Mengenal Fenomena Likuifaksi

Kali ini catatan saya kembali kesoal kekepoan, keingintahuan tentang sesuatu yang bermanfaat. Gempa dan tsunami di Palu memberikan pengetahuan baru tentang fenomena alam, yang terjadi akibat efek pergerakan patahan antar lempeng akibat gempa tektonik.

Kejadian tanah yang bergerak horizontal yang membuat segala sesuatu di atas tanah bergeser, merubuhkan dan mematahkan pepohonan yang tertancap di tanah, serta mengaduk tanah serta mengeluarkan lumpur liat yang seakan-akan menelan apa saja yang ada di atasnya, merupakan fenomena yang mengerikan. Saya yang hanya melihat kejadian melalui rekaman video dibuat takjub (baca: takut), apalagi mereka yang ada di lokasi.

Saya tidak bisa berpikir, jika berada di tengah-tengah kejadian, ketika tidak ada pijakan yang layak untuk diinjak, yang ada malah tanah di sana seperti mau melumat apa saja yang ada di atasnya.

Saya pernah sekali merasakan bagaimana terjebak di lumpur. Begitu sulitnya mengeluarkan diri dari sana. Ketika itu saya salah memprediksi sebuah tanah di kali dekat muara, saya kira tanah itu layak dipijak, soalnya nampak keras, ternyata tidak, satu kaki saya tertelan dan tidak bisa bergerak. Itu kondisi lumpur diam, tidak bergerak, lalu apakah ada cara menyelamatkan diri jika situasinya seperti yang terjadi di Palu? Ketika satu kaki saya terjebak di dalam lumpur, ketika saya bergerak untuk mencoba berpijak dengan kaki lain, saya justru terjebak makin dalam. Dari sini saya bisa membayangkan bagaimana kengerian ketika berada di tengah-tengah kejadian bencana tersebut.

Lalu, fenomena apakah yang terjadi sebenarnya? BNPB sebagai lembaga terkait soal kebencanaan merilis informasi menarik, mengenai fenomena apa yang terjadi.

Likuifaksi (liquefaction) adalah tanah berubah menjadi lumpur seperti cairan dan kehilangan kekuatan. Gempalah yang menyebabkan kekuatan lapisan tanah menghilang. Lapisan tanah yang berpengaruh adalah lapisan batu dan pasir. Hal ini membuat lapisan tanah yang berada di atasnya menjadi seperti tergelincir atau bergerak.

Ilustrasi

Sebagai informasi, tanah atau bumi yang kita pijak ini punya beberapa lapisan. Lapisan bumi kita merupakan lapisan saringan terbaik, karena bisa memberikan air baku yang baik dari air hujan, menyerap melalui pori-pori tanah hingga menjadi air baku, air di dalam tanah. Yang membuat air hujan atau air permukaan itu menjadi air baku yang layak itu karena lapisan tanah ini.

Menurut Wikipedia, lapisan tanah ideal dapat diklasifikasikan sebagai berikut, mudahnya dengan O, A, B, C dan R.


O (Organic)
Lapisan tanah ini merupakan bagian terluar, alias permukaan, lebih mudahnya kita kenal dengan sebutan lapisan humus. Tapi jangan samakan dengan lapisan tanah dengan dedaunan kering di atasnya ya. Merupakan lapisan tanah yang terdiri dari material organik, yang berasal dari material dekomposisi atau pembusukan.

A
Lapisan tanah satu ini berada di bawah lapisan tanah organik tadi. Lapisan tanah ini cenderung lebih gelap. Lapisan tanah ini lebih ringan dan mengandung lebih sedikit tanah liat. Pada lapisan ini banyak terdapat aktivitas biologi, seperti tempat habitat dari organisme tanah seperti cacing tanah, arthropoda, jamur, spesies bakteri.

B
Lapisan tanah ini dikenal sebagai lapisan tanah bawah. Pada lapisan ini terkandung mineral, seperti besi, aluminium, atau material organik lainnya. Lapisan tanah ini cenderung liat.

C
Lapisan tanah satu ini merupakan lapisa. Di bawah lapisan A dan B. Pada lapisan ini terdapat bebatuan yang belum mengalami proses pelapukan.

R
Lapisan R ini merupakan lapisan yang mengalami pelapukan batuan yang kemudian menjadi tanah. Lapisan ini sangat padat dan keras, akan sulit jika menggalinya dengan menggunakan tangan.

Google

Bila sulit memahaminya, mungkin penjelasan di bawah ini lebih mudah dipahami. Jika kita pergi ke daerah pertebingan, hmm, itu lho daerah pegunungan, kita lewati jalan yang kiri kanannya tebing atau lebih mudahnya kalau yang sudah pernah ke GWK atau ke daerah Tebing Koja, di sana kan kita bisa lihat potongan tebing, nah dari potongan tebing itu kita bisa lihat sedimen-sedimen tanah. Nampak seperti kue lapis, itulah gambaran sederhana lapisan tanah.

Google

Lapisan Tanah Atas
Lapisan ini berada hingga kedalaman 30 cm, istilahnya top soil. Lapisan ini kaya akan material organik, atau kita kenal humus. Cirinya warnanya cenderung gelap, relatif gembur dan relatif banyak mikroorganisme hidup di sini.

Lapisan Tanah Tengah
Lapisan ini berada di bawah lapisan tanah atas, sekitar 50 cm hingga 1 meter. Lapisan tanah dibagian ini relatif lebih padat, merupakan rembesan atau bawaan air dari material yang ada di lapisan tanah atasnya. Berwarna lebih cerah dibandingkan lapisan tanah di atasnya. Sering disebut tanah liat.

Lapisan Tanah Bawah
Lapisan ini mengandung lapisan bebatuan yang tengah melapuk dan campuran endapan dari tanah yang ada di atasnya. Meski begitu, masih ada pula lapisan batuan yang belum lapuk seutuhnya. Pada lapisan ini umumnya akar-akar tanaman atau pepohonan sulit untuk menembusnya, karena tadi cenderung padat.

Lapisan Batuan Induk
Lapisan ini merupakan lapisan terdalam, terdiri dari batuan-batuan padat. Jenis batuannya akan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan inilah yang menyebabkan karakter tanah di suatu tempat dan tempat lain berbeda.


Fenomena likuifaksi di Indonesia sendiri bukan hal yang baru, hanya saja yang terjadi di Petobo, Kota Palu dan Jono Oge, Kabupaten Sigi itu merupakan yang terbesar sepanjang sejarah yang pernah terekam. Kejadian sebelumnya terjadi tahun 1992.

Gempa di Lombok beberapa waktu lalu pun terjadi lukuifaksi hanya skalanya kecil. Jadi sebenarnya fenomena likuifaksi itu tidak asing, hanya mungkin istilahnya lebih tenar setelah likuifaksi dengan skala lebih besar muncul ditahun 2018 ini.

Pada awalnya saya bingung, dari mana lumpur-lumpur yang ada itu, ternyata selain keluar dari dalam tanah, lumpur-lumpur itu datang dari tanggul yang jebol di sisi lainnya, bagian timur Kelurahan Petobo. Untuk lumpur yang keluar dari dalam tanah itu akibat bercampurnya air dan tanah akibat tidak kuatnya tanah menahan tekanan di atasnya, karena kekuatan tanah bekurang akibat guncangan gempa, alhasil air dan tanah yang ada di lapisan bawah tanah melesak keluar, situasi ini membuat bangunan di atasnya nampak ambles dan bergeser.

Jauh sebelum di Indonesia, fenomena seperti ini diluar negeri pernah terjadi pada tahun 1964 setelah gempa bumi di Niigata, Jepang. Kemudian masih ditahun yang sama terjadi pula di Alaska. Kemudian ada pula ditahun 1989 setelah gempa bumi Loma Prieta tepatnya di distrik Marina San Fransisco. Kemudian di Pelabuhan Kobe, Jepang ditahun 1995 setelah gempa bumi  Hanshin. Kemudian lagi terjadi di kota satelit Christchrurch setelah gempa bumi Canterbury tahun 2010.


Sungguh mengerikan jika saya lagi dan lagi mencoba membayangkan situasinya saat itu. Bahkan saya juga jadi agak parno, dengan tanah yang saya pijak, akankah suatu waktu bisa saja terjadi demikian. Tidak ada yang bisa memprediksinya. Namun saya yakin, lembaga terkait mampu memetakan potensi-potensi yang mungkin terjadi.

Untuk itu, kita wajib banyak membaca informasi yang dikeluarkan BNPB, LIPI atau lembaga terkait lainnya yang konsen memantau hal-hal ilmiah dan fenomena alam seperti ini atau yang lainnya.

Kita harus jadi warga yang tanggap bencana, bukan tanggap pada kabar hoax, pastikan informasi apapun yang dibaca. Belajar untuk menggali informasi dari banyak sumber untuk memperoleh informasi yang tepat. Catatan ini saya himpun dari beberapa informasi yang saya peroleh, hasil searching di Google, sebagai catatan pribadi saya. -cpr- 

Posting Komentar

0 Komentar