Menghitung Kalender Kehamilan

Kehamilan diharapkan semua pasangan yang sudah menikah, tapi sebaliknya jadi tidak diharapkan mereka yang belum menikah tapi gaya hidupnya seperti orang menikah (ML sebelum waktunya). 

Beberapa waktu lalu, media mempersoalkan atau lebih tepatnya menggunjingkan kelahiran atas kehamilan artis, dimana tanggal pernikahannya dan tanggal kelahiran anaknya tidak sesuai dengan hitungan normal seharusnya. Gunjingan muncul soal anggapan, hamil dulu sebelum nikah. 

Namun ada hal yang perlu diketahui, bahwa ketika ada kelahiran yang terkesan lebih cepat, bukan berarti MBA (married by accident), bisa saja ada kelahiran prematur atau alasan lain. Namun jika alasan lain itu tidak memenuhi, barulah bisa disimpulkan bahwa kelahiran terjadi karena MBA tadi. 


Nah supaya paham, bagaimana sih menghitung kehamilan dan kelahiran yang benar menurut standar hitungan umum. Supaya kita tidak asal menduga-duga, tapi punya hitungannya. 

Patut dicatat, secara agama, adat dan nilai moral yang kita pahami bersama dan diakui. Bahwa, menikah dahulu baru melakukan hubungan suami istri. Hubungan inilah yang jadi peluang terjadi kehamilan. Jadi, jika hubungan suami istri dilakukan sebelum nikah apakah bisa? Tentu saja bisa, tapi tidak sesuai nilai moral masyarakat. Tidak masalah jika tidak hamil duluan, toh hanya mereka yang tahu, kalau hamil umumnya jadi gunjingan. 

Jadi catatan, kehamilan yang normal terjadi setelah pasangan itu menikah. Kecuali ada kasus lain, seperti pada korban pemerkosaan dll., dia dinikahi pada saat kondisi si cewe sedang berbadan dua, karena tak diinginkan akibat kasus kriminal. 

Mari kita lanjut ke topik yang mau dibahas. 


Ada beberapa metode perhitungan kehamilan, menggunakan kalender dan menggunakan teknologi kedokteran. 

Yang umum, murah meriah adalah metode perhitungan kehamilan menggunakan metode tanggal haid/ menstruasi terakhir. Hari pertama haid terakhir, adalah hari pertama kehamilan, atau dikenal dengan singkatan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir). 

Note:
Jika HPHT terjadi setelah menikah, itulah normal. Jika HPHT terjadi sebelum nikah, berarti itu ada masalah di sana. 

Secara umum wanita menjalani kehamilan sekitar 280 hari atau 40 minggu atau kurang lebih sembilan bulan (bisa maju, bisa mundur, tergantung kondisi kehamilan itu sendiri). 

Patut diketahui, meskipun patokannya pada HPHT, proses pembuahan sendiri baru terjadi setelah tanggal itu, yaitu 11-21 hari setelahnya.

Mengetahui usia kehamilan ini membantu kita mengetahui hari perkiraan lahir atau disingkat dengan istilah HPL. Kemudian, HPL itu jadi patokan perkiraan, dengan asumsi meleset dua minggu setelah HPL atau dua minggu sebelum HPL. 

Jika ada pergeseran dari dua kemungkinan itu, dimungkinkan ada masalah kesehatan lain, dan itu perlu dikonsultasikan ke tenaga medis. 


Metode HPHT itu dihitung jika si wanita mengalami siklus haid teratur 28 hari. Metode ini dikenal dengan rumus Naegele. 

Tentukan tanggal HPHT, lalu kemudian tambahkan 40 minggu dari tanggal tersebut, untuk menentukan HPL. Secara sederhana seperti itu. Atau dengan rumusan lain sbb. : 
# tentukan tanggal HPHT
# tambahkan 1 tahun
# tambahkan 7 hari
# kurangi 3 bulan

Simulasinya seperti ini, contoh ya Tanggal HPHT ditentukan 7 Maret 2020, Maka perhitungannya sbb :
# 7 Maret 2020 + 1 tahun = 7 Maret 2021
# 7 Maret 2021 + 7 hari = 14 Maret 2021
# 14 Maret 2021 - 3 bulan = 14 Desember 2021
Dari simulasi di atas perkiraan lahir itu di tanggal 14 Desember 2021.

Atau dengan rumusan lain: (Tanggal HPHT + 7), (bulan terakhir haid - 3), (tahun terakhir haid + 1). Sinulasinya dengan tanggal HPHT yang sama dengan di atas, sbb. :
# (7 + 7), (Maret - 3), (2020 + 1) maka hasilnya 14 Desember 2021.

Atau dengan rumus kedua ini, jika HPHT nya berada di bulan Januari - Maret, maka rumusnya: (Tanggal HPHT + 7), (bulan terakhir haid + 9), (tahun terakhir haid). 

Note:
Nah itu jika HPHT nya tanggal 7 Maret 2020, lalu misalkan nikah tanggal itu, HPHT tanggal itu juga bisa? Tentunya ya bisa saja, berarti "bikin" nya sebelum tanggal itu.

Apabila ada masalah haid teratur, perhitungan di atas tentunya jadi tak akurat. Maka perlu metode lain, yaitu USG transvaginal dan USG transabdominal. Ini perlu dilakukan tenaga medis ya (dokter kandungan). 

Perlu diketahui, pertumbuhan janin disetiap bulan bisa berbeda-beda, bisa lebih cepat di bulan tertentu, bisa pula lebih lambat. 

Realitanya, dokter kandungan juga akan membandingkan kedua metode ini, untuk menemukan perkiraan yang mendekati.


Dokter kandungan sering mengatakan, perhitungan kehamilan bukan diukur pada tanggal nikah. Yups itu sangatlah benar. Jika kita melihat kehamilan tidak menggunakan prinsip agama dan adat kebiasaan kita. Bahwa hubungan suami istri hendaknya dilakukan setelah menikah, itu paten yang harus dipahami bersama. Titik! 

Jadi ketika terjadi hal demikian, kita cukup tahu bahwa ada hal terjadi di sana. Apa dan bagaimana nya kita semua sudah sama-sama tahu dan selesai sampai di situ saja. 

Kecuali ada kasus lain, yang berhubungan dengan kriminalitas, itu perlu dipahami dengan cara pandang lain.

Jadi, perlu dipahami bersama, yang dikatakan dokter itu benar adanya, tapi kita juga perlu tahu aturan agama dan adat istiadat kita sebagai orang timur.

Karena dokter hanya melihat sisi medis, sesuai keilmuannya. Kalau kita kan melihat dari banyak sisi, karena balik lagi kita tinggal di Indonesia yang memegang teguh budaya ketimuran, ketika ada yang aneh pasti jadi gunjingan. 


Agak sensitif memang soal ini. Tapi rasa penasaran saya terpancing untuk tahu, hal apa yang melatarbelakangi, agar supaya jadi bahan pelajaran kita untuk berhati-hati agar tidak jatuh ke lubang yang sama. 

Pengalaman adalah guru terbaik, tapi bukan berarti kita harus mengalami dulu untuk belajar. Belajar dari pengalaman orang lain sama pentingnya dan itu justru membantu mu tanpa harus mengalami. Tentunya jika mengalami sendiri lebih berasa, tapi ya masa pengalaman buruk kita harus alami dulu untuk berhasil. Jika harus berhasil tanpa harus gagal, why not. Jika terpaksa harus gagal dulu pun, why not. Tapi lebih baik yang pertama tho, karena itu baru cerdas. Tapi bukan berarti yang harus mengalami gak cerdas ya. Intinya mikir! 

Sekali lagi, ini catatan agak sensitif, pastinya akan memancing perdebatan sih. Tapi gak apa, lihat sisi yang lainnya. 

Sekian dulu, ini ilmu baru buat saya yang laki-laki, harus tahu. Supaya tidak sembarangan berbuat yang tidak-tidak pada yang belum menjadi muhrimnya, halah. Sampai jumpa dicatatan lainnya. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar