Trip Air Terjun Madakaripura, Probolinggo


Setelah minggu lalu, saya bersama genk diajak jalan-jalan ke Batu, Malang. Minggu ini masih dengan genk yang sama, saya akan menuju wisata air terjun yang bernama Madakaripura, yang terletak di Kabupaten Probolinggo.

Sebagai tambahan informasi, daerah dimana saya stay saat ini memang di kelilingi oleh gugusan pegunungan, dari Gunung Arjuno, hingga beberapa gunung lain, ya ada Bromo, Semeru dan pegunungan lain yang saya bingung juga namanya. Otomatis, kalau ada pegunungan pasti banyak sekali sumber mata air pegunungan dan itu pasti memungkinkan ada air terjunnya, biasa disebut coban, grojogan atau bahasa Inggris -nya waterfall.

Nah air terjun yang akan jadi sasaran tujuan adalah Madakaripura Waterfall. Lokasinya sendiri berada di Desa Sapih, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Air terjun Madakaripura ini mempunyai ketinggian 200 meter. Wikipedia mencatat, Madakaripura ini merupakan air terjun tertinggi di pulau Jawa dan tertinggi kedua di Indonesia.


Air terjun ini berada di dalam Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tepatnya di lereng Gunung Bromo. Air terjun ini berada di ujung lembah sempit dan berbentuk ceruk yang dikelilingi tebing curam. Lokasinya sendiri berapa pada ketinggian 600 - 1000 mdpl.

Nama Madakaripura sendiri berasal dari nama tempat pertapaan mahapatih Gajah Mada. Diartikan pula sebagai 'tempat tinggal terakhir' mahapatih Gajah Mada sebelum akhirnya moksa. Madakaripura sendiri merupakan tanah yang dihadiahkan Hayam Wuruk kepada mahapatihnya atas tugasnya menyatukan nusantara.

Air yang melintas di air terjun ini debitnya tidak pernah berkurang, sering disebut air terjun abadi. Air yang mengalir ini akan mengalir ke Sungai Lawean. Saya menduga ini karena ekosistem alam di hulunya masih terjaga dengan baik, tapi jika suatu saat nanti manusia tidak lagi bersahabat dengan alam, saya yakin tidak ada yang abadi di dunia ini selain Yang Maha Kuasa.






Objek wisata Madakaripura ini dibuka sejak 1986. Tapi menurut guide di sana, objek wisata ini dibuka sejak 1991. Sebelum masuk ke area parkiran ternyata ada penjagaan oleh Perhutani, di sana kita dimintai tiket parkir Rp 8.000,- untuk mobil. Tiket masuk ke lokasi wisata ini per 1 Februari naik jadi Rp 18.000,-.

Trip saya ini juga mau membuktikan hasil tulisan beberapa blogger yang pernah ke sini beberapa waktu yang lalu, bahwa di sini banyak pungutan retribusi dan ulah pemalakan berbasis jasa cuci kendaraan, guide dll. Apakah sudah ditata, atau masih saja ada oknum di sini. Karena ini jelas akan mengurangi antusias wisatawan berkunjung ke tempat ini.


Perjalanan
Kami berangkat dari Pandaan, Pasuruan sekitar pukul 06:00, ya menunggu BKH menjemput anggota genk satu per satu. Kalau menghitung dari Google Maps, menuju ke lokasi membutuhkan jarak tempuh kurang lebih 80an kilometer, dari start office, Jl. Stadion. 




Menyisir jalur pantai utara Jawa Timur, lalu kemudian ke arah selatan. Menyenangkan menikmati suasana awal pekan di pagi hari. Dari dataran rendah di utara, kita menuju selatan dengan nuansa pegunungan, start mulai ke selatan adalah awal petualangan.



Sampai di TKP sekitar 07:45, di sana tersedia parkiran kendaraan, ya lumayan luas si. Parkirannya masih tanah, belum ditata pakai paving blok. Di seberang parkiran itu ada warung-warung yang menjual makanan dan kamar mandi/ toilet umum. Parkirannya terbuka, dalam arti tidak rindang, jadi kalau siang ya panas.




On The Spot
Sampai di TKP langsung kami dadatangi pemuda setempat yang menawari ojek menuju gerbang masuk wisata. Mereka bilang jarak tempuhnya 4-6 km dari parkiran sini. Saya juga tidak begitu paham, berapa jaraknya dari sana. Mereka menawarkan tarif dari 40K, 35K hingga 10K 2 orang alias 5K per orang. Mereka sangat militan sekali. Mereka juga menawarkan jasa guide, dengan alasan di lokasi membutuhkan pemandu yang memberitahukan apabila ada situasi banjir bandang. Ada pula yang menawarkan sandal jepit, sarung pelindung hape dari air dan jas hujan kresek.




Tawaran layanan guide kami tolak karena ada dari kami yang sudah pernah ke sini. Pedagang penjual sandal dan jas hujan kami tolak karena kami sudah mempersiapkannya sendiri. Ojek pun kami tolak karena memang sedari awal kami memutuskan untuk berjalan kaki. Rencana kami adalah sepulang dari wisata baru menggunakan ojek.




Berjalan kaki menuju gerbang wisatanya kami disuguhin pemandangan khas hutan gitu, bukan hutan rimba ya. Saya jadi ingat suasana kalau mau ke Baturaden, Banyumas, lewat jalur alternatif. Ya semak, pepohonan, lereng-lereng curam plus suara aliran sungai di bawah lembah dan juga decit tekanan air dari pipa air bersih warga. Udaranya tidak begitu dingin, biasa saja hawanya.




Selama perjalanan ya kita foto-foto dan bercanda, jadi tidak terasa lelah. Padahal jarak jalan kaki kita ini lumayan jauh. Kebetulan anggota genk jalan-jalan ini bukan tipe mengeluh, jadi semua dibawa enjoy saja berjalan. Tahu-tahu sudah sampai saja dengan gerbang masuk.


Hingga tiba di dekat pintu masuk yang di depan gerbangnya ada patung mahapatih Gajah Mada yang sedang menghunus keris. Di sana juga ada lahan parkiran dan warung-warung yang menjual makanan. Parkiran di sini lebih cocok untuk motor karena lahannya tidak begitu luas. Sampai di sana, kami berhenti di salah satu warung untuk sarapan. Sama seperti perjalanan minggu lalu, menu indomie selalu jadi pilihan.



Btw, warung di sini murah meriah lho, indomie rebus atau goreng tanpa telor itu harganya Rp 5.000,- kemudian teh manis anget Rp 3.000,-. Saya pikir bakal mahal, ternyata tidak. Recomended dah ini, mudah-mudahan tidak terkontaminasi budaya inflasi hahahaha.

Setelah kenyang mulai masuklah kita. Di pos tiket terpajang spanduk informasi tiket yang baru, harga tiketnya naik lho. Padahal hasil searching di awal itu sekitar 11K, tapi ternyata Rp 18.000,- naik per awal Februari lalu. Tiket yang didapar dua, dari Perhutani dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Kabupaten Probolinggo.



Selanjutnya kami kembali berjalan kaki. Di etape awal itu ada patung mahapatih Gajah Mada yang lagi semedi, di belakangnya ada tulisan nama lokasi ini yang kali ini dicat warna-warni. Di sana juga ada toilet umumnya ya, jadi yang pengen pis bisa dilakukan di sini.

Di spot awal ini tidak sempet foto, jadi fotonya pas pulangnya

Lanjut perjalanan menuju air terjun itu jalannya ya kecil, jalan di tepi sungai berair coklat (habis hujan, jadi coklat warnanya) yang posisinya di bawah. Jalanannya ada yang sudah semen ada yang tanah, tapi sudah mayoritas sih disemen. Ada titik yang jalannya kena longsor lalu dipasangkan jembatan sementara dari bambu.


Selama perjalanan ini kita disuguhkan pemandangan khas 'taman jurrasic'. Segar deh, hijau-hijau ditemani suara aliran sungai dan serangga hutan. Jalanan di situ licin, jadi hati-hati, licin karena lumut. Sepatu yang punya grip bagus direkomendasikan. Jangan pakai sepatu atau alas kaki yang karetnya sudah habis, bisa terpleset nanti. Saya saja pakai 'si merah' sandal gunung padahal masih bagus alasnya, beberapa kali terpleset karena lumut.




Itu yang warna putih seperti tenda, itu pos pemeriksaan tiket 


Di tengah perjalanan ada pos pemeriksaan tiket. Secarik tiket yang bayar di depan nanti diserahkan ke petugas itu, jadi tiket yang tadi habis bayar jangan dibuang ya.

Nah di sepanjang perjalanan bisa kita sambil berfoto. Karena masih pagi jadi sepi, mau berfoto juga tidak ada yang ganggu. Ada beberapa spot yang sering dan biasa dijadikan spot, yaitu dua jembatan gantung berwarna merah di spot berbeda.

Jadi sepanjang jalan menuju lokasi kita sangat santai, waktu berfotonya lebih banyak. Padahal ya gak instagramble banget, tapi tergantung kitanya aja yang berkreasi. Kalau saya sih sekedar ada dokumentasi nostalgia.



Selama perjalanan sih tidak saya temukan hewan-hewan khas hutan di sana, paling ya hanya lihat terbang burung elang dua ekor di udara. Ada juga saya temukan kotoran hewan, entah itu kotoran hewan apa, katanya sih luwak, Tapi tidak tahu pastinya, namanya juga tebak-tebak.

Akhirnya tiba juga di etape akhir, di sana ada pos untuk penitipan barang. Di sana disediakan penyewaan loker dan kamar mandi/ kamar bilas untuk ganti pakaian setelah basah-basahan. Tempatnya tidak besar, seadanya saja. Di sana juga ada jual jas hujan kresek, sandal jepit, pelindung hape dari air.


Demi kenyamanan, kami sewa satu loker. Tas saya dan barang-barang berharga lain diamankan di loker. Saya hanya bawa jas hujan kresek, sandal jepit dan handphone. Saya butuh buat foto-foto, meski bukan hape anti air, tapi saya merasa butuh dokumentasi pribadi di sana.



Sampai lokasi, suasana bulir-bulir air seperti shower mulai berhembus dari langit, ya air terjun halusnya mulai saya rasakan. Saya kemudian mulai turun ke cerukan di bawah, aliran air yang jadi sumber sungai coklat dimana sepanjang perjalanan saya lihat tadi. Setelah turun, langsung deh shower air saya rasakan, segar sekali. Jas hujan kresek langsung saya pakai, karena saya tidak bawa baju ganti, jadi harus memaksimalkan kondisi tetap kering.

Di spot yang memang air showernya deras, saya beruntung masih bisa berfoto dari kamera Iphone bro Marcel. Kelamaan di sini kayanya bosen, akhirnya saya mencoba ke arah sumber air terjun yang besar. Menuju ke sana itu harus lewat sungai berbatu, berpasir plus ditemani material bawaan arus air. Material yang terbawa itu seperti batang tumbuhan, entah batang tumbuhan apa, kaya kangkung raksasa, tapi batangnya keras.










Yang bisa dilakukan di sini ya hanya berfoto saja, soalnya mau main air pun airnya kotor lumpur, mau main pasir juga kayanya gak asyik saja begitu. Kalau punya kamera bagus, disini nampaknya bisa dapat dapat foto-foto bagus deh, ya tergantung yang ambil gambarnya juga.


Setelah puas main-main, kami pun naik, kembali ke tempat penyimpanan barang tadi, lalu melanjutkan perjalanan untuk pulang. Kembali berjalan kaki, setapak demi setapak menuju arah pintu masuk awal tadi. Perjalanan pulang ya mengalir begitu saja, tidak ada rasa lelah, yang pasti menyenangkan, meskipun Marcel harus kehilangan kacamatanya karena lupa.

Sampai di pintu gerbang loket masuk, akhir perjalanan belum usai, karena menuju parkiran masih harus melangkah lagi. Awalnya kami memutuskan untuk berjalan kaki. Tapi ternyata ojek-ojek kembali mendekati kami menawarkan jasanya. Akhirnya ya entah karena apa, tiba-tiba saja kami tertarik untuk naik ojek ini, ya karena kebetulan tarifnya itu Rp 5.000,- per orang. Ya sudah, untuk mempersingkat waktu.

Sampai di parkiran, kami pun cari tempat tunggu yang pas. Pilih salah satu warung di sana yang menjual gorengan. Yang tadi basah-basahan pun ke kamar mandi untuk mandi dan bilas. Kebetulan saya gak basah-basahan, jadi ya duduk di warung menunggu mereka sambil lihat-lihat foto deh dan sambil ngeteh manis.


Sekitar pukul 13:00 kami memutuskan meninggal lokasi untuk kembali pulang ke Pandaan. Sekaligus mengkahiri refresing di Madakalipura Waterfall hari ini. Saya rasa menyenangkan sekali hari ini, rasa puas terbayarkan tanpa lelah. Rekomended lah buat yang belum kemari, tapi kalau orang banyak mengeluh lebih baik gak usah ke sini, jauh, jalannya pasti pegel. Yang mau ke sini yang mau senang saja.

Sampai jumpa dicatatan saya lainnya. Masih banyak destinasi lain sih yang bisa dikunjungi selama di sini, tinggal lihat momen dan kesiapan personelnya. Kesimpulan pembuktian apa yang pernah ditestimoni beberapa blogger dulu yang pernah ke sana terjawab. Pelayanan di lokasi wisata ini sudah ditata lebih baik, setidaknya pemalakan ala-ala cuci-cuci mobil tidak ada. Pemaksaa soal guide sih ya ada sedikit, soal ojek juga sedikit. Ya mungkin mereka militan menawarkan jasanya. Mungkin perlu diedukasi lebih baik lagi oleh pihak terkait, supaya lebih nyaman saja bagi pengunjung baru yang minim informasi lokasi wisata ini. Ya begitu saja deh buat penutupnya, semoga informasinya bermanfaat. -cpr- #naturalitygalery2019

Posting Komentar

2 Komentar

  1. tempatnya asik, sejuk dan natural. jauh dari kesibukan perkotaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar, ya jau sx. Kalau mau menyepi, menyendiri di sini bs tuh. Pantas jd pilihan Patih Gajah Mada moksa.

      Ati3 sawan aja hahaha

      Kalau menantang mau jg bs, nyelam / berenang sj di danau tampungan air terjun utama.

      Kedalaman 10-15 meter, dengan kontur gua, visibilitas terbatas trgntung cuaca, banyak endapan pasir nya, mungkin bawaan dari Bromo Tengger.

      Pernah ada yg tenggelam di sana, dievakuasi bule, tenggalam dan diketemukan jasad sekitar 1 jam.

      Jd emang tempat yg cocok buat BD, kalau mau, drpd BD loncat2 gedung.

      Di sini tempatnya pas banget buat tapa brata

      Hapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6