Nostalgia Gadget yang Pernah Saya Pakai

Mengamati jaman sekarang, perkembangan teknologi komunikasi disektor gadgetnya sangat pesat sekali. Hampir dalam setahun ada beragam model ponsel pintar rilis, dari berbagai macam pabrikan. Yups, sekarang sudah jaman ponsel pintar, alias smartphone. Berbeda dengan jaman dulu, mungkin dulu namanya ponsel 'bego'. Baru kemarin, Xiaomi meluncurkan flagship mereka, Xiaomi MiA1, ponsel kerjasama antara Xiaomi dan Google. Belum lagi diakhir bulan ini, Vivo juga akan merilis ponsel pintar terbaru mereka. Jadi, jaman sekarang kalau ngikutin kemajuan, pasti tidak ada puasnya.

Apalagi kalau liat generasi milenial sekarang ini, masih SMP gadget yang mereka pakai itu sudah model terbaru. Bahkan, anak SD pun sudah dibekali ponsel pintar, yang belum tentu pintar dalam menggunakannya. Berbeda jaman saya dulu, saya baru mulai pegang ponsel itu awal masuk SMA, itu pun ponsel lungsuran keluarga, eks pakai ayah saya waktu itu.

Melihat perkembangan gadget telekomunikasi, dari jaman pager, lanjut ke ponsel bergaya 'pisang', ponsel monokrom, lanjut ponsel polyponic, lanjut ke ponsel-ponsel truetone dengan layar lebih besar dengan sistem operasi lebih kompleks. Saat itu memang sudah berkembang pula ponsel pintar, dengan model PDA, namun hanya pengusaha dan orang penting saja yang menggunakan. Akhirnya masuk ke era ponsel pintar dengan harga terjangkau. Namun sebelum era itu, masih ada era ponsel dengan harga terjangkau yaitu serbuan ponsel-ponsel China dengan skema keyboard qwerty. Nah baru setelah itu, era ponsel China tumbang, lahirlah ponsel pintar dengan basis android. Kelebihannya, kini ponsel pintar dibuat murah sehingga tidak lagi dibatasi kepemilikannya oleh orang kalangan atas saja. Sampai akhirnya sekarang ini, ponsel pintar berlayar lebar dan serba full touchscreen. Malah sekarang ada yang sudah layar curve dan less bezel (tanpa bingkai). Dengan waktu yang relatif cepat, kemajuan teknologi gadget komunikasi berkembang sangat pesat.

Nah, melihat perbedaan jaman generasi saya dulu dengan generasi mileneal sekarang, saya jadi ingin nostalgia ponsel yang pernah saya pakai sejak saya mulai mengenal telepon seluler. Meski fisik ponselnya sudah tidak tahu kemana, tapi saya masih ingat tipenya dan dengan bantuan Google, saya akan dibawa kembali melihat ponsel saya dulu itu.

Siemens C35
Inilah hape pertama saya, lungsuran dari ibu saya. Waktu itu ibu saya dapat lungsuran hape yang lebih baru, masih merk yang sama, Siemens C45. Ponsel C35 bentuknya mungil, dengan layar LCD yang terbatas. Tidak lama juga saya pakai ponsel ini.

Siemens C35
https://www.pinterest.com/pin/494481234057862009/


Sony Erikson T10S
Sempat juga saya pegang ponsel ini, lungsuran dari ayah saya. Namun karena kesulitan masalah baterai dan layarnya yang terlalu kecil, saya tidak begitu lama pakai ponsel ini. Langsung saya lanjut ke Siemens C35 saja.

SE T10S
https://www.pinterest.com/argee1701/my-mobile-phone-evolution/


Siemens C45
Karena waktu itu ibu saya dapat ponsel barunya, saya akhirnya dapat warisan ponselnya, Siemens C45. Tidak jauh beda sih dengan C35, fiturnya pun tidak banyak berbeda.
Siemens C45
http://mobilemodels.net/siemens-c45/

Nokia 2100
Pada masa saya, memang Siemens dan Erikson masih jadi merk ternama saat itu. Saat itu, Nokia juga jadi merk ponsel yang tak kalah laris di kalangan anak muda saat itu. Dibandingkan Siemens dan Erikson lebih dikenal ponsel orang tua. Saya pun akhirnya punya keinginan punya yang namanya Nokia, akhirnya saya mendapatkan ponsel baru pertama saya dari ayah atas reward sebuah prestasi yang saya buat. Yups, Nokia 2100 terbaru, masih tersegel dalam dusnya lengkap. Kalau tidak salah saya masih menyimpan dusnya. Berbeda dengan ponsel sebelumnya yang adalah warisan.

Nokia 2100
http://mynokiablog.com/2011/12/19/share-with-us-thoughts-on-nokia-phones-build-quality/nokia-2100/


Nokia 3310 dan 3315
Masuk ke bangku perkuliahan, saya masih sempat bertahan cukup lama dengan Nokia 2100. Di bangku kuliah ada rasa penasaran terhadap ponsel Nokia lainnya, saya sempat punya Nokia 3310 dan 3315, ponsel sejuta umat kala itu. Pokonya, tidak ada orang yang melewatkan ponsel ini. Memang terbilang terlambat sih, 3310 dan 3315 itu sudah lebih dulu booming di masa saya SMP akhir dan SMA.

Nokia 3310
http://gadgets.ndtv.com/nokia-3310-3996

Nokia 3315
https://alkeansplaceonlineshop.easy.co/products/nokia-3315

Nokia 3230
Menjelang masa akhir perkuliahan, masanya adalah ponsel Nokia dengan operating sistem lebih kompleks, yaitu OS Symbian. Nah, masa itu ponsel sudah mengarah ke arah ponsel cerdas. Karena sistem operasinya sudah lumayan kompleks dan kita bisa melakukan customize terhadap OS yang kita gunakan tersebut. Saya sendiri mencoba menabung uang bulanan saya untuk memboyong ponsel Nokia 3230 ini. Dan saya kepincut beli karena artis cilik idola saya Guta Gutawa pakai ponsel ini difilm FTV. Ponsel pertama yang saya beli, dengan harga saat itu 1700K, cukup mahal untuk di masa itu.
Nokia 3230
http://www.trustedreviews.com/reviews/nokia-3230-mobile-phone

Blackberry 8210 Gemini
Nah saat masa kemunduran Nokia, masa ya saat itu mulai digantikan pabrikan Blackberry. Saat itu, hampir semua orang pakai Blackberry, tidak ada yang tidak tahu ponsel pintar asal Kanada ini. Blackberry punya platform sendiri yang mana dijamin dari sisi kemanannya, karena semuanya menginduk ke server Blackberry sendiri. Saya sendiri mulai memakai ponsel ini sejak berada di Jakarta, karena hampir semua orang pakai ponsel pintar ini, saat itu saya hanya mampu beli ponsel KW dari Blackberry ala-ala ponsel qwerty. Karena ponsel China yang menyerbu pasar Indonesia saat itu karena ingin meniru keypad qwerty ala Blackberry. BB 8210 merupakan versi yang paling umum banyak dipakai orang, karena modelnya dan harganya yang relatif lebih murah. Saya boyong ponsel ini dengan cara mencicil dari teman saya, harganya saat itu 1900K.


Nexian NX-G381i
Sebelum saya pakai Blackberry 8210, saya hanya mampu punya posel qwerty China. Pilihan jatuh ke Nexian, karena harganya yang murah, ya sekedar bisa bergaya punya ponsel berkeyboard. Masa keemasan ponsel dengan keyboard konvensional mulai tergusur dengan masuknya ponsel dengan tombol qwerty. Ponsel asal China inilah yang awal memperkenalkan dual sim dalam satu ponsel. Kelebihan ini yang tidak dimiliki Blackberry saat itu. Sehingga inilah yang jadi daya tarik serbuan ponsel asal China ini. Saat itu, booming sekali berbagai merk asal negeri tirai bambu masuk ke Indonesia. Meski pada akhirnya, kini tidak ada lagi gaungnya. Tapi, jasanya membuat sistem dual sim tetap dipertahankan di industri ponsel masa berikutnya.


Esia Huawei C2807
Terus dimasa yang sama, ponsel berjaringan CDMA pun berkembang. Saat itu Esia dan Smartfren jadi ISP penyedia layanan CDMA. Saya sempat punya ponsel jenis ini. Esia Ngobrol, karena ditawarkan bundling, promo bebas ngobrol. Memang sih, fitur kelebihannya hanya untuk sms dan telepon saja. Namun perkembangannya waktu, Esia tutup usaha dan akhirnya jaringannya clossed ponselnya jadi zombi deh.

Samsung G-Chat
Waktu itu pamor Blackberry mulailah redup, mulai muncul serbuan ponsel berlayar lebar tanpa tombol fisik. Layarnya mulai melebar dari inchi kecil hingga keukuran inchi lebih besar 5". Kala itu, saya hanya mampu membeli Samsung Galaxy Chat dengan second, lego dari situs jual beli barang bekas, OLX. Saat itu saya termasuk yang belum move on dari teknologi keyboard fisik. Akhirnya saya coba memilih ponsel dengan kemampuan touch screen dan keyboard fisik, sekalian pembelajaran untuk beralih. Galaxy Chat dari Samsung jadi pilihan saya. Tapi lama-lama, ponsel pintar yang saya pakai ini performanya tidak mumpuni, maklum saja RAM nya hanya 512. Akhirnya saya coba mencari ponsel pintar lain untuk upgrade.

Samsung G-Chat
http://www.gsmarena.com/samsung_galaxy_chat_b5330-pictures-4866.php


Andromax U
Jaringan CDMA melalui Esia saat itu sudah tumbang, ISP penyedia layanan CDMA yang masih tersedia adalah Smartfren. Saat itu Smartfren kerjasama dengan produsen ponsel pabrikan China dengan menjual tagline Andromax. Waktu itu, saya dapat ponsel pintar bekas lagi, bernama Andromax U. Ponsel ini punya RAM yang jauh lebih baik dari Samsung G-Chat saya sebelumnya, RAM 1GB, dengan kualitas kamera depan belakang cukup baik. Dengan ponsel ini saya cukup lama menggunakannya, saya sempat pakai berdampingan dengan ponsel andromax yang lainnya. Akhirnya Andromax U tidak terlayani jaringan komunikasinya. Kini, Andromax U saya akhirnya diwariskan dan kini jadi zombie karena jaringan CDMA setara 3G sudah mulai dinonaktifkan Smartfren karena fokus ke jaringan lebih baru, 4G LTE.

Haier Maxx (Smartfren)
Melanjutkan keinginan punya ponsel pintar dengan layar lebih lebar, pas kebetulan ada kesempatan lego ponsel 2nd, akhirnya Haier Maxx saya boyong. Sempet lama juga saya pakai ponsel ini bersama Andromax U, sampai akhirnya saya wariskan ke rumah, untuk digunakan anggota keluarga di rumah. Meski pada akhirnya ponsel ini harus "koma", karena masalah dipart pengisi daya ke ponsel dan baterai tidak bisa berfungsi, akhirnya ponsel tidak bisa nyala sama sekali deh. 

Adromax R 4G LTE
Lepas dari Andromax U, Smartfren memperkenalkan jaringan terbaru, era 4G LTE. Saya penasaran ingin coba jaringan itu. Akhirnya saya coba mencari Andromax yang support dengan jaringan tersebut, Andromax R adalah generasi ponsel besutan Haier untuk Andromax 4G LTE. Saya waktu itu hanya mampu beli bekas, OLX waktu itu bantu saya untuk dapatkan unit Andromax R. Kalau tidak salah, saya beli dengan harga 900K. Lumayan lama juga pakai Andromax R generasi pertama, mungkin tidak sampai setahun, sampai akhirnya saya tinggalkan ponsel ini dan saya lungsurkan ke rumah. Performa RAM yang lebih tinggi yang saya inginkan. Akhirnya saya putuskan beralih ke ponsel pintar berjaringan GSM dengan jaringan terupdate 4G LTE.

Xiaomi Redmi Note 3 MTK
Lama-lama pakai Andromax R, saya akhirnya ingin coba ponsel pintar lain yang dengan booming saat itu. Xiaomi adalah brand baru, dan ketika pertama kali mendengar nama brand ini pun aneh. Tapi saya tahu performanya dari teman yang kebetulan pakai. Sempat bertahan lama sambil menunggu budget keuangan membaik, akhirnya saya berhasil melego ponsel pintar Xiaomi. Ponsel yang saya pilih adalah Redmi Note 3 keluaran Mediatek. Kebetulan ponsel ini baru rilis, karena tunggu masuk Indonesia lama, akhirnya saya putuskan membeli dari layanan toko daring, dengan harga 2100K. 1,5 tahun lebih saya pakai Redno 3, ponsel ini bisa dibilang bandel. Permasalahannya hanya di OS nya tidak resmi, alias abal-abal, maklum ponsel yang masuk dijual melalui pasar gelap, dengan distibutor tak resmi, jadi OS nya ya developer abal-abal. Jadi sedikit mengurangi performanya. Beruntung kenal anak-anak dari Mi Fans, saya jadi bisa memperoleh OS yang layak.

Redmi Note 4 SD
Pada akhirnya saya putuskan untuk upgrade ke Redmi Note 4 Snapdragon, yang dijual di pasar resmi Indonesia. Karena Redno 3 saya ini dibutuhkan pemilik baru di rumah. Itu kenapa saya harus cari pengganti. Xiaomi kini sudah buka pabrik di Indonesia untuk memenuhi aturan TKDN. Alasan membeli ponsel resmi adalah jaringan purna jual dan layanan update OTA. Karena sebelumnya, saya punya masalah dengan OS MIUI yang tidak resmi, maklum karena ponsel tersebut memang asli untuk pasar China, yang dipaksa dijual global melalui jalur perdagangan gelap. Sehingga layanan purna jualnya pun tidak begitu baik, dan ponsel jadi tidak bisa menunjukan performa maksimal. Meski begitu, selama satu setengah tahun saya pakai, dia tidak pernah rewel. Dan kini, Redno 4 lah yang jadi ponsel pintar saat ini.


Sampai saat ini, ponsel yang masih adalah Blackberry 8210 dengan kondisi behel sudah getas, layar LCD agak pecah luka dalam, namun masih bisa dipakai. Ponsel lainnya adalah Nexian G10 yang kondisinya lampu LCD nya mati, namun masih bisa berfungsi sebenarnya. Ponsel lainnya adalah Esia Huawei yang masih baik, hanya tidak dipakai karena status jaringan Esia sudah dimatikan.

Ponsel lain, Andromax U kondisi masih baik namun sudah dilungsurkan ke keluarga di rumah, begitupun Redno 3 juga dilungsurin ke rumah. Ponsel itu semua kondisinya masih baik. Khusus Andromax U itu pun nasibnya seperti zombi, karena Andromax U statusnya adalah jaringan sebelum 4G LTE, Smartfren pun memutuskan upgrade semua jaringannya ke jaringan terupdate saat ini.

Beberapa ponsel yang masih baik itu, akhirnya saya simpan. Ada yang saya pakai untuk sekedar mengaktifkan nomor GSM saya, daripada hangus karena eman-eman mau dinonaktifkan. Tapi, bagi saya, punya ponsel lebih dari satu itu merepotkan, lebih baik punya satu ponsel  saja untuk keseharian dengan fitur mumpuni. Jika suatu saat fiturnya sudah tertinggal, ada baiknya upgrade ke model terbaru.

Sampai saat ini, saya masih mempercayakan soal ponsel pintar ke merk Xiaomi, karena catatan penting adalah harga dan spesifikasi yang tidak berbanding lurus. Dalam arti, bukan berarti harga murah spesifikasinya apa adanya. Justru, Xiaomi menawarkan sebaliknya, meskipun harga ponselnya relatif murah, tapi spesifikasinya tidak kalah dengan kompetitornya yang menjual dengan harga lebih mahal. Kemudian, meskipun modelnya sudah jadul, apa yang disajikan di dalamnya masih support dengan sistem operasi terbaru ponsel keluaran terbaru.

Lalu kenapa Xiaomi bisa punya harga jual yang 'bersaing', catatan penting adalah, minimalisir biaya marketing soal iklan. Biaya iklan memakan porsi tersendiri, hal ini yang mendongkrak harga ponsel jadi mahal, meski spesifikasinya standar. Coba saja lihat kompetitor, menggunakan artis top untuk mengenalkan ponselnya. Sedangkan Xiaomi hanya mengandalkan penjualan online dan keyakinan akan unit punya kualitas, sehingga pengalaman para penggunanya jadi iklan terbaik, untuk mengenalkan Xiaomi ke banyak orang. Mudah-mudahan, inovasi dari Xiaomi tidak dipatok dengan harga mahal dan mampu menjaga kualitasnya, sehingga penggemar setianya akan terus loyal.

Sepertinya, saya cukupkan catatan saya tentang histori ponsel yang pernah saya miliki, progresnya akan terus berjalan. Update berikutnya akan diposting dicatatan lain.cpr

Posting Komentar

0 Komentar