Main-main di Komplek Klenteng Kwan Sing Bio, Tuban

Klenteng Kwan Sing Bio merupakan tempat ibadah dari penganut keyakinan Tao, setidaknya itu yang tertulis di tujuan di Google Maps. Tempat ini punya area yang cukup luas, ada yang khusus untuk ibadah dan hanya didatangi bagi mereka yang mau ibadah, ada yang bisa dikunjungi semua orang.

Di komplek klenteng ini ada apa saja sih? Koq sampai banyak pengunjungnya. Di sini itu ada spot-spot foto, ala-ala di Shianghai, China daratan, jadi berasa seperti lagi wisata ke negeri China. Di sini ada seperti jembatan naga, palang pintu, rumah ala-ala pecinan dan ornamen khas pecinan, ada naga-naga dan hiasan lampion. Ada pula bangunan besar yang digunakan sebagai tempat penginapan atau pesinggahan ketika ada tamu umat dari daerah lain. Ada pula patung besar di bagian lainnya, kemudian patung Budha Empat Wajah, gua-guaan macan, naga dan spot foto lain.

Di sini saya, @marcell771 dan Mba @yanti.subijanto menghabiskan waktu berfoto, cari spot foto untuk dokumentasi.



Setelah lelah, kami sempat mampir ke warung di dalam komplek, ada yang jual es degan dan bakso. Makan sianglah kita di tempat itu. Saya hanya menikmati sebutir es degan/ kelapa dari buahnya langsung.


Ada hal menggelitik saya di sini. Menyoal toleransi yang saat ini jadi hal "langka" di Indonesia. Seperti yang saya singgung di atas, tempat ini merupakan komplek dari tempat ibadah penganut Tao. Ornamen, patung, hiasan yang ada di sini ya dibuat untuk siapa? Lalu, kenapa di dalam komplek ini ada tempat ibadah agama lain? Masa di dalam area tempat ibadah ada tempat ibadah juga? Sekarang dibalik deh, andaikan di komplek tempat wisata religi kesunanan, yang saya ambil contoh masih di daerah Tuban juga. Mungkin tidak di dalamnya ada klenteng kecil, pura, atau kapel deh. Memungkinkan kah? Just intermesso, untuk menilai setoleransi apakah dirimu.



Sekarang, saya ingin tahu mengenai sejarah tempat ini. Saya coba cari tahu dari berbagai sumber.


Sejarah
Klenteng Kwan Sing Bio, seperti yang saya ungkap di atas merupakan tempat ibadah dari kepercayaan Taoisme, juga umat Budha dan Khonghucu, yang dikenal Tri Dharma. Tempat ibadah ini dipersembahkan kepada Dewa Kwan Kong.

Klenteng ini diperkirakan dibangun tahun 1773. Namun catatan sejarah tertua menuliskan 1871. Dibangun di lahan yang dulunya bekas tambak, dimana banyak kepeting di sana. Itu kenapa, di gerbang klenteng ini ada patung atau ornamen kepiting. Memang betul sih, di pantai pasir hitam di seberang klenteng banyak sekali kepiting kecil membuat sarang/ lubang-lubang di pasir.

Merupakan satu-satunya klenteng di asia tenggara yang langsung menghadap laut. Setidaknya begitu yang tertulis di judul sebuah artikel berita online.


Luas area klenteng ini 4 hingga 5 hektar. Dengan dominan ornamen berwarna merah, kuning, hijau dengan hiasan patung naga.

Siapakah patung besar yang ada di belakang area klenteng? Dia adalah Dewa Kwan Sing Tee Koen. Patung ini punya tinggi 30 meter. Dewa Kwan Sing Tee Koen ini merupakan dewa yang dipuja karena sifat ksatrianya kejujurannya dan setia pada sumpah dan janji, sebagai seorang jendral perang terkenal yang hidup dijaman Sam Kok, tahun 211 sampai 269 Masehi.


Ya begitu saja deh catatan saya habis jalan-jalan ke klenteng ini. Menambah khasanah budaya mengenal dan sedikit tahu tentang tempat religi saudara berkeyakinan lain. Saya belajar dari mereka, bahwa toleransi tak sekedar kata-kata yang terucap, tapi diwujudkan. Saya yakin, belum tentu mereka dan kita, bahkan saya mampu melakukan apa yang umat dan pengurus klenteng ini lakukan sebagai bentuk toleransi antar umat beragama. Tapi dari mereka saya bisa ambil nilai positifnya.

Sampai jumpa dicatatan saya lainnya. Sebuah catatan jalan-jalan umum, tapi menggelitik ketika melihat keberagaman dalam masyarakat, mengelola toleransi dalam tindakan nyata, tak sekedar berucap. -cpr-

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Patung tinggi yang saya lihat beberapa waktu lalu ternyata ambruk lho, untung saya masih sempat punya dokumentasi ketika berkunjung ke sana. Dibawah ini ada link berita bahwa patung yang menelan biaya tidak sedikit ini hanya bertahan beberapa tahun saja, belum lagi katanya patung ini dibangun dengan ijin yang masih prematur:

    https://regional.kompas.com/read/2020/04/17/16195441/dugaan-penyebab-patung-dewa-berukuran-raksasa-di-kelenteng-kwan-sing-bio

    Kedepannya, belum tentu akan ada patung besar yang dibangun lagi di sini, karena dualisme kepengurusan dari tempat ini. Hmm, semoga cepat bisa selesai dan satu suara.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6