Jadi Kakek Kecil dan Om Kecil

Pernah berpikir kapan saya bisa jadi kakek? Kalau dipikir-pikir sambil ber-'cermin', masa dengan kondisi saat ini bisa jadi kakek? Tapi, untungnya punya keluarga dengan ranting keluarga yang besar dan banyak, menjadi kakek atau sekedar jadi om itu mudah saja. Dan saya mengalaminya.

Kalau dipanggil om, paman mungkin sudah biasa ya. Tapi kali ini saya dapat panggilan 'kakek', diusia saya yang masih kepala "3", lucu juga sih.

Cuma terkadang heran, jabatan om ini muncul karena kekerabatan yang dengan ranting yang cukup banyak, dengan jarak umur yang cukup jauh.

Jadi begini, ya karena kakek yang punya banyak istri, memungkinkan punya rumpun keluarga yang banyak. Hubungan antar saudara bisa sangat kompleks.


Hubungan sepupuan itu bisa terjadi dengan pautan umur yang cukup jauh. Seperti saya yang punya kakak sepupuan dari ranting keluarga yang masih satu kakek, saya sendiri berumur kepala 3, dan orang tua yang sebenarnya saya panggil om yang sudah berumur nyaris kepala 6, karena ranting keluarga itu, harus saya panggil kakak. Otomatis anak-anaknya harus panggil saya om atau paman atau ame (bahasa daerah Lio sana). Jika anak-anaknya sudah menikah dan punya anak, otomatis saya jadi punya cucu, dan anaknya itu memanggil saya kakek.


Uniknya, anak-anak dimana saya panggil kakak itu, berumur sepantaran saya, bahkan kakaknya lebih tua diatas saya. Namun karena ranting keluarga itulah, mereka harus panggil saya om atau ame.

Hmm, rasanya gimana ya, kaya ada manis-manisnya gitu. Lucu sih, dan aneh juga. Padahal saya ingat dulu ketika kecil kita ya main sama-sama, malah saya lebih pantas panggil yang lebih tua kakak atau mba. Tapi kembali lagi pada ranting keluarga itulah yang membuatnya berbeda dalam silsilah keluarga. Namun saya lebih nyaman dipanggil "om kecil" atau "kakek kecil".

Ya seperti saat ini karena ketidaksengajaan, saya bisa bertemu saudara jauh, dulu saya ingat ketika masih kecil, mungkin sekitar tahun 1994 lah, saya dan keluarga menginap di rumah ponakan ayah saya di Surabaya. Otomatis saya panggil kakak pada ponakan ayah saya itu, dan anak-anaknya panggil saya om. Namun usia kami saat itu masih kecil, belum cukup memahami itu semua, ya kami hanya bermain.


Selang waktu berlalu, saya baru kembali bertemu dengan mereka, Nevi dan Christine. Saya dan Christine itu seumuran kami lahir ditahun yang sama, namun sebenarnya saya lebih muda beberapa bulan darinya. Kalau dari umur, saya panggil Nevi kakak atau mba.

Kami bertemu di Jakarta, ya sudah lama tidak jumpa, ya banyak berubah lah. Mungkin kalau ketemu di jalan kami tidak saling mengenal. Bersyukur ada momen kami bisa bertemu, ya bisa bersua diantara saudara ini. Ya sudah seperti kakak beradik lah kita, karena saya tidak punya saudara perempuan, dengan mereka membayar semuanya itu. Ya tanpa melihat ranting keluarga tadi.

Keduanya sudah ada yang pernah berkeluarga dan sudah berkeluarga, dan mereka masing-masing punya jagoan kecilnya. Otomatis, saya secara ranting keluarga tadi berstatus sebagai kakek.

Kalau dipikir-pikir, lucu saya dipanggil kakek, rambut masih hitam, hanya emang ada efek putih tapi itu dari ketombe. Hahaha, janggut saja masih hitam, tapi sudah dipanggil kakek. Namun saya bersyukur, saya bisa menjadi kakek di kondisi saat ini. Setidaknya jika akhirnya begini, saya sudah pernah menjadi kakek dan punya cucu #menyenangkan dan #menggelikan, seorang $cocoper6 dipanggil kakek dan punya cucu.

Beberapa foto di atas gambaran kegembiraan kami bisa bertemu setelah sekian lama. Sayangnya tidak banyak kita menikmati jalan-jalan bersama, kesibukan pekerjaan saya menyulitkan saya bertemu mereka.

Entah kapan kita bisa berjumpa lagi. Yang pasti, pasti akan ada waktu untuk berjumpa, yang penting komunikasi tetap jalan meski jarak memisahkan.

Sebuah catatan dari seorang kakek cocoper6 dan atau om cocoper6, diumur kepala "3". Sampai jumpa dikesempatan lainnya, mudah-mudahan bertemu disuasana kegembiraan selalu. Gbu all. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar