Mental Kerja Aparatur Sipil Indonesia Payah

Permasalahan kinerja dalam pelayanan pegawai negeri sipil di Indonesia merupakan jadi masalah yang sampai saat ini belum terpecahkan, maklum karena berhubungan dengan mental pekerja ASN secara umum.

Bahkan sampai Presiden Jokowi mencanangkan revolusi mental, belum bisa merubah kebiasaan buruk dari para ASN kita.

Permasalahan ini akan sangat terasa di bidang pelayanan publik. Saya saja yang setidaknya lebih banyak tahu (baca: bukan sok tahu) tentang akses informasi prosedur bagaimana menghadapi pelayanan publik saja masih dibuat gagal paham, apalagi mereka yang tidak tahu apa-apa seperti masyarakat biasa, sudah pasti mereka akan langsung menganggap dipersulit.

Seperti hari ini saya dibuat repot mencari tahu informasi seputar prosedur bagaimana proses mentera timbangan. Seperti yang saya tahu, bahwa sebagai produsen atau pedagang, yang menjual sesuatu yang mencantumkan massa atau berat. Tera ini diperlukan sebagai legalisasi bahwa ukuran timbangan yang diukur sudah sesuai dengan massa atau berat sesungguhnya, jadi ada jaminan bagi konsumen akhir. Semua ini ada regulasi yang mengaturnya, dan tanggung jawab untuk hal ini diserahkan ke Dinas Perdagangan dan Perindustrian di kabupaten/ kota seluruh Indonesia. Meskipun tidak semua kabupaten/ kota yang mampu melakukannya karena keterbatasan alat atau kemampuan dari petugas yang melakukan tera.

Saat ini saya sedang membutuhkan untuk men-tera beberapa timbangan milik kantor dimana saya bekerja, ada beberapa timbangan kelas I dan kelas II dan kelas III.

Timbangan yang ada dibagi beberapa kelas atas dasar kesensitifitasnya. Tarif retribusi untuk tera ini pun berbeda-beda untuk masing-masing kelas tersebut.

Nah, saya membutuhkan informasi harus kemana untuk men-tera timbangan-timbangan ini? Saya mulai mencari tahu dengan membaca informasi di Google, beberapa dinas terkait coba saya hubungi. Karena domisili dimana perusahaan saya bekerja ada di wilayah Kabupaten Pasuruan, saya mulai coba hubungi dinas terkait di sana.

Namun apa daya, nomor telepon yang dicantumkan di website mereka itu aktif namun tidak punya petugas penerima telepon/ repsisionis seperti yang ada di perusahaan-perusahaan swasta, berkali-kali saya hubungi tidak ada yang mengangkat. Akhirnya saya coba telepon ke dinas terkait di Kota Pasuruan, hingga Malang, sampai Surabaya, namun hasilnya tetap sama. Saya bilang, gila!!! Ini instansi pemerintah kerjanya apa!!! Ada satu dinas yang saya hubungi di nomor CS menjawab, dan ketika saya tanyakan soal prosedur tera timbangan dan dinas apa yang berkaitan dengan hal ini, si CS hanya plonga-plongo tidak bisa menjawab. Luar biasa bobrok instansi pemerintah Indonesia ya.

Entahlah, bagaimana Jokowi membenahi ini semua, karena permasalahan ini sudah menyangkut mental kerja dari individu-individu ASN. Harapannya sih kedepan bisa ada perubahan ke arah yang lebih baik.

Catatan ini merupakan hasil kekecewaan sih lebih tepatnya dan menunjukan bahwa ASN Indonesia ternyata masih belum berubah membenahi pelayanan publiknya, mungkin hanya kota besar saja yang dipimpin oleh kepala daerah dan kepala dinas yang bekerja untuk masyarakat, sisanya ASN bekerja seenak udele alias magabut. Ya semoga kedepanya ada perubahan, sekian dulu catatan saya ini.cpr

Posting Komentar

0 Komentar