Apresiasi Untuk Petugas Jaga Harga

Petugas UPT Malioboro patut diberi apresiasi setelah melakukan eksekusi warung lesehan "nakal", yang memanfaatkan situasi ramai di masa libur kali ini dengan mematok harga jual makanan secara tidak wajar. Eksekusi yang cepat ini memang perlu dilakukan untuk meredam gejolak apabila dibiarkan serta menjadi contoh bagi UPT serta pihak terkait lain di lain daerah wisata untuk rutin menerima keluhan wisatawan yang merakan nasib jadi korban inflasi sepihak.

Situasi seperti ini memang kerap dijumpai di berbagai tempat wisata, pedagang atau warung lesehan kerap melakukan pemaksaan secara tidak langsung kepada wisatawan, dengan menawarkan harga yang relatif tidak wajar. Bagi traveler, hal ini mungkin sudah jadi hal wajar. Tapi mental buruk pedagang seperti ini tidak boleh dipelihara, karena inilah bibit yang akan merusak iklim investasi di sektor pariwisata. Akan dianggap umum, inflasi yang dipaksakan ini terjadi di lokasi wisata yang baru meski tidak menutup kemungkinan di tempat wisata yang sudah umum. Buktinya seperti kasus yang terjadi di Malioboro pada libur Lebaran 2017 ini.

Dinas terkait sudah waktunya membuat posko tertentu atau contact tertentu untuk digunakan sebagai hotline pengaduan berbagai masalah pariwisata yang ada di wilayah kerjanya masing-masing. Usahakan hotline ini dibuat dengan format sama untuk daerah satu dan lain, sehingga wisatawan tidak bingung ketika melakukan pengaduan, teknologi informasi yang maju sekarang bisa jadi solusi untuk mempermudah pengaduan. Sehingga pengawasan dan pembinaan bisa dilakukan realtime dan rutin kepada pelaku-pelaku usaha di sektor pariwisata.

Sektor inilah yang nampaknya akan terus menggeliat kedepannya di Indonesia dan pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik untuk pengawasan dan pembinaan.

Saya pernah merasakan membeli sebuah es kelapa utuh dengan harga yang tidak wajar, karena dijual di dalam kota, bukan wilayah wisata dan dijual di pinggir jalan umum (bukan lokasi yang langka untuk berjualan). Tapi si penjual es kelapa itu dengan tak berdosanya menetapkan harga dagangannya. Bahkan sampai sekarang penjual itu masih berjualan. Jengkel dan kesal, bahkan sampai sekarang rasa itu masih ada, tidak iklas deh pokoknya. Saya pun punya catatannya di sini.

Banyak hal yang kita pembeli perlu sadari bagaimana harga terbentuk atas dagangan yang dijajakan. Terutama di tempat wisata, umumnya harga sewa yang mahal akan mengkatrol mahalnya harga jual barang dagangan, serta kelangkaan akses calon pembeli terhadap barang konsumsi jadi alasan penjual bermain harga di sana. Saya sebagai pembeli menganggap wajar jika kenaikannya memenuhi beberapa syarat tadi, namun ketika faktor x yang dijadikan alasan tidak masuk akal untuk menetapkan harga jual, ini yang jadi masalah.

Semoga pelajaran dari kasus warung lesehan Intan yang ada di Malioboro, Jogjakarta bisa jadi pelajaran berharga bagi semua penjual di daerah wisata, bagi pemerintah pemangku serta pembeli. Dan agar tidak ada lagi pelaku dan korban untuk masalah sejenis di tempat lain. Buat penjual, lekaslah insaf, kalau ketauan tutup paksa saja, tidak usah takut, daripada dagangan anda dibakar massa yang kesal dengan ulah anda. Berjualanlah dengan baik dan benar, jujurlah dalam berdagang supaya berkah usahanya. cpr.

Posting Komentar

0 Komentar