Blogger Asal Makassar Tertangkap Karena Postingan Hoax

Bangun pagi-pagi, yang pertama saya lakukan membaca berita online. Melihat perkembangan soal kerusuhan yang lalu. 

Tiba pada sebuah postingan berita, tentang ditangkapnya penyebar konten hoax terkait omnibus law yang dipersengketakan banyak pihak, terutama buruh atau pekerja, yang akhirnya merembet mahasiswa ikut-ikutan, anak sekolah SMK, SMA, SMP bahkan mungkin ada pula anak SD, hingga preman dan pengangguran. 

Entah mereka ini paham betul mengenai isi undang-undang ini atau tidak. Bayangkan saja, buruh saja yang jadi objek dalam undang-undang itu tak semua paham, apalagi itu mereka yang seperti mahasiswa, anak-anak sekolah, preman hingga pengangguran. Tidak yakin mereka menyimak dengan benar. 


Jika sudah menyimak pun, dan paham, harusnya bisa lebih jernih mengungkapkan pendapat, tidak dengan merusak kan. Tapi kenyataan nya, sudah gak paham, eh ngerusak pula. 

Aksi itu tentunya ada yang memprovokasi. Nah karena hoax yang disebarkan di time line sosial media yang tak menyeluruh memberi informasi inilah jadi pemicu. Karena tak mengerti, akhirnya tiap orang bisa menafsirkan, dan semuanya bisa diartikan berbeda-beda tergantung siapa yang nafsirkan. 

Seperti saya ini, mengartikan apa yang dilakukan perusak itu sebagai tindakan sampah. Yang sebenarnya itu hanya kesenangan mereka dari lubuk yang paling dalam, inginnya merusak. 

Saya masih yakin kalau orangnya punya akal budi, tidak akan tega melakukan perusakan fasilitas umum yang gak salah apa-apa, justru mereka membantu banyak orang, tapi kenapa jadi sasaran perusakan.


Kembali ke topik soal hoax tadi. Pihak kepolisian mencari sumber-sumber informasi yang salah, yang diterbitkan awal, yang jadi pemicu salah persepsi. Ditangkaplah pemilik akun Twitter @videlyae

Baca juga: Sebar Hoax Omnibus Law,  Pemilik Akun @videlyae Terancam 10 Tahun Bui

Baca juga: Kini Ditangkap Polisi, Sosok Pemilik Akun @videlyae yang Diduga Sebar Hoaks UU Cipta Kerja

Penasaran saya akhirnya mencari akun Twiternya dan sudah diprivat. Dibio -nya ada link, dan ternyata dia adalah blogger dan kompasianer. 

Dibeberapa postingan terbaru memang dia mengkritisi soal oligarki, melihat keadaan perpolitikan dan pemerintahan saat ini, dalam bentuk sajak. Di postingan blognya sih oke-oke saja ya, wajar seorang blogger menyampaikan kritisi. Karena umumnya pembaca blogger itu lebih encer otaknya, jadi ketika membaca tulisan opini seperti itu, masih bisa dipahami dengan lebih baik. 

Tapi ketika sudah merambah platform sosial media "live", seperti Twiter, Instagram, Facebook, postingan tersebut bisa berubah menjadi pemicu suatu aksi. 

Jujur saja, kebanyakan kita memang tidak begitu paham dengan undang-undang omnibus law ini. Kita hanya tahu secara garis besar memang undang-undang ini pro pengusaha, dalam rangka membuka ruang investasi. Yang kita tahu regulasi yang ada di Indonesia ini memang menghambat iklim investasi. 

Di kondisi ekonomi lesu begini, pemerintah berusaha menarik investor datang, tujuannya adalah memutar roda ekonomi, guna menyerap tenaga kerja agar warganya bisa punya uang. 

Tapi berapa uang yang didapat tidak jelas, apakah sesuai standar hidup layak atau tidak, itu yang tidak bisa dipastikan.

Berkaca dari kasus blogger yang ditangkap ini, untungnya bukan karena postingan di platform blognya, ya untuk lebih berhati-hati menyampaikan pendapat atau informasi. Kalau opini mungkin harus diberi tanda. Jika informasi harus dipastikan sesuai dengan faktanya. Supaya tak dianggap hoax dan menyebarkan berita bohong.

Oh tapi ada dong, waktu itu dia komika, dan juga blogger. Dia itu buat postingan di blognya keluhan terhadap manajemen apartemen dimana dia tinggal, dimana manajemen apartemennya tidak profesional. Apa yang ditulis di blognya itu berujung pelaporan polisi.

Baru-baru kemarin ada akun Twitter yang sempat saya komentari, soal isu tentara asing. Untungnya gak viral dan jadi masalah di kepolisian. Kalau ada yang mempermasalahkan mungkin saja bisa ramai. 

Iya bahkan untuk sebuah postingan sederhana, jika ada yang mempermasalahkan pasti bisa jadi masalah. Kalau semua cuek-cuek saja, ya jadi B aja. 

Pada intinya ya jangan memperkeruh suasana. Lakukan yang terbaik untuk negaramu, jika berkeluh kesah harus belajar menggunakan bahasa yang mungkin lebih cerdas, "memukul dengan tak terlihat". Beberapa catatan yang saya simpan di blog saya juga buat saya belajar, apa yang saya tulis dimasa yang lalu pastinya mengalami perubahan, itu karena kita belajar. 

Berharap masalahnya selesai. Bahayanya hoax itu karena bisa memicu orang lain yang "bodoh" melakukan kebodohan, apalagi ketika dilakukan bersama-sama jadi kerusuhan. Tidak semua bisa membaca dengan memahami, orang Indonesia hanya mampu membaca belum memahami, termasuk juga saya yang lagi belajar memahami. 

Semoga jadi pelajaran kita semua, termasuk saya juga. Banyak membaca tapi perbanyak pula memahami apa yang dibaca ya. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar