Menapak Jalan Menuju Katedral Jakarta

Sudah cukup lama saya mondar-mandir di ibukota, tapi saya belum pernah menginjakan kaki ke Katedral Jakarta, yang jadi ikon Keuskupan Agung Jakarta.

Sebenarnya beberapa kali melintas di depannya tapi belum ada kesempatan untuk ke sana. Penasaran muncul ketika Katedral Jakarta melalui panitia Perayaan Natal 2017 melakukan kebijakan daftar online untuk umat yang akan misa Vigili Natal dan Natal 2017 ini. Alasannya mengatur ketertiban jalannya perayaan sejak awal hingga akhir. Mengingat kapasitas gereja yang terbatas.


Hari ini saya coba ah menapak jalan ke sana, sekalian misa adven keempat di sana. Maklum, adven tahun ini mepet dengan perayaan Vigili Natal. Karena minggu ini, ke gereja dua kali di minggu pagi untuk perayaan adven keempat dan malamnya kita akan merayakan Vigili Natal.

Istilah 'vigili' saya pakai mengikuti sebutan yang ditampilkan di papan pengumuman jadwal misa di Paroki Santo Paulus, Kota Depok.



Turun dari Halte Monas, saya lanjutkan berjalan kaki menyusuri pedestrian/ trotoar di sekitar kawasan Monas. Lalu lintas jalanan Sabtu menjelang sore ini cukup ramai, halte dan bus transjakarta pun nampak penuh penumpang, beberapa bus wisata tingkat pun tampak ramai mengangkut wisatawan lokal.




Iseng sambil melangkah, capture beberapa gambar untuk dokumentasi. Jalan-jalan di sekitar wilayah ini dihiasi pemandangan gedung perkantoran pemerintah, ada RRI, kantor Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, sempat juga saya melintas di depan Istana Negara, kemudian ada kantor Makhamah Agung yang berdampingan dengan kantor Kementrian Dalam Negeri.



Selangkah demi selangkah, lama-lama haus juga, namun sayang saya tidak membawa bekal air. Tadi di dekat Halte Monas ada pedagang asongan yang menjual, tak terpikir membeli, saya pikir ah suasana tidak panas, kuatlah sampai tujuan. Sayangnya tidak begitu, sembari duduk menunggu waktu misa, rasa haus mulai terasa.


Beruntung siang menjelang sore ini suasananya mendung, ditambah angin sepoi-sepoi, jadi buat PW (posisi wuenak), sambil duduk di kursi taman di bawah pohon seberang Kemendagri. Di sini tidak banyak pemandangan yang bisa saya amati, kecuali lalu-lalang kendaraan dan orang satu-dua melintas (ada yang berkelompok muda-mudi, ada yang berpasangan, dan berkeluarga).



Satu jam lebih saya duduk menunggu waktu, tak terasa bosan, hanya rasa lapar dan haus saja menganggu sembari saya membuat postingan ini.

...





Akhirnya tiba waktu untuk melanjutkan perjalanan menuju Katedral. Selangkah demi selangkah, meski jalan kaki saya tetap dibuat bingung dengan arah Katedral dimana. Sempat menggunakan Google Maps namun tidak banyak membantu. Setau saya posisi Katedral itu kan di depan Istiqlal, tapi berhubung masjid agung satu ini besar, untuk mencari depannya harus memutar. Dan akhirnya saya menemukan Katedral. Tampak pengamanan brimob lengkap di seberang Katedral untuk perayaan natal tahun ini.

Lanjut saya masuk ke halaman Katedral. Nampak panitia sedang bersiap, penyediaan kursi tambahan di halaman gereja, tenda juga sudah terpasang. Kursi disediakan bagi umat yang tidak kebagian slot daftar online yang dibuka beberapa hari sebelumnya.


Awalnya saya pikir, bakal ada pemeriksaan khusus, soalnya saya datang membawa tas besar. Tapi tidak ada pemeriksaan di pintu masuk, semua nampak alami biasa saja. Mungkin lain dengan esok malam. Ternyata, saya banyak temui umat dan tamu wisatawan asing yang juga membawa ransel besar, saya pikir saya ada temannya nih. Soalnya malu juga kalau harus bongkar isi tas, karena di dalamnya berisi perabotan mudik.


Saya kira Katedral adalah gereja yang besar, namun ternyata hanya namanya, gereja ini ternyata kecil dalam arti dalam hal kapasitas menampung umat. Umat besar ini karena juga bisa jadi tambahan dari umat-umat paroki lain, maklum saja Katedral merupakan destinasi wisata rohani, karena Katedral saya akui merupakan bangunan tua dengan arsitektur bergaya eropa. Tapi, yang saya pikir di atas soal nama katedral diukur dari luas atau besarnya adalah salah. Penamaan katedral adalah karena di dalamnya terdapat tahta bapa Uskup, yang disebut cathedra, artinya Tahta Uskup.


Komentar pertama saya masuk ke dalam gereja adalah luar biasa, saya serasa berada di Eropa, aksen kayu cukup kental, disamping bangku gerejanya. Langit-langit gereja sepertinya terbuat dari kayu, kemudian mimbar unik yang saya tidak tahu digunakan untuk apa. Ornamen-ornamen patungnya seperti dibuat dari kayu, berbentuk menara-menara kastil dengan ditambah patung kayu orang-orang suci.




Saya termasuk yang aneh, tidak melihat patung salib besar di altar. Biasanya, ketika pergi ke gereja Katolik di mana aja, selalu melihat patung salib besar di altar utama. Di sini tidak ada. Yang ada adalah seperti lemari besar, tahta tabernakel. Lemari ini seperti bentuk kastil dengan ujung menara tinggi dan beberapa menara lancip. Dihiasi dengan ornamen/ patung orang suci. Entah dinamai apa 'lemari' tahta tabernakel ini.

Saya melihat ada dua lagi, yaitu di sisi kiri dan kanan. Di kiri, di tengahnya ada patung Bunda Maria menggendong Yesus dan di kanan mungkin Santo Yusuf. Altar seperti ini sering saya lihat difilm hollywood, di gereja-gereja Kristen tertentu di Amerika, punya motif altar seperti ini. Di salah satu sudut gereja nampak juga sebuah alat musik orgel tua, entah apakah masih bisa berfungsi jika digunakan.

Ada hal lain yang buat saya aneh di sini. Yaitu musik koornya agak aneh, saya seperti berada di perayaan ibadat gereja Kristen, dengan musik bergenre pop rohani. Berbeda sekali dengan gereja Katolik kebanyakan yang lebih banyak menggunakan pilihan lagu dari buku puji syukur atau madah bakti atau lagu lain yang genrenya Katolik banget lah feelnya. Mungkin, kesan aneh karena organ pengiringnya tidak menggunakan satu nada organis, tapi dicampur dengan musik ibarat band. Pokoknya seperti ibadah kebaktian Kristen deh. Tapi sepertinya sudah jadi kebiasaan di sini, soalnya umat ada yang apal dan terbiasa.

Gereja ini punya nama yaitu Gereja Katolik Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga. Gereja ini diresmikan tahun 1901, berasitektur neo-gotik dari Eropa. Pemberkatannya pada 22 April 1901.

Gereja yang kita kenal itu ternyata bukanlah gedung gereja yang asli dibangun di tempat itu. Karena gereja yang pertama di Batavia dulu, yang asli diresmikan pada Februari 1810 di lokasi yang berbeda dengan sekarang. Pada 27 Juli 1826 gereja tersebut terbakar, bersama dengan 180 rumah penduduk di sekitarnya.

Kemudian pada sejarahnya, gedung gereja yang minim perawatan pada 31 Mei 1890 gereja pun sempat roboh. Untuk lebih paham sejarahnya, Wikipedia dengan senang hati membantu menjelaskannya.

Tidak banyak yang bisa saya capture di sini, karena setelah misa sore pertama, ada misa kedua, jadi tidak banyak yang bisa saya lakukan untuk mengambil dokumentasi bagus di sini. Di halaman gereja saya sempat menemukan kandang domba tempat bayi Yesus di tempatkan, ada pula pohon natal yang ditemani lambang Garuda Pancasila. Lambang asas yang diakui di Indonesia, sama seperti yang orang Katolik anut, 100% Katolik, 100% Indonesia, karena Indonesia ya Pancasila.



Waktu saya pun tidak banyak, saya pun harus mengakhiri menapaki jejak ke Katedral dengan keberangkatan menuju Cirebon.

Dari Katedral saya melanjutkan jalan kaki menuju Stasiun Gambir untuk menuju Cirebon. Kaki hingga pangkal kaki kiri saya sepertinya mengalami masalah, jadi cukup sakit jika diajak melangkah, apalagi naik tangga JPO dan menyebrang jalan dengan berjalan cepat. Tapi akhirnya saya berhasil sampai ke Gambir.

Sekian dulu catatan perjalanan saya, menapaki jalan menuju Katedral Jakarta, lain waktu mungkin bisa disambung lagi dengan kisah berbeda. Perjalanan saya hari ini saya tutup dengan #klaksonkereta #tooottttt, selamat bersiap-siap perayaan Natal. Gbu.cpr

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Minggu kmrn, jam segini lg d kereta plg Crb, skr lg d kmr menuju ngntuk 🤔, waktu berlalu cpt sx.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6