Perluasan Akses Pejalan Kaki di Sisa Masa Jabatan

Lagi-lagi, jalanan macet karena proyek galian di sisi kanan kiri jalan, bagi pengguna jalan yang bermotor situasi ini sangat mengganggu, karena otomatis proyek tersebut memakan badan jalan yang ada. Kita tahu, jalanan di ibukota terbatas, sedangkan kendaraan makin banyak apalagi dijam sibuk, ketika space jalan berkurang, sudah pasti akan menciptakan kemacetan.

Tapi kalau dipikir jernih, proyek yang dibuat itu untuk meningkatkan aksesbilitas pengguna jalan untuk beralih menggunakan moda lain, angkutan umum atau kendaraan non emisi. Untuk itu, pemerintah daerah mencoba memberikan akses tersebut agar memperoleh kenyamanan. Akses itu diberikan untuk pejalan kaki utamanya.

Pemerintah DKI Jakarta sejak masanya Jokowi, lanjut ke Ahok dan Djarot sangat perhatian akan hal ini. Proyek-proyek di ibukota memang cenderung mendadani bidang infrastruktur. Meski pada awalnya adalah penanganan masalah banjir yaitu penataan drainase. Tapi, daripada proyek mubajir hanya penanganan satu dua hal, pemerintah daerah menambahkan penataan pedestrian alias trotoar, memperluasnya supaya aksesbilitas pejalan kaki menjadi lebih baik. Luas pedestrian yang sudah ada ditambah, bahkan sampai-sampai mengurangi jatah penggunaan jalan bagi pengguna kendaraan bermotor, seperti yang sudah terjadi di kawasan Barito (pasar burung).

Kemudian, akan dilakukan hal yang sama di Jalan Jendral Soedirman, di sana akan diperluas akses pejalan kaki dengan menutup jalur lambat. Untuk itu, efeknya adalah kendaraan roda dua dilarang/ dibatasi melintas di sana. Kebijakan ini pasti punya dampak tersendiri bagi pengguna jalan lainnya, terutama pengguna kendaraan bermotor roda dua.


Proyek penambahan pedestrian ini tidak hanya dilakukan di jalan-jalan protokol utama, tapi juga di jalan yang relatif sepi, yang hanya digunakan sebagai jalan pintas. Seperti yang proyeknya sedang berlangsung di jalan belakang Kantor Walikota Jakarta Selatan.

Proyek pedestrian ini juga mengadakan yang belum ada, contohnya seperti yang terjadi di sepanjang jalan  Lenteng Agung, menjelang Stasiun Lenteng Agung. Dulu ada sisa badan jalan yang tak teraspal bekas gusuran lahan di sisi jalur kereta api. Lahan ini sering dipakai pengguna kendaraan bermotor terutama motor untuk jalan pintas menghindari macet di badan jalan utama, atau jadi tempat parkir mobil. Tapi kini, sisa jalan di sisi jalan utama akan dibatasi sparator trotoar. Tak hanya itu, pemerintah daerah DKI Jakarta akan memberikan taman di sana. Sepertinya akan nampak bagus ke depannya. Yang pastinya lagi, kemacetan di sana tidak akan hilang juga sih.


Ya mudah-mudahan, dengan semakin banyaknya akses pejalan kaki, makin banyak orang yang berjalan kaki, dan mengurangi menggunakan kendaraan pribadi.

Kalau buat saya pribadi, memang senang sih, jadi kalau jalan kaki lebih aman. Tapi ya, ya kalau bisa sih dibuat rindang, jadi kalau siang-siang, jalan kaki tidak kepanasan. Soalnya, mau dibuat trotoar sebanyak apapun, kalau siang hari bolong di sana tidak nyaman, alias panas terik, siapa juga yang mau jalan. Pasti lebih memilih naik kendaraan pribadi.

Proyek yang dilakukan pemerintah DKI tidak melelulu menggunakan dana APBD, tapi ada juga yang dibiayai dana CSR swasta. Seperti proyek trotoar di Barito (pasar burung), dibiayai CSR dari salah satu merk semen. Masih banyak lagi proyek lain di wilayah lain di DKI Jakarta dalam rangka penataan ruang pejalan kaki ini. Jadi, buat pengguna kendaraan bermotor, harap maklum saja ya apabila ada macet-macet efek dari proyek ini. Sama, kalau sudah jadi, jangan dipakai buat melintas atau parkir ya. Karena bukan peruntukannya, manfaatkan lah jalan yang ada, meski makin hari spacenya akan makin berkurang seiring perkembangan jaman. Dan mudah-mudahan, pemerintah DKI Jakarta selanjutnya mampu merawatnya dengan baik. Tidak sekedar buka proyek tapi tidak jelas peruntukannya dan hanya cari untung bagi-bagi APBD saja. Mari kita buktikan sama-sama, dilima tahun after Oktober 2017.cpr.

Posting Komentar

0 Komentar