Memahami Perbedaan KRL, MRT dan LRT

Sebentar lagi transportasi massal di ibukota akan disemarakan dengan moda transportasi baru yang berbasis rel, adalah MRT dan LRT. Selama ini warga ibukota sudah sangat mengenal KRL atau commuter line atau kereta rel listrik, yang telah beroperasi di wilayah Jakarta sejak tahun 1925.

Sebelum itu kita harus paham dulu singkatan dari moda transportasi terbaru ini dulu. Sudah pada tahu MRT itu apa? MRT merupakan singkatan dari Mass Rapid Transit. Lalu kemudian, LRT itu apa? LRT merupakan singkatan dari Light Rail Transit.


Kalau dibilang sama, ketiga moda berbasis rel itu memang sama-sama digerakan oleh tenaga listrik dan punya jalur ekslusif tersendiri yaitu rel, sehingga memang kelihatan tidak sefleksibel moda transportasi perkotaan lainnya. Rel yang digunakan punya dimensi yang sama diantara ketiganya, yaitu berukuran 1067 milimeter. Ini memudahkan proses integrasi ketiga moda transportasi rel.


Lalu apakah yang menjadi pembeda ketiganya, pasti akan jadi pertanyaan. Anak-anak dalam usia pertumbuhan yang sedang belajar mengenal dan memahami pun pasti memasukan pertanyaan ini dalam perbendaharaan kata-katanya, ketika melihat ketiga 'kereta' ini.

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan alasan pembeda ketiga moda transportasi berbasis rel tersebut. Hal-hal tersebut antara lain:
- Daya angkut
- Penumpang per hari
- Rangkaian
- Perlintasan

Dari beberapa poin tersebut bisa dijadikan pembeda satu sama lain. Untuk lebih jelasnya secara umum perbedaannya bisa dilihat melalui tabel berikut ini:


Infrastruktur MRT di Jakarta sendiri pembangunannya dimulai sejak 10 Oktober 2013, rencananya akan selesai pada Maret 2019 ini, akankah tepat waktu? Itu sebabnya, media sosial sedang diramaikan tentang informasi perbedaan mendasar moda transportasi rel yang baru bagi transportasi Indonesia ini. Operator MRT ini adalah PT Mass Rapid Transit Jakarta.


Infrastruktur LRT di Jakarta sebenarnya dimulai ketika pemerintah daerah saat itu tahun 2013 dimasa kepemimpinan Joko Widodo. Pemda DKI Jakarta mau mengaktifkan plan monorail yang proyeknya terkatung-katung. Pengaktifan monorail ini kembali tersendat, setelah pengembang saat itu menginginkan pembangunan depo di atas Waduk Setiabudi. Sedangkan ada kekhawatiran risiko dampak dari proyek tersebut di atas waduk.


Gubernur DKI selanjutnya oleh Basuki Tjahaja Purnama (BTP) tidak setuju dengan keinginan pembembang karena memang tidak ada rekomendasi dari hasil kajian Kementrian PUPR. Akhirnya, proyek LRT yang dipilih untuk diprioritaskan menggantikan proyek monorail. Alasan lain dipilihnya LRT karena teknologinya dan infrastrukturnya lebih mudah untuk proses intergrasi dengan moda lainnya.

Pembangunan LRT akhirnya bisa dimulai sejak 2 September 2015, groundbreaking sendiri dilakukan 9 September 2015, setelah sebelumnya Presiden Joko Widodo menandatangani dua Perpres berkaitan dengan proyek ini. Perkiraan proyek LRT ini selesai Mei 2019 untuk tahap pertama. Nantinya LRT Jabodebek ini akan dioperatori oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro).

Indonesia sendiri sebenarnya sudah mempunyai LRT di Palembang, yang ketika itu pengerjaan dikebut agar bisa dimanfaatkan pada momen Asian Games 2018 lalu. Di Palembang, LRT punya singkatan Lintas Rel Terpadu, yang dioperasikan oleh PT KAI Divisi Regional III Palembang, tanggal 1 Agustus 2018.

Jalan panjang perlu dilalui untuk kita punya sebuah transportasi massal modern, yang pada akhirnya nanti bisa terintegrasi dengan moda lainnya seperti Transjakarta serta angkutan lainnya, yang mana tujuannya adalah mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di ibukota, harapannya adalah mengurangi kemacetan. Meskipun, dalam prosesnya warga ibukota harus berjibaku dengan kemacetan akibat proyek pembangunannya memakan badan jalan.

Untuk saat ini masing-masing operator tengah melakukan sosialisasi melalui media sosial dan juga pematangan proses integrasi moda transportasi lain di ibukota. Harapannya semua bisa berjalan baik. Meskipun banyak pihak oposisi yang mempermasalahkan proyek-proyek infrastruktur, saya pikir anggaplah suara jangkrik yang tak berpengaruh apa-apa. Yang penting proyek dijalankan dengan prosedur yang baik dan benar.

Setidaknya sudah cukup paham kan perbedaan diantara ketiganya. Mari kita sambut moda tranaportasi baru di ibukota dan kita jaga bersama. Paling penting adalah harga tiketnya yang bersahabat ya, ya minimal kaya Transjakarta lah, atau kaya KRL lah. Jangan mahal-mahal, karena pada akhirnya tidak akan berdampak manfaat bagi masyarakat kecil untuk menikmati sarana transportasi modern.

Ya mudah-mudahan, saya bisa nyobain MRT dan LRT nanti ketika sudah dilaunching secara resmi oleh pihak terkait. Sampai jumpa lagi diinformasi lainnya. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar