Senin yang Berbeda untuk Bermotor

Sudah beberapa bulan berlalu sejak saya pensiun bermotor. Sejak Sabtu kemarin saya diberi kesempatan untuk bermotor lagi, menyenangkan sih, bisa motoran lagi.

Kebetulan ada pinjaman motor, karena si empunya sedang ada urusan, dikiranya hanya sampai Senin pagi, jadi sorenya saya kembali naik angkutan umum. Tapi ternyata satu hari lagi diberikan kesempatan 'nostalgia' kembali bermotor.

Tadinya saya pikir ini adalah Senin setelah libur panjang pula, otomatis jalanan pasti padat. Tapi ternyata, hari ini jadi Senin yang berbeda. Kebetulan juga sih Senin ini anak sekolah masih libur, jadi pasti inilah yang membuat Senin jadi berbeda.

Suasana kemacetan pagi dihari Senin yang hujan

Pagi sempat berangkat lebih siang, sekitar pukul 07:00 start dari Depok, sampai kantor ya terlambat +3 menit. Maklum, macet pas nyebrang jadi bikin telat, padahal sih kalau pas nyebrang lancar, pas deh 60 menit perjalanan pagi ini dengan bermotor.

Sorenya, start pukul 17:30 dari kantor, sampai Depok (Pendopo) itu sekitar pukul 18:15. Luar biasa, ya +45 menit waktu yang ditempuh bermotor sore ini. Bisa dibilang, cepat. Jalanan ya terbilang lancar. Saya beruntung bermotor kali ini, tidak merasakan lelah yang sangat, meski tetap pantat dan punggung pegel, tapi tidak terlalu lah. Perkiraan kecepatan rata-rata 30 km/jam.

Soal biaya, untuk menjaga tanki bbm motor Mio dilevel full, saya habiskan budget 15K, isi pertalite. Sensasi perbedaan bermotor dan komuter menurut saya cukup terasa sih. Terutama ya soal pegel-pegelnya dan soal irit budget aja sih. Ya untuk sekali-kali begini, irit emang sih. Lainnya, yang berbeda adalah sensasinya.

Senin sore arah kembali ke Depok

Sensasi lain yang membedakan bermotor dan komuter adalah soal berpikiran positif. Ketika komuter, saya benar-benar bisa menikmati pikiran positif, membaca berita online, mendengarkan musik, nonton youtube, main game. Ketika bermotor, yang dipikirkan hanya pikiran negatif saja, tentang banyak hal, past and future.

Sensasi lainnya adalah soal kepasrahan. Dengan komuter saya belajar bagaimana berpasrah. Berpasrah pada kondisi bus datang telat, bus mogok, atau krl gangguan, atau amit-amit laka lantas, kita tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali percaya pada takdir. Tapi bermotor, baik buruknya tergantung kita di jalan, meskipun ketika sudah berhati-hati, bahaya masih mengintai. Tapi setidaknya kita masih punya peranan demi keselamatan kita di jalan.

Tapi keduanya, sama-sama bisa menikmati pemandangan, hanya bedanya langsung dan tidak. Bermotor bisa nikmati udara langsung, udara segar dan sekaligus polusi. Kalau komuter, udara segarnya dari AC atau kalau mau segar ya pas berhenti di stasiun atau halte.


Ya itulah catatan saya ketika kembali merasakan bermotor, sejak 3 bulan memutuskan pensiun. Tapi, keputusan untuk menggunakan kendaraan umum adalah tepat.

Terima kasih buat mba @heny4813 saya jadi bisa kembali merasakan sensasi bermotor, meski hanya beberapa hari, tapi lumayan untuk tidak melupakan 'sejarah'.cpr.

Posting Komentar

0 Komentar