Celoteh Ucapan Si Sakit

Siapa sangka kondisi musibah suatu penyakit punya serba-serbi  yang menggelikan, disamping memang jika ada sanak saudara atau teman yang sakit selalu disertai rasa duka, sedih. Tapi berdasarkan pengalaman yang saya alami ketika mengurusi saudara yang sakit ada sesuatu yang menarik untuk dicatat. Apa itu? Ya, sesuai yang saya catat pada judul di atas, yakni Celoteh Ucapan Orang Sakit.

Banyak orang ketika sakit selalu mengeluarkan keluh kesah, ada yang mengigau karena sakitnya, mengeluh, atau sampai marah, memaki dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang dijadikan firasat, atau ada pula yang mengeluarkan ucapan-ucapan yang bisa membuat kami yang menunggu si sakit jadi tertawa dibuatnya. Dan kadang pun tidak hanya ditunjukan dengan ucapan, tetapi juga tingkah polah si sakit itu sendiri.

Seperti posting terakhir bulan Mei lalu, saya memposting tentang paman/ om saya yang sakit hipertensi dan menyebabkan stroke disebagian anggota tubuhnya bagian kanan. Dari sini saya mendapat catatan menarik soal celoteh yang terlontar ketika dia mengeluh sakit atau menanggapi omongan kita yang menungguinya. Entah untuk berusaha menghibur atau memang spontan terlontar dari mulutnya karena situasi yang memang dia rasa untuk katakan begitu saja.

Tidak banyak yang saya ingat, tetapi saya coba buat catatan ini untuk nostalgia dilain waktu ketika semua musibah ini terlewati, setidaknya untuk catatan sejarah hidup yang saya jalani, Saya menncoba melihat sisi lain dari suatu musibah yang dialami, untuk mengurangi tekanan stres dari musibah tersebut.

 

Ambulance

Waktu hari kesekian untuk memeriksakan cek kondisi pendarahan di kepala, pihak rumah sakit merujuk pasien ini untuk ct-scan di klinik kerjasaama rumah sakit dimana om saya ini dirawat. Untuk menuju ke sana rumah sakit asal menyediakan akomodasi mobil ambulance untuk membawa pasien dan kami menuju ke sana untuk ct-scan. Kondisi saat itu om saya relatif sadar, sejak awal dimasukan ke mobil ambulance dan ketika mobil jalan. Sampai di suatu persimpangan, kondisi lalu lintas cukup ramai. Ya reflek si supir ambulance akan menyalakan sirine. Ketika sirene berbunyi, apa yang terlontar dari mulut om saya, “Hai, jangan dinyalakan (sirine), saya belum mati!” ha3x. Saat itu juga saya dan petugas perawat yang ada dibarisan belakang tertawa dan berusaha menjelaskan ke om saya kenapa sirine dinyalakan.

 

Penjenguk

Setelah beberapa hari di ruang perawatan, kan banyak sanak keluarga dan teman dari keluarga kami yang datang menengok untuk memberikan suport, meski mereka yang menjenguk tak mengenal si pasien secara langsung. Ada kebetulan saudara jauh yang datang menengok. Seperti biasanya ketika ada yang menengok, om saya ini berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjabat tangan si penengok ini. Kebetulan saat itu kondisi om saya sedang rewel-rewelnya ingin sekali dipijat. Dengan terbata-bata karena kondisi fisik yang terbatas karena stroke, om saya itu mengeluarkan isarat dan ucapan lirih menyuruh agar si penjenguk yang masih sanak keluarga jauh itu untuk memijit kakinya. Tetapi karena suatu hal yang tidak sengaja atau disengaja, orang yang diisaratkan tidak mendengar, dan tidak merespon apa pun. Bahasa kerennya itu “dikacangin”. Sontak om saya ini menunjukan raut muka yang agak tidak suka. Akhirnya selang hari berganti, om saya berkata pada saya, “Jangan biarkan orang itu datang lagi jenguk, tidak guna dia datang.” ha3x, saat mendegar celotehnya ini saya langsung tertawa dan tidak membalas apa-apa, hanya tertawa memaklumi. Untung saja si penjenguk yang sanak keluarga itu tak mendengar, kalau mendengar bagaimana perasaannya, pasti akan tersinggung.

 

Sinting atau bego

Suatu ketika itu kami sedang bercakap, ya bercakap dengan keterbatasan dengan om saya ini. Nah karena kondisinya yang stroke ini membuat ucapannya agak pelo, ada keterbatasan sehingga apa yang terucap membuat kita sulit memahami maksud dari ucapannya itu. Nah karena dia sudah lelah berucap kita tidak juga memahami, dengan spontan saja dia bergimiki menunjukan jari telunjuknya di depan dahinya, menujukan kalau saya (yang tidak mengerti ucapannya itu) bego atau sinting. Ya, kami hanya bisa tertawa melihat tingkah polahnya itu.

 

Dokter dan perawat bego

Om saya ini mengalami masalah di kepalanya, karena mengalami pecah pembuluh darah. Kondisi ini membuatnya sangat pusing di kepala, dua hari ini pusing sangat mengganggunya, sampai untuk waktu istirahat banyak terbuang untuk merasakan sakitnya itu. Berbagai obat ya sudah diberikan, namun efeknya kurang begitu instan dirasakan. Mungkin karena ekspresi kesal tidak ada pengaruh positif dari obat yang diberikan, om saya ini berceloteh, “Dokter dan perawat bego, ngobatin pusing saja tidak bisa.” ha3x, saya sih tertawa mendengar ucapannya itu. Bagaimana coba kalau petugas kesehatan yang merawatnya mendengar, bisa-bisa mereka akan setengah hati melayani kesembuhan om saya ini. Kami pihak keluarga hanya bisa mengademkan om saya ini, kalau pengaruh obat itu tidak bisa instan seketika, dan perlu ada usaha dari dalam diri untuk sabar menerima efek sakitnya. Sebenarnya masih banyak celoteh yang terlontar yang menurut dia bahwa pelayanan di rumah sakit ini tidak baik, sambil ditunjukan dengan jempol yang diacungkan kebawah. Karena efek dari penyembuhan medis yang diterimanya tidak kunjung memberi kesehatan yang instan. Tapi sebenarnya wajar saja, dengan kondisi sakit yang seperti itu, waktu perawatan seminggu jalan belum akan menyembuhkan, karena masih banyak proses yang harus dilewati untuk sembuh normal. Penyampaian pengertian kepada si sakit jadi solusi untuk menghadapi ketidaksabarannya menghadapi penyakit.

 

Jaka sembung bawa golok

Penyakit stroke yang menyerang om saya ini membuat sebagian anggota tubuhnya mengalami keterbatasan. Tak terkecuali organ bagian mulut yang lebih digunakan untuk berbicara. Karena kekakuan organ bagian mulut ini membuat berbicara jadi sulit, kita yang mendengar perkataannya pun jadi sulit memahami. Karena keterbatasan berbicara itu membuat komunikasi kami yang merawatnya agak kesulitan, sehingga sering terjadi diskomunikasi. Karena sering diskomunikasi ini, ada maksud yang sulit untuk disampaikan si sakit, ditambah kesulitan si sakit berbicara membuatnya capek mengulang kembali kata yang telah diucapkannya. Apabila kita salah menangkap maksud yang diucapkannya, yang spontan celoteh si sakit, “Jaka sembung bawa golok, tidak nyambung … “ Kami yang mendengar ucapan spontan ini ya akhirnya tersenyum, dan bahkan bila dibawa ke obrolan keluarga cerita ini jadi hiburan bagi kami yang tengah mengalami kekhawatiran karena sanak keluarga kami ini sakit.

 

Pura-pura tidak tahu

Masih mirip dengan catatan di atas, karena keterbatasan kita menterjemah maksud dari apa yang diucapkan si sakit ini, kita yang mendengar jadi bingung. Karena kebingungan ini jadi sering diskomunikasi kan, nah muncul lagi celoteh dari si sakit, kalau kita ini tidak menangkap maksud dari yang dia katakan karena unsur kesengajaan. Si sakit spontan berceloteh, “Pura-pura tidak tahu, kura-kura dalam perahu.” ha3x, kita yang mendengar ya hanya bisa tertawa. Celoteh spontan yang menghibur, dan buat kita yang sudah terbiasa mendengarnya ya hanya menganggapnya sebagai hiburan bukan hal yang perlu dipikirkan untuk sakit hati atau tersinggung.

 

Spirit dari seorang perawat

Beberapa hari om ku ini dirawat membuat beberapa perawat kenal dan ketika datang selalu memberikan semangat agar lekas sembuh. Intinya agar si sakit ini sabar menghadapi sakit yang dialami, tidak terlalu rewel agar sakitnya bisa segera sembuh. Kebetulan si perawat ini adalah perempuan, ketika bertugas memandikan pagi hari, si perawat ini berkata yang intinya memberi semangat dan agar si sakit ini sabar. Karena dia punya suami yang mengalami sakit serupa, sembilan tahun lamanya si perawat ini merawat suaminya yang sakit. Celoteh spontan yang keluar dari si sakit adalah, “Kenapa tidak cerai dengan suaminya?” Sontak mungkin dalam hati si perawat ini kaget, bisa juga tertawa, karena celoteh si sakit ini. Namun si perawat menanggapinya dengan biasa dan berkata, “Kasihan pak, saya berusaha rawat dan urus suami saya biar sembuh.” Mungkin jawaban ini bisa jadi spirit tersendiri buat si sakit, untuk menanggapi penyakitnya ini lebih positif dan membuatnya sembuh lebih cepat.

 

Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang  si sakit ini komentari secara spontan. Semua logika berpikirnya disesuaikann pola pikirnya saja, lain dari itu dianggapnya tidak cocok atau tidak sesuai, bahkan bisa dinilai salah olehnya. Wajar saja, dia (om saya) ini orang pekerja keras dan kreatif, segala sesuatu bisa dibuatnya. Saya menyebut dia sebagai Mcgyver, karena serba bisa. Mungkin karena inilah segala celotehnya keluar secara spontan, karena semua dinilai berdasarkan pola pikirnya saja.

Buat saya ini jadi hal menarik, mengenali karakter orang, meski waktu awal-awal ada perasaaan ketersinggungan untuk hal-hal tertentu, namun seiring berjalan waktu dan mengenalnya pasti akan terbiasa. Saya beruntung di sini posisi saya sebagai ponakan yang sudah cukup lama mengenal karakter om saya ini sehingga efek ketersinggungannya tidak besar. dan lebih mudah memakluminya.

Posting Komentar

0 Komentar