"Jadilah garam dan terang dunia." Begitulah bunyi pesan pada misa hari Minggu, 9 Februari 2014. Kita sebagai murid Kristus diajak untuk melakukan apa yang telah Dia sabdakan.
Romo memulai khotbahnya dengan sebuah cerita, ini tentang pengalamannya. Suatu waktu Romo mendapat tamu di parokinya, dia Bapa Uskup. Kebetulan tiba jam makan siang, hingga akhirnya suasana di meja makan. Ada banyak sajian lauk di meja makan untuk menjamu Bapa Uskup. Bapa Uskup mencoba lauk sayur yang dihidangkan di meja itu. Tak lama Bapa Uskup bertanya, "Apakah orang di sini punya darah tinggi?" Romo bingung atas pertanyaan ini dan tidak menjawab. Tak lama Bapa Uskup mengulang pertanyaan yang sama, "Apakah orang di sini punya darah tinggi?" Akhirya Bapa Uskup menjelaskan apa yang menjadi maksud pertanyaannya itu. Intinya Bapa Uskup merasakan rasa tawar pada sayur yang dia cicipi, apakah tidak ada garam yang bisa disajikan untuk menambah rasa pada sayur tersebut. Apakah karena di sini ada yang mempunyai darah tinggi. Itulah maksud dari pertanyaan Bapa Uskup tadi. Akhirnya Romo berkisah dia mencarikan garam untuk menambah rasa. Setelah garam ditabur, barulah Bapa Uskup merasakan rasa pada masakan sayur tersebut dan beliau makan dengan nikmatnya.
Dari kisah tersebut Romo ingin memberikan gambaran mengenai filosofi garam. Garam dapat memberikan rasa yang berbeda atas rasa tawar. Dengan garam, sayur atau sajian yang tawar jadi punya rasa. Jadilah garam yang mampu memberi rasa berbeda.
Kita diajak untuk menjadi garam bagi dunia. Di tengah dunia yang "tawar", kita sebagai murid-murid Kristus diajak untuk memberi rasa bagi kehidupan di dunia ini, dengan rasa yang berbeda sesuai apa yang Kristus ajarkan. Jadilah orang Kristen yang punya rasa, rasa yang berbeda sehingga dimana kita berada selalu memberikan sesuatu yang berbeda, bermanfaat bagi sesama. Amin.cpr.
0 Komentar
Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6