Sebuah Catatan Ketikan Jari Si Pejalan Kaki

Umumnya kebiasaan yang berlaku di Indonesia adalah berjalan atau berkendara menggunakan lajur kiri. Sehingga, untuk kendaraan bermotor, bermobil, sepeda dll semuanyanya menggunakan jalur sebelah kiri.

Jika yang dilakukan sebaliknya, kita mengenalnya dengan lawan arus atau contra flow yang sering kita lihat di jalanan sekarang ini, banyak pengguna jalan terutama kendaraan bermotor (motor) melakukan itu. Padahal itu jelas melanggar aturan yang disepakati bersama.

Bagi pejalan kaki, idealnya di sisi kiri kanan badan jalan disediakan trotoar atau pedestrian, di sanalah hak pejalan kaki sebagai pengguna jalan juga diakomodir.

Bagi pejalan kaki sebenarnya tidak ada aturan, harus berjalan di kiri atau kanan jalan, pejalan kaki cenderung bebas, mereka punya hak lebih, atau lebih tepatnya mendapatkan prioritas. Asal, menurut saya masih sesuai koridornya. Dalam arti, tidak berjalan seenaknya ditengah jalan tanpa alasan jelas dan sesuka hatinya. Itu jelas bisa membahayakan pengguna jalan lain bahkan dirinya sendiri. Pada dasarnya, setiap pengguna jalan selayak dan sesadarnya mematuhi hak dan kewajibannya dan aturan yang berlaku.

Jika ada JPO di perlintasan, gunakanlah. Kalau tidak ada, ada zebra cross pergunakanlah. Jika tidak ada, perhatikan kanan-kiri jalan ketika menyebrang jalan, berikan aba-aba atau tanda yang santun, demi menghormati sesama pengguna jalan.

Jika ada trotoar atau pedestrian, gunakanlah fasilitas tersebut untuk berjalan. Jangan gunakan badan jalan untuk berjalan meski di sisi paling pinggir sekalipun, jika memang masih ada luas space di trotoar atau pedestrian. Kecuali trotoar atau pedestrian yang tersedia terhambat halangan tertentu.

Sebenarnya simple menjadi pejalan kaki yang baik dan benar, asal memahami hak dan kewajibannya sebagai pengguna jalan dan memahami aturan berlaku serta saling menghormati hak dan kewajiban pengguna jalan lain, itu sudah cukup menjadi agen tertib berlalu lintas.

Bagi kota besar, penyediaan fasilitas pejalan kaki sudah diutamakan. Meski terkadang pembangunannya hanya asal saja, tanpa kajian matang soal psikologis pejalan kaki itu sendiri. Itu kenapa, terkadang ada trotoar yang tidak digunakan, malah justru memilih badan jalan untuk berjalan. Dengan alasan, trotoar terlalu tinggi, bergelombang, tidak rata, licin dll. Akhirnya badan jalan dipakai untuk berjalan, sehingga mengganggu kendaraan bermotor.

Bagi jalanan yang tersedia fasilitas trotoar tentunya tidak jadi masalah bagi pejalan kaki. Nah, kalau jalanan tanpa trotoar inilah yang jadi PR bagi pejalan kaki. Karena resiko terserempet atau diserempet pengguna kendaraan bermotor jadi tinggi.

Umumnya, pejalan kaki memilih sisi kiri untuk berjalan, karena kebiasaan menggunakan sisi kiri. Tapi jika memilih sisi ini, resiko terserempet lebih tinggi, karena kita berjalan searah arus kendaraan. Meskipun kita sudah berjalan di sisi paling kiri. Jalan yang tanpa trotoar, umunya sisi paling kiri adalah parit, kalau terlalu kiri ya bisa jeblos juga. Kita pejalan kaki tidak punya spion untuk memantau kendaraan di belakang, bantuannya hanya insting dari pendengaran hang terkadang dibuat salah dengan suara bising kendaraan yang tidak standar.

Oleh karena itu, saya sih menyarankan, bagi pejalan kaki tanpa trotoar, berjalanlah di sisi sebelah kanan. Memang contraflow dengan kendaraan di sisi kanan, tapi itu jauh lebih baik, karena fokus kita ke depan, jadi bisa menghindar, reflek kita jauh lebih baik. Meski begitu, tetaplah gunakan sisi paling terpinggir yang bisa dilalui. Resiko kriminalitas jambret bisa diminimalisir, karena si penjambret harus melawan arus jika mau rampas barang dari belakang. Kalau pun dari arah depan, jika kita fokus, pasti bisa mengelak saat pelaku melancarkan aksi.

Ilustrasi

Harapannya sih semua jalanan diberikan akses pejalan kaki, bahkan termasuk jalan kecil sekalipun, dengan lalu lintas yang cukup ramai. Buatlah trotoar dengan baik, dikaji dan jangan asal buat sekedar formalitas. Jangan seperti trotoar di kawasan Sudirman, trotoar dipisah dengan taman berumput. Sedangkan di sana ada spot naik turun bus. Tapi pejalan kaki tidak disediakan ramp khusus. Akhirnya kan pejalan kaki jadi bingung mau naik dan turun bus. Ya itulah, kerjaan 'gabener' dan 'wagabener' yang suka klaim prestasi orang, giliran salah ngeles. Tahukan siapa orangnya?

Ya begitulah catatan kaki pejalan kaki, yang setiap hari melangkahkan kakinya 8K - 10K langkah dari dan menuju tempat tujuannya. Salam melangkah. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar