Frontliner

Frontliner dalam sebuah perusahaan merupakan penjaga pintu masuk, mereka biasanya dapat space di depan pintu perusahaan atau biasanya dikatakan di lobi kantor. Mereka harus siap menghadapi berbagai tipe orang yang mendatangi mereka (tamu), entah untuk keperluan perusahaan, atau mungkin customer perusahaan bersangkutan, klien perusahaan, bahkan mungkin sampai orang bingung yang hanya sekedar bertanya yang sebenarnya tidak berhubungan dengan perusahaan.
Mungkin itu yang bisa saya gambarkan sederhana melihat seorang frontliner. Saya amati gerak-geriknya dari apa yang saya lihat selama ini, ketika menemui beberapa frontliner di setiap perkantoran. Pastinya masih ada aktivitas lainnya, tetapi di sini saya hanya ingin cerita saja mengenai apa yang saya lihat, saat frontliner menghadapi tamu.
Karakteristik tamu yang datang sudah pasti beranekaragam, ada yang unik, ada yang ramah, tenang, santai, penurut, bahkan sampai rese, emosian atau yang tipe masa bodoh/ tidak mau tahu.
Siang ini di ruang tunggu, lobi sebuah perusahaan pembiayaan di bilangan Jakarta Pusat. Perusahaan ini jelas, sudah pasti menghadapi berbagai macam customernya, baik yang sudah bergabung maupun yang belum. Datang seorang bapak dengan gaya santai, seperti tidak ada kepentingan tetapi sebenarnya sebaliknya, berumur 30an tahun mungkin. Seperti biasa orang yang baru datang pasti menghampiri frontliner.
Frontliner yang saya amati di sini ada dua orang, seorang satpam dan seorang petugas wanita. Kali ini petugas wanita sedang ada keperluan di dalam, sehingga seorang satpam berjaga sendiri. Melihat bapak tadi, satpam pun menyapa. Bapak itu bertanya “Apa benar ini (nama perusahaan)?” Satpam pun menjawab, “Ya benar, ada yang perlu dibantu.” Bapak itu bertanya lagi, “Saya mau bertemu Hidayat, bagian kredit mobil.” Sesuai SOP (standar operasional prosedur) mungkin. Satpam ini balik bertanya, “Divisi apa ya? Karena divisinya banyak di sini.” Sembari menjelaskan pada bapak tadi yang kelihatannya memang bingung, dan mengulang pertanyaannya lagi. “Hidayat bagian kredit mobil, tapi bukan marketing. Tadi saya sudah ke kantor yang di sana (menunjukkan kantor cabang lainnya, yang juga berada dekat kantor tersebut), katanya di sana, Hidayat di sini.”. Satpam pun mengulangi jawabannya, “Divisi apa ya pak?”. Sambil bergumam kesal, bapak ini berkata “Masa tidak tahu yang namanya Hidayat, padahal kantornya di sini, bagaimana ini!” Satpam itu pun memberi solusi, “Ada nomor yang bisa dihubungi, coba dihubungi dulu, divisi apa dia?” Sembari bingung dan kesal, bapak ini mengeluarkan telepon genggamnya, dan mencoba menghubungi Hidayat yang dimaksud.
Setelah di hubungi, orang yang dicari tersambung. Bapak ini mengatakan agar orang yang dia cari itu turun dan mengeluhkan bahwa satpam di bawah tidak tahu apa-apa. Tak beberapa lama yang dicari muncul. Kembali, bapak ini mengeluhkan ulah satpam tadi pada Hidayat ini yang posisinya sepertinya lebih tinggi, karena staf kantor. Satpam itu pun tahu akhirnya, ternyata Hidayat ini yang dimaksud. Sambil melakukan pembelaan diri mungkin, satpam ini berkata, “Ternyata Hidayat ini, ini dari divisi (sambil menyebutkan nama salah satu divisi yang mengurusi masalah yang dimaksud).” Akhirnya kejadian itu berlalu. Bapak itu pun melanjutkan urusannya dan begitu pun satpam. Namun, bagi satpam, hari ini dirinya mendapat ujian dari customer yang cukup merepotkan dan cukup merepotkan posisinya sebagai frontliner.
Hal seperti ini terulang lagi, masih ditempat yang sama, hanya mungkin selang beberapa waktu. Kembali ada customer yang menanyakan seorang staf di kantor tersebut, sekali lagi tanpa menyebutkan divisi apa. Kali ini satpam tidak sendirian, petugas wanita rekannya ada di sana.  Ternyata hal yang sama dilakukan rekan wanitanya, “Divisinya apa ya, Pak?” Seperti biasa lagi, si customer tidak tahu menahu divisi orang yang dimaksud. Mungkin karena tipe customer ini yang tenang, dan tidak mau pusing, saat tidak mendapatkan jawaban pasti, hal ini berlalu begitu saja. Sepertinya customer kali ini tidak terlalu mendesak dengan orang yang dicari.
Dua contoh yang sepertinya akan terus terulang dan dihadapi frontliner, dan pastinya hal-hal lainnya. Namun, satu hal yang pasti, kesabaran, keramahan, ketenangan, kesenyuman dan niat membantu siapapun harus dimiliki frontliner ini, meskipun kadang kesal juga menemui customer yang semodel seperti tadi. Semuanya akan jadi makanan setiap hari. Sebenarnya, untuk mengurangi kebingungan, setiap staf hendaknya bila berhubungan dengan customer, hendaknya menunjukkan jabatan apa dia, sehingga orang yang mencari akan sedikit terbantu dan tidak bingung. Mengingat, nama seseorang bisa saja sama, tetapi dengan ada kekhususan jabatannya, orang yang dimaksud bisa dicari bila ada sesuatu hal.
Sebuah pemandangan yang bisa jadi pelajaran buat siapa pun, entah apa pun posisinya dalam bekerja, ramah, sabar, tenang, senyum dan pelayanan terbaik harus diberikan kepada siapapun. Siap membantu siapapun yang membutuhkan. Itu yang bisa saya ambil, saya harus banyak belajar bagaimana menghadapi berbagai macam orang dengan karakter berbeda-beda, dan ini akan saya butuhkan di aktivita saya nanti, beberapa waktu ke depan. Cpr.

Posting Komentar

0 Komentar