Katakan “Cukup” Atas Keinginan-keinginan Tiada Batas

24 Juli 2011
Pesan homili minggu ini saya tangkap, adalah bersyukur atas apa yang sudah diperoleh, atas Bapa yang berikan pada kita. Jangan turuti keinginan pribadi/ duniawi sehingga memaksa Bapa menuruti segala keinginan-keinginan kita. Karena Bapa punya rencanaNya pada kita.
Kutipan Kitab Suci pada bacaan pertama mengisahkan Raja Salomo, yang baru dinobatkan sebagai raja menggantikan tahta Raja Daud. Raja Salomo berdoa kepada Tuhan, doa yang dia utarakan tidaklah banyak, tidak menuntut kekayaan, kemewahan, kehormatan, serta segala kekayaan duniawi lainnya, melainkan Raja Salomo hanya meminta kebijaksanaan. Oleh karena itu Tuhan mengabulkan permohonan Raja Salomo.
Pada misa sore ini di Paroki Santo Paulus Depok, Romo menyampaikan cerita yang menurut saya menarik. Cerita ini membawa pesan yang cocok dengan inti sabda Tuhan minggu ini.
Suatu kisah, ada seorang pengusaha. Pengusaha ini sudah lama melalang buana di dunia usaha. Usahanya dimana-mana, dia hanya sibuk mengurusi usahanya saja. Suatu waktu, usahanya sedang mengalami kegoncangan, dan hampir bangkrut. Pengusaha ini mulai mengalami kejenuhan dan stres menghadapi masalah-masalah yang menghampiri usahanya.
Pengusaha ini merasakan kejenuhan dalam hidupnya. Pengusaha merasakan bahwa hidup di dunia ini sudah tidak menarik atau menyenangkan buatnya. Tersirat dalam pikiran pengusaha ini untuk mengakhiri hidupnya. Pengusaha ini terus memikirkan untuk bunuh diri.
Akhirnya keputusan si pengusaha sudah bulat, yaitu bunuh diri. Sebelum itu si pengusaha bertemu dengan guru spritualnya, dia mengatakan apa niatnya pada guru spritualnya. Sekaligus si pengusaha meminta saran kepada gurunya dengan cara apa dia harus mati. Si pengusaha hanya ingin agar sebelum dia mati, dia bisa meninggalkan kenangan manis pada orang-orang terkasih yang akan ditinggalkan.
Si guru menyarankan agar si pengusaha mengurungkan niat buruknya itu. Tetapi tekad si pengusaha untuk mengakhiri hidupnya cukup kuat. Si guru pun tidak bisa berbuat apa-apa,  akhirnya  si guru memberikan cara untuk meluluskan permintaan si pengusaha. Si guru memberikan satu botol racun, racun yang paling berbahaya. Si guru menyuruh si pengusaha meminum racun dalam botol itu. Racun dalam botol itu harus diminum setengah-setengah. Setengah teguk diminum sekarang, dan sisanya harus diminum kesokan pagi pukul 6 sore, dan nanti setelah pukul 8 pagi keesokan paginya si pengusaha akan mati.
Tekad si pengusaha untuk mati sudah sangat kuat. Si pengusaha itu pun meminum racun itu setengah botol, sehingga tinggal setengah botol lagi yang harus diminum nanti. Setelah meminum racun itu, si pengusaha pun pulang ke rumahnya. Si pengusaha ingin meninggalkan kesan yang manis bagi orang terkasih.
Orang terdekatnya adalah keluarganya. Si pengusaha menemui istrinya, kini si pengusaha menyapa istrinya dengan mesra. Sang istri pun sedikit kaget atas tindakan suaminya itu. Tak lama, si pengusaha menemui anak-anaknya dan bercakap dengan anak-anaknya. Anak-anaknya pun sedikit kaget dengan tindakan ayahnya yang mulai perhatian pada mereka. Si pengusaha pun mengajak istri dan anak-anaknya makan bersama di luar. Istri dan anak cukup kaget melihat tingkah ayahnya ini, namun mereka berpikir bahwa ayahnya telah berubah. Akhirnya terjadi suasana keluarga bahagia pada acara makan malam keluarga itu. Suasana yang tidak pernah tercipta sebelumnya.
Keesokan paginya si pengusaha bangun lebih awal. Si pengusaha melihat istrinya masih tidur. Pagi ini si pengusaha ingin memanfaatkan hari-hari terakhir hidupnya, si pengusaha melakukan olahraga pagi. Setelah berolahraga, si pengusaha melihat istrinya masih tidur. Si pengusaha pun memasakkan sarapan pagi untuk istrinya. Setelah istrinya bangun, mereka pun makan bersama. Istrinya senang, suaminya telah berubah menjadi lebih perhatian pada keluarga.
Setelah sarapan pagi, si pengusaha berangkat ke kantornya dengan semangat. Di kantornya, si pengusaha ini mencoba lebih dekat dengan karyawan-karyawannya, yang selama ini hanya dianggap sebagai bawahan. Si pengusaha mencoba mendengar keluh kesah karyawannya. Karyawan-karyawan di kantor si pengusaha ini pun dibuat kaget sekaligus senang bahwa atasannya telah berubah. Sikap si pengusaha ini tentunya di respon positif oleh karyawan-karyawannya dengan kinerja yang lebih baik.
Si pengusaha mulai merasakan hidupnya berwarna dan membuatnya nyaman. Mulai timbul keraguan dalam dirinya untuk mengakhiri hidupnya. Dia mulai merasakan bahwa hidup ini sebetulnya indah, tergantung bagaimana menyikapinya.
Tepat pukul 6 sore ini, setengah botol sisa racun harus segera diminum, agar nanti besok pada pukul 8 pagi kematiannya tiba. Dalam keraguannya ini si pengusaha menemui guru spritualnya. Si pengusaha meminta si guru untuk memberikan penawar atas racun itu. Si guru pun mengatakan bahwa tidak ada penawar atas racun itu. Si guru pun mengingatkan kembali tekad kuat si pengusaha yang sebelumnya ingin sekali mengakhiri hidup.
Si pengusaha ini pun menjadi gusar dan panik bahwa hidupnya sebentar lagi akan berakhir. Si pengusaha ini tidak rela meninggalkan semua kebahagiaan yang telah kembali didapatkannya. Si pengusaha kembali merenung, bahwa hidupnya adalah sangat indah dan bahagia. Jika dia mati, dia tidak ingin membuat kebahagiaan keluarganya itu hilang begitu saja. Si pengusaha itu sadar, bahwa kebahagiaan yang dia cari adalah ada pada keluarganya, yang selama ini dia abaikan.
Di tengah kebingungan si pengusaha, gurunya memanggilnya. Menanyakan kembali tentang tekadnya. Bahwa si pengusaha harus gentle atas apa yang telah dia ucapkan sebelumnya. Racun yang setengah botol itu harus segera diminum sebelum pukul 6 sore ini, agar besok pagi mati pada pukul 8. Akhirnya si pengusaha sadar akan yang telah diucapkannya dulu salah, dan sekarang harus melanjutkan tekadnya itu. Si pengusaha pun menenggak sisa racun itu.
Setelah menenggak racun itu, si pengusaha pun pasrah, dan sekaligus menyesal atas pilihannya mengakhiri hidupnya. Gurunya akhirnya memberi tahu, bahwa sebenarnya air dalam botol racun itu sebenarnya hanya air biasa. Jadi tidak ada pengaruh apa-apa jika meminum air dalam botol itu.
Mendengar hal ini betapa girangnya si pengusaha. Si pengusaha merasa begitu bahagia, seperti mendapatkan hidupnya yang selama ini hilang. Si pengusaha pun pulang menemui keluarganya dengan perasaan bahagia.
Begitulah cerita yang bisa saya bagikan. Meskipun tidak mirip dengan yang diceritakan Romo saat misa minggu lalu, tetapi inti ceritanya bisa kita ambil. Bahwa apa yang kita peroleh hendaknya kita syukuri. Apa yang ada dalam hidup kita ini sedih-bahagia tergantung bagaimana kita menyikapinya. Keinginan-keinginan duniawi yang selalu muncul sebenarnya akan membuat hidup ini semakin semu. Katakan ‘cukup’ atas keinginan-keinginan itu. Mintalah yang cukup untuk diri kita saja, karena sesungguhnya Bapa kita di surga lebih tahu akan kebutuhan kita anak-anakNya. Cpr.

Posting Komentar

0 Komentar