Kucing Lagi, Kucing Lagi

Sudah mau setahun saya berpisah dengan kucing peliharaan saya, si orange. Dia terpisah dengan saya di Januari 2017, ketika itu proses pindahan ke kos yang baru. Si orange saat itu diajak ikut, dia tidak mau, mungkin dia tidak nyaman ikut dengan dimasukan ke dalam keranjang kecil. Akhirnya, si orange ditinggal dulu, niatnya besok dijemput, eh besoknya dicari tidak ketemu, ditunggu pun tidak juga datang, entah dia pergi kemana.

Baca juga: Orange Sudah Besar

Pindah ke tempat baru tidak membuat saya jauh dari kucing. Wajar, karena kucing adalah hewan yang paling baik "bersosialisasi", dimana-mana selalu ada kucing.


Sejak berpisah dengan si orange, saya pikir tidak usahlah piara kucing lagi, toh belum punya tempat tinggal menetap, repot kalau lain waktu harus pindah lagi, belum tentu si kucing yang saya pelihara mau ikut, atau barangkali tempat yang baru tidak mendukung kehidupan si peliharaan. Maklumlah, pola asuh peliharaan saya adalah freedoom, saya tidak mengandangkan. Karena saya sendiri bekerja, kasian kalau dikandangkan. Jadi, ketika saya pulang kantor, kami baru bisa bertemu dan bermain.

Eh niatnya si tidak mau piara, tapi entah ini kucing dari mana, tau-tau sering sekali main di depan kamar saya. Padahal saya sudah cukup galak, mengusirnya, tapi tetap saja gaya manja ala kucing dia tunjukan pada saya supaya saya iba. Entah dari umur berapa si hitam-putih ini mulai menyambangi saya, sepertinya dulu masih kecil sih.

Ya, saya namai dia si hitam-putih alias sapi. Warnanya memang hanya hitam-putih, bukan kucing yang bertubuh kekar sih, meski dia kucing jantan.


Berkali-kali saya usir, saya bentak, saya "kerjain", tapi tetap tidak membuatnya takut, masih saja main ke depan kamar. Saya tidak berikan ijin masuk, saya selalu memberikan aba-aba jika dia mau masuk kamar. Tapi ketika pagi, habis saya mandi, si hitam-putih ini suka tau-tau nyelenong masuk kamar, dan langsung rebahan di keset, mungkin hangat di sana dan di luar dingin. Di keset dia menggeliat dengan enaknya. Ya sembari saya siap-siap, ganti baju dan berbenah untuk berangkat kantor, saya diamkan saja si sapi di sana.

Nah, pas saya mau berangkat nih, biasalah saya usir dong nih "sapi", uniknya ni sapi tau kalau saya mau pergi dan mau mengusir dia dari keset dia rebahan. Dengan gaya ngulet, dia makin merebahkan dirinya di keset, membuat saya sulit untuk mengusirnya pergi. Badannya itu diberat-beratin, seakan-akan menunjukan "aku itu gak mau pergi, masih enak di sini!"


Situasi yang mengingatkan saya dengan si orange dulu, dia dulu juga suka seperti ini, malas beranjak kalau saya suruh keluar. Sampai harus diseret-seret keluar pintu kamar baru mau keluar. Tapi wajar, kalau si orange saya pelihara dari kecil, makan tidur kadang di dalam kamar, sampai saya berikan "singgasana" khusus buatnya dulu. Tapi si sapi ini, jarang sekali saya kontak atau komunikasi dengannya, tapi dia cukup sok akrab dengan saya. Meski begitu, tidak menggoyahkan niat saya untuk tidak memelihara kucing lagi, cukup orange saja kenangan yang saya punya.

Satu alasan menurut ssya yang jadi penyebab si sapi ini berusaha dekat dengan saya akses akan makanan. Karena selama hampir setahun saya di sini, dia sudah cukup hapal rutinitas saya setelah makan, terutama makan-makanan bertulang. Saya selalu membagikan makanan untuk mereka (kucing) yang ada di situ. Si sapi jadi salah satu yang paham akan kebiasaan saya itu dan berharap itu setiap hari. Mungkin itu jadi penyebab si sapi ini SKSD, sok kenal sok deket. Ya begitulah, namanya juga kucing, yang datang kalau butuh saja. Semoga kita bukan seperti kucing ya, jadilah seperti anjing, yang setia. Supaya tidak, "kucing lagi, kucing lagi".cpr

Posting Komentar

0 Komentar