Memahami Lahirnya Perpu Ormas

Heran kadang dengan negeri ini, ya masyarakatnya sangat mudah diadu-domba, tidak punya pemahaman yang positif dalam melihat sesuatu, semuanya ditanggapi negatif saja. Tidak melihat sisi lainnya, konteksnya, dan terutama tidak berkaca pada diri sendiri dulu. Ketika ada sesuatu, selalu ditanggapinya reaktif. Kalau sesuatu yang negatif ditanggapi reaktif masih masuk akal. Tetapi ketika sesuatunya masih dalam koridor yang baik, ketika ditanggapi reaktif, kan aneh. Wajar jika terkesan yang reaktif ini adalah pihak-pihak yang tidak suka alias barisan sakit hati.
Ilustrasi
[Sumber: Google]

Seperti yang sedang dialami sekarang, Perpu Ormas yang jadi masalah sebagian orang dari kelompok tertentu. Padahal perpu ini tidak menyasar kelompok tertentu, isi dari perpu ini yang pasti dan utama adalah sebagai 'pagar' kita berorganisasi dan bermasyarakat, supaya tidak melenceng dari apa yang jadi dasar republik ini yaitu Pancasila dan UUD 1945. Mereka yang 'merasa' jadi sasaran perpu ini menurut saya terlalu 'kepedean' atau memang itulah yang ada di dalam hati mereka, ingin melanggar 'pagar' yang sudah dibuat pendiri-pendiri bangsa ini dulu.

Pemerintahan Jokowi dianggap memang berani melakukan keputusan antimainstream dan tidak populer bagi sebagian kelompok tertentu. Apa yang diputuskan adalah buat Indonesia Raya, bukan untuk kelompok tertentu itu saja. Toh isinya pun tidak menyudutkan, kecuali memang mereka punya keinginan untuk merubah pondasi dasar republik ini.

Salah satu ormas tertentu memang jadi contoh pertama atas sanksi dari perpu ini. Karena memang, meskipun apa yang mereka sampaikan dalam AD ART mereka 'sesuai' dengan pagar yang tertuang dalam perpu, namun sepak terjang ormas ini selama ini dianggap memang 'keluar' dari apa yang tertulis. Mereka berusaha menanamkan ideologi yang tidak boleh ada di republik ini. Saya mengenal ormas ini sejak mahasiswa, dan memang begitu masif dan militannya anggota diarus bawah untuk memperkenalkan dan menanamkan paham ini ke setiap anggotanya dan masyarakat. Bagi saya, tidak ada masalah ketika tidak ada tindak kriminal yang dilakukan. Tapi lama kelamaan, akhirnya hanya akan menimbulkan fanatisme berlebihan, merasa diri paling benar dan menganggap apa yang diyakini orang lain yang tidak sependapat salah.

Hal ini yang ingin dicegah pemerintahan sekarang, supaya tidak ada lagi ormas yang berusaha memaksakan kehendak, yang memaksakan paham yang sebenarnya tidak bisa dijalankan di republik yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945.

Komentar elit-elit yang anti pemerintah sudah jelas akan berpihak kemana. Komentar-komentar yang menyasar pemerintah sudah jelas maksudnya apa. Ibarat sambil menyelam minum air. Elit yang duduk di dewan ini sedang berusaha mencari dukungan untuk perpolitikan kedepan, yang sebentar lagi akan melaksanakan hajat besar pemilu presiden dan pemilu wakil rakyat. Itung-itungan mereka sudah jelas, yaitu 'suara' dari kelompok yang merasa terzolimi. Dan hitung-hitungan mereka, kelompok ini adalah mayoritas. Ya tidak perlu kaget, seperti yang dilakukan sengkuni, itulah yang bisa kita amati sekarang.

Sekarang kembali lagi, ke semua ormas yang ada di Indonesia, selama berada dikoridornya, negara toh tetap akan mengakuinya. Apalagi ormas-ormas yang punya peranan dalam membangun bangsa, negara pasti akan mengapresiasinya. Janganlah selalu menuntut apa yang bisa diperbuat negara untuk kita, tapi berpikirlah apa yang sudah kita perbuat untuk bangsa dan negara ini. Lebih baik berpikir positif. Indonesia tidak seperti dulu berada ditangan pemimpin yang otoriter, kita bisa jelas membedakannya dulu dan sekarang. Di jaman sekarang dimana kebebasan berpendapat diakui, lakukanlah dengan baik, bersyukurlah kita hidup di Indonesia. Bayangkan mereka yang menyesal pergi merantau jauh-jauh demi negara yang ber-khilafah di timur tengah sana, namun apa yang didapat, hanya propaganda semata, pada akhirnya hanya jadi tumbal perang untuk pemaksaan kehendak kelompok separatis, ironis.

Sadarlah, berpikirlah positif dengan akal sehat dan 'usus yang panjang'. Jangan gunakan pemahaman-pemahaman yang hanya dimengerti kelompokmu saja, kita hidup bermasayarakat yang heterogen, jadi berbaurlah dan jangan memaksakan kehendak dirimu sendiri.

Harapannya, pemerintah lebih meningkatkan kualitas sektor pendidikan, supaya tingkat literasi bahasa bangsa ini meningkat, sehingga tidak ada lagi orang-orang yang mudah diadu domba demi kepentingan segelintir orang yang menginginkan kekuasaan. Karena ternyata titik lemah dari semua itu adalah tingkat pemahaman yang rendah. Semoga, lekas lahir menteri "susi" baru di sektor pendidikan negeri ini. Amin.

Posting Komentar

0 Komentar