Opini : Tidak Semua Orang Bisa Menjadi Pemimpin yang Baik

Sering sekali saya dengan kata-kata bijak seorang motivator, bahwa semua orang bisa menjadi pemimpin. Kata-kata bijak itu bagi saya tidak seluruhnya benar. Kenapa? Karena menurut saya, menjadi seorang pemimpin itu merupakan suatu talenta atau kelebihan yang dimiliki orang tertentu. Terutama bagi orang yang menjadi pemimpin untuk banyak orang.
Memang bakat memimpin setiap orang sudah ada sejak lahir, karena setiap orang harus menjadi pemimpin bagi diri sendiri atau bagi seorang pria menjadi pemimpin bagi keluarganya, dan tak hanya pria ada pula wanita yang mampu menjadi pemimpin dalam keluarganya (single parent).
Jiwa memimpin yang tidak semua orang miliki yang saya maksud adalah jiwa kepemimpinan untuk memimpin banyak orang. Seperti menjadi pimpinan organisasi atau partai politik atau ormas, pemimpin warga (ketua RT/RW), kepala daerah, atau bahkan menjadi pemimpin lembaga-lembaga negara, pemimpin perusahaan atau bahkan menjadi pemimpin tertinggi negara atau presiden.
Mereka itu harus benar-benar mempunyai jiwa kepimimpinan ideal, karena tanpa itu, anggota yang dipimpinnya tidak akan mendapat manfaat apa-apa dari kepemimpinan mereka. Hal ini terbukti dan dapat dilihat sekarang ini. Mereka yang mendapat kesempatan memimpin suatu perusahaan, organisasi, parpol, ormas, kementrian,lembaga negara, atau negara tidak dapat dengan baik memimpin anggota-anggotanya atau rakyatnya.
Terbukti sekarang ini para buruh mendemo jajaran pemimpin perusahaannya untuk menuntut peningkatan kesejahteraan, rakyat yang berteriak karena tak kunjung memperoleh kesejahteraan dan banyak hal lain yang terjadi di masyarakat akibat ketidakcakapan seorang pemimpinnya.
Contoh-contoh itulah yang semakin membenarkan opini saya bahwa tidak semua orang bisa menjadi pemimpin. Sulit mencari seorang pemimpin yang cakap arif dan bijaksana. Bahkan orang yang aktif berorganiasi dari dini pun belum tentu cakap saat nanti dia memimpin sesuatu yang lebih tinggi. Bagi saya, memimpin adalah bakat.
Saya melihat sekarang ini, seorang pemimpin yang baik hanya dilihat berdasarkan gelar apa yang disandang, pendidikan tinggi dengan segala macam titel luar negeri itu yang dianggap layak menjadi pemimpin. Padahal pendidikan tinggi, titel luar negeri atau apalah itu tidak bisa jadi jaminan.
Justru yang dibutuhkan anggota atau orang-orang yang dipimpin adalah bagaimana mengakomodir semua kebutuhan anggota dengan didasari rasa keadilan. Pemimpin yang baik menurut saya adalah mau mendengar, merendah, dan rela berkorban untuk anggotanya, bahkan menjadi ujung tombak bagi anggotanya dan yang terpenting mampu mewujudkan apa yang diharapkan anggota atau orang-orang yang dipimpinnya, selalu di depan dalam menghadapi masalah. Pemimpin yang macam ini sangat langka dan tidak semua orang punya jiwa seperti itu.
Saya sendiri yang punya cita-cita menjadi seorang walikota di daerah kelahiran pun harus berpikir ulang mengenai cita-cita saya itu. Sadar diri itulah yang harusnya dimiliki, bukan ke-’pede’-an yang nantinya akan merugikan orang lain. Keinginan saya menjadi pemimpin itu karena melihat pemimpin yang ada sekarang ini sepertinya ‘cacat’ (tidak bisa berbuat apa-apa) tidak mampu membuat daerah yang dipimpinnya lebih baik. Bila nanti ada pemimpin yang baik, keinginan saya itu pun kan hilang dengan sendirinya. Cukuplah menjadi rakyat dan mendukung seorang pemimpin yang baik itu.
Semua yang saya catat ini merupakan opini saya pribadi menilai tentang kepemimpinan. Karena kalau semua orang bisa memimpin, siapa yang mau jadi bawahan? Semua ada porsinya, ada yang jadi pemimpin ada yang menjadi organnya. Sekali lagi, yang saya buat ini merupakan pendapat pribadi saya, bagi yang tidak sependapat ya monggo.
Contoh lain yang saya temui mengenai seorang pemimpin. Ternyata tidak pemimpin yang berbau ‘pemerintahan’ saja yang mempunyai jiwa ‘korup’, pemimpin yang berbau ‘swasta’ pun punya kesempatan yang sama mempunyai jiwa ‘korup’. Di tempat saya bekerja pun, pemimpin ‘korup’ bisa dijumpai, pemimpin yang harusnya mengayomi bawahan justru menjadi benalu bagi bawahannya. Contoh ini sekali lagi semakin membenarkan apa yang saya pikirkan. Cpr.

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Seperti yang saya alami di tempat dimana saya bekerja. Beberapa kali punya atasan (branch manager) yang berbeda, 3x tepatnya. Atasan yang pertama jauh lebih baik dari yang kedua, atau ketiga. Masing-masing punya kekurangan dan kelebihan, saya pahami itu. Tetapi dari atasan kedua dan ketiga justru mengalami penurunan dari sikap positif yang harusnya dimiliki pimpinan. Justru atasan yang tidak banyak bicara punya kepemimpinan lebih baik, tindakan yang positif yang lebih mengena. Dibandingkan dengan dua pimpinan yang saya sebut di atas. Mereka berdua terlalu banyak bicara bak motivator "busuk", banyak mengeluarkan 'bau' yang tidak ada manfaatnya, malah justru membuat orang tutup hidung. Pimpinan macam mereka adalah bulsyit!

    BalasHapus
  2. Tak sangka setahun berlalu sejak saya posting tulisan ini. Dan selang setahun, saya menemukan orang tak pantas jadi pemimpin memimpin lagi di tempat saya bekerja. Sama percis, hanya dengan karakter yang berbeda. Memang benar rasanya, banyak orang memimpin, namun sangat langka orang yang benar-benar pantas. Kalau tahun lalu saya kenal inisial K, sekarang saya kenal inisial JS dan N.
    Sekali lagi mereka akan tetap jadi pelajaran bagi orang lain, agar jangan pernah mencontoh mereka bila kita mendapat kesempatan menjadi pemimpin. Kasihan anak buahnya, harus menerima kenyataan pahit bahwa pimpinannya munafik dan busuk! Sama juga kaya pimpinan-pimpinan negeri ini, semuanya busuk!

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6