Kuciwa, Tapi Tetap Dua Periode

Sejak pagi, topik politik jadi topik hangat di kantor, sempat dikatakan pengalihan isu karena saya lagi dicengin hari ini. Topik tentang siapa cawapres yang akan head to head pada pilres 2019 nanti. Nama capres jelas sudah muncul, Jokowi incumbent dan Prabowo.

Soal cawapres ini masih jadi misteri, sehingga jadi seksi untuk dibicarakan. Memang sebelumnya topik seksi sudah mengemuka dari beberapa minggu terakhir. Dari beralihnya dukungan seorang TGB ke kubu Jokowi sampai mantan presiden yang tandang sana tandang sini demi koalisi.

Menjelang pengumuman, mungkin semalam, dari kubu Jokowi memang sudah lebih solid, bahkan dari beberapa hari sebelumnya Jokowi sudah memberikan inisial M untuk calon wakilnya nanti. Berbagai nama tersebut, hingga mengkerucut pada beberapa nama, Mahfud MD, Ma'aruf Amin dan Moeldoko, entah ada nama M lain, tapi buat saya hanya tiga nama itu.


Tak kalah seru adalah kubu Prabowo, yang sejak awal nampak tarik menarik diantara partai pengusungnya. Nampak tak solid meski mereka mengakui solid untuk mengusung Prabowo. Tapi siapa wakilnya? Raut bahagia ketika mendapat amunisi ketika mantan presiden periode lalu merapat. Kondisi ini justru bukan mempersolid malah memperkeruh pada awalnya.

Ditambah hasil musyawarah para ulama memberikan nama-nama rekomendasi cawapres. Makin bingung lagi lah kubu satu ini. Menambah kebingungan adalah ketika salah satu cawapres yang direkomendasikan menolak ambil bagian dalam kontestasi politik. Kekacauan makin menjadi ketika muncul nama baru orang nomor dua di DKI Jakarta jadi calon untuk mendampingi. Situasi ini makin memperkeruh situasi koalisi diantara mereka sendiri. Hingga tercetuslah istilah presiden kardus dan presiden baper.

Bagi saya, yang memang mengharapkan Jokowi melanjutkan pekerjaannya jelas tidak mementingkan siapa lawannya, yang penting asal jagoan saya menang.

Sebelumnya ada nama TGB, sejak awal kalau pun TGB terpilih pun saya masih okelah. Beliau masih nasionalis  dan objektif melihat suatu masalah dibandingkan tokoh berjubah lainnya yang merapat ke kubu Prabowo.

Sebagai warga negara, tentunya saya punya harapan dan pilihan. Dari ketiga nama M tersebut, satu nama yang menurut saya pantas adalah Prof. Mahfud MD. Beliau adalah sosok yang pas, meski dulu beliau merapat ke kubu Prabowo, namun beliau sosok yang objektif dan saya suka itu. Beliau nasionalis, kemudian bersih dalam track recordnya selama ini. Jadi, saya mengharapkan beliau yang pantas mendampingi Jokowi. Harapannya guna memperbaiki kualitas sendi hukum bangsa ini yang sudah rusak.

Bahkan sejak malam hingga sore, nama Prof. Mahfud MD jadi sorotan sebagai cawapres Jokowi. Namun sayang seribu sayang, rasa 'kuciwa' harus saya terima ketika ciutan salah seorang sekjen dari partai pengusung Jokowi membocorkan nama, Prof. Dr. Kyai Haji Ma'aruf Amin menjadi cawapres Jokowi dan dipastikan dengan konferensi pers oleh Jokowi sendiri.

Rasanya itu kuciwa banget. Ya dibandingkan beliau (baca: cawapres terpilih), Prof. Mahfud MD lebih punya prestasi, dengan tidak mengurangi apa yang dicapai cawapres terpilih. Menurut saya, Prof. Mahfud MD lebih cocok jadi partner Jokowi merenovasi hukum Indonesia yang sudah morat-marit ini. Perlu pakar hukum yang bersih guna memperbaiki hukum Indonesia.

Ya atas dasar inilah, dengan berat-berat-berat-sangat berat hati saya memutuskan tetap memilih Jokowi untuk dua periode.

Memang benar, alasan pemilihan cawapres terpilih ini. Demi meredam panasnya isu SARA yang digoreng kubu lawan sejak kontestasi pilkada lalu. Saling nyinyir sana-sini sering diumbar kubu lawan dengan mudahnya mengatakan hal negatif karena tidak membela kelompok tertentu. Dengan terpilihnya cawapres terpilih ini, harapannya dalam kontestasi nanti, kubu lawan jadi segan. Siapa yang Jokowi pilih bukan orang sembarangan.

Hal ini pasti jadi PEER tim hoax kubu lawan dalam menjatuhkan lawannya. Kalau Jokowi yang difitnah ini itu sudah biasa, karena Jokowi nasionalis, itu wajar. Tapi ketika pendamping Jokowi adalah ulama besar dan cukup punya posisi juga, akankah tim hoax kubu lawan akan 'berani' melakukan counter terhadap beliau ini?

Kolaborasi nasionalis religius dianggap koalisi pengusung bisa meredam pergolakan sosial masyarakat, soal politik identitas dan lain hal yang selama ini membuat bangsa ini terpecah.

Apapun alasannya, saya sebagai warga negara hanya bisa mengamini. Tapi balik lagi, saya masih punya mimpi dan harapan sosok presiden dan wakilnya. Salah satu mimpi saya adalah Jokowi dan Ahok. Meski itu tidak mungkin, bagaimana tidak, sosok seperti Prof. Mahfud MD saja tidak bisa terwujud. Atau mungkin seorang TGB yang jadi wakilnya saja tidak mungkin, apalagi seorang Ahok yang jadi pendamping. Meskipun diatas kertas ketiganya layak jadi administrator yang baik.

Saya akui, jika dibandingkan cawapres terpilih. Ketiga nama yang jadi harapan cawapres menurut saya itu akan mendapat counter yang sangat tinggi, dari hoax, soal SARA dan lain hal. Kubu lawan akan dengan mudah 'menyandung' dengan berbagai cara. Sosok Ahok akan dengan mudah dihajar isu SARA dan soal kasus hukumnya. Kemudian TGB akan dengan mudah digoyang isu ini itu, apalagi beliau dianggap mengkhianati partainya dengan mendukung Jokowi. Ditambah lagi soal isu azab yang sengaja dilempar kru penyebar hoax. Soal Prof. Mahfud MD pun sama, karena beliau orang biasa, akan banyak orang yang bisa mencela beliau. Meskipun ketiganya sosok pemimpin yang lebih layak dibandingkan lainnya menurut saya.

Ya sudahlah, keputusan telah diketok, besok pagi adalah hari terakhir pendaftaran capres dan cawapres ke KPU. Pilihan saya yang masih dilanda kuciwa, akan tetap memilih Jokowi melanjutkan pembangunan yang ada, guna mencapai pembangunan yang berkeadilan dari Sabang sampai Marauke.

Semoga, periode kedua pembangunan bekerlanjutan tetap terealisasi demi Indonesia lebih baik. Sambil menanti sosok penerus Jokowi. Salam, untuk dua periode semoga #jokowitetappresiden #2019gagalgantipresiden -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar