan, diPHK karena menikah. Mungkin jika, menikah dengan anak si empunya perusahaan tapi gak direstui, bisa saja ada segala cara untuk memPHK karyawan. Berasa cerita² drama gitu deh jadinya.
✓ Hamil, melahirkan, keguguran, atau menyusui bayinya.
Hamil, melahirkan dan keguguran ini jelas sih, kalau sampai ada yang diPHK gara² ini, hmm rasanya ini perusahaan gak berperikemanusiaan, jelas itu. Tapi untuk yang soal menyusui bayi ini saya punya komentar. Jadi, gak mungkin juga kan karyawati yang baru melahirkan membawa anaknya ke kantor untuk bekerja, dengan alasan ASI ekslusif, jelas gak mungkin. Yang terjadi adalah, ibu² yang sekaligus sebagai karyawati ini mengambil waktu bekerja untuk memeras ASI, dimana ASI ini dibutuhkan untuk anaknya di rumah. Secara ibu yang sehabis melahirkan, produksi ASI akan otomatis meningkat, sehingga jika tidak dikeluarkan maka akan sia², dan akan merembes keluar. Kecuali ada yang gak keluar ASI nya. Waktu bekerja yang sering dimanfaatkan memerah ASI ini sering jadi problema, kadang ya jadi waktu buat 'lengang' atau santai², ini emang balik lagi ke atitude si karyawan itu ya (baca: karyawati). Malah kadang dengan atitude buruk ini sebenarnya yang jadi poin untuk penilaian karyawan bersangkutan, layak dipertahankan apa tidak. Ini yang saya lihat sering terjadi sih. Kalau ini saya kembalikan ke penilaian ya, karena saya juga gak suka dengan karyawan macam begini, "malas yang terselubung", belum lagi emang dasarnya males.
✓ Punya pertalian darah dalam satu perusahaan, baik kandung maupun pernikahan, misalnya suami-istri.
Nah yang ini sempet jadi aturan yang berlaku selama ini sebelum aturan Ciptaker ada, dimana ketika dalam satu kantor ada yang hubungan darah maka tidak diperbolehkan. Aturan Ciptaker ini kini memperbolehkan itu dan kini perusahaan² harus meratifikasi aturan di perusahaan masing² dong. Tapi tetap saja sih di perusahaan dimana saya bekerja masih saja ada aturan tidak memperbolehkan hubungan pertalian darah atau suami-istri, harus ada yang ngalah resign. Biasalah, aturan pemerintah itu bergantung dari 'presiden' kecil di masing² perusahaan. Kalau anda bosnya, baru itu aturan anda yang punya kuasa, kalau masih ngikut kerja sama orang, pasrah sajalah.
✓ Mendirikan, menjadi anggota atau pengurus, dan melakukan aktivitas sebagai anggota atau pengurus serikat pekerja/ butuh dan sejenisnya diluar jam kerja atau di dalam jam kerja sesuai kesepakatan perusahaan, atau diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hmm, yang ini sih agak berbahaya si, beresiko bagi karyawan, karena biasanya yang tergabung dalam serikat pekerja adalah mereka yang vokal, dan perusahaan itu biasanya atau umumnya anti sama karyawan vokal, gimana caranya pasti akan dibungkam secara langsung atau tidak langsung dengan aturan² lain. Intinya karyawan itu gak punya banyak tools untuk bertahan, sedangkan perusahaan selalu punya tools buat membuang karyawannya walaupun regulasi mencoba melindungi karyawan dari pemecatan atau pemberhentian sepihak. Yang jelas perusahaan selalu punya cara, dan jangan pernah percaya aturan soal ini bisa membebaskan karyawan dari 'dikeluarkan' dari perusahaan, entah apa itu bahasanya, dipaksa resign, dipecat secara halus atau kasar, bahasanya yang pasti berbahaya untuk kelangsungan bekerja karyawan di perusahaan tersebut. Ini sudah terbukti dengan kasus beberapa waktu yang lalu, sempet juga saya komentari ketika itu dan saya catat diblog pribadi saya.
✓ Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
Wah kalau ini ya masih memungkin ya, walaupun ini harus disamarkan namanya, karena kalau tidak nasib karyawan ini pasti akan berbahaya, kelangsungan hidup di perusahaan itu pasti bisa dihitung waktu, tahu² kehilangan pekerjaan saja. Si pengusaha pasti dendam dong sama yang laporin, itu biasa terjadi, jadi kalau namanya gak disamarkan, wes deh terancam jadi pengangguran itu valid.
✓ Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
Kalau yang ini yang memungkinkan jadi masalah adalah soal aliran politik, apalagi tahun 2024 besok jadi tahun politik. Seandainya anda bekerja di perusahaan dengan owner-nya berafiliasi dengan parpol, berhati-hatilah menyampaikan pendapat yang berbeda visi misi, lebih baik diam dengan terkesan tak memihak manapun, walaupun dalam hati punya pilihan tersendiri. Daripada hanya sekedar belain calon presiden, tapi gak sesuai dengan afiliasi politik dari perusahaan dimana anda bekerja, malah jadi pengangguran nantinya. Bulysit sih jika ada yang bilang "owh kita menjamin kebebasan politik karyawan kita!" Tai kucing itu semua, pasti karyawan akan ditandai, itu pasti ya, jadi berhati-hatilah.
✓ Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang memuat surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Poin yang ini agak abu², yang jelas jika dalam waktu lama si karyawan ini gak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan, jangan berharap banyak deh, tunggu waktu saja pasti juga akan kehilangan pekerjaan, karena hubungan kita karyawan belum tentu sebaik-baik itu, sehingga bisa dapat previllege. Jadi jangan berharap banyak ya.
Jujur saja sih dari semua aturan² yang seolah-olah melindungi karyawan dari PHK sebenarnya perusahaan² selalu punya caranya sendiri untuk mengakali aturan. Belum lagi regulator itu melakukan sidak atau inspeksi hanya ketika ada kasus saja.
Kementrian Tenaga Kerja selama ini belum bertindak seperti regulator BPOM atau Sistem Jaminan Halal yang melakukan audit menyeluruh ke sistem, karena jika itu pun dilakukan, pastinya karyawan akan dibungkam dengan caranya.
Jujur saja saya pesimistis sih ya karena begini adanya yang terjadi.
Perusahaan itu jauh lebih pintar soal akal-mengakali aturan, hanya sedikit saja perusahaan yang saling percaya dengan karyawannya dan mau maju bersama untuk keuntungan bersama, yang ada selalu konflik kepentingan untuk segelintir orang atau lebih.
Hubungan tripartit soal dunia kerja ini gak akan pernah usai, jika anda, kita dan saya, yang pernah jadi karyawan, menjadi seorang pengusaha dan punya perusahaan sendiri, membuat sistem yang lebih baik, belajar ketika pernah menjadi karyawan.
Namun rasanya agak mustahil, karena tuntutan kondisi yang kadang memaksa pengusaha atau perusahaan menggunakan cara mengakali regulasi. Tidak ada perusahaan atau jarang ada perusahaan yang win-win-solution, perusahaan & karyawan saling mendukung. Jika pun keduanya kompak, regulator itu jadi seperti api dalam sekam. Intinya sampai kiamat, hubungan industrial antara ketiga pihak ini gak akan pernah sinkron, coba saja deh buktikan jika masih hidup di generasi² mendatang.
Itu sih komentar saya perihal aturan Ciptaker soal PHK. Bukan kapasitas untuk menolak, mendukung ya pasti saja, wong aturannya sudah ada, berharap dijalankan saja sih, dimonitor sama regulator, karena percuma saja jika gak ada monitor dari regulatornya, aturan jadi sampah saja.
Walaupun secara keseluruhan saya pesimis melihat pola yang sudah ada selama ini. Jadi, selama menjadi karyawan, bekerjalah yang baik, jangan rugikan siapapun, lebih baik cari aman demi penghasilan mu, karena penghasilan mu itu guna menopang hidup mu dan keluarga mu.
Realistis iya, tapi terlalu realistik bukan suatu yang fantastic saat ini. Catatan saya seperti ini juga bisa dibaca dengan kacamata yang lain lho sama pemberi kerja, ya agak tricky memang. Tapi ya itulah yang terjadi, realistis saja sih.
Balik lagi, lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, itulah yang terjadi di setiap perusahaan yang ada. Ketika karyawan pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk mencari kenyamanan dan kepastian dalam bekerja dan memperoleh penghasilan, serta bisa bangun sama².
Sampai jumpa dipostingan lainnya, saya akan coba bahas lagi masih soal PHK, karena ada pasal lain yang membahas hal sebaliknya, yakni poin² yang memungkinkan perusahaan melakukan PHK, ini sisi lain dari yang dibahas di atas tadi. Bye. -cpr-
0 Komentar
Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6