Kisah Seorang Nahkoda (3)

Pagi pertama setelah sang nahkoda ditinggal pendampingnya berlayar, dia hanya duduk di pinggir dermaga, sambil memandang sekelilingnya, yang tampak hanya sebuah tiang kapal layar lain, dimana si pendamping yang selama ini mendampinginya berlayar kini berada. Sebelum melewati pagi ini, malam berat sang nahkoda alami, sesak di dadanya tidak bisa dibohongi. Ketegaran jiwa seorang pelaut coba ditunjukannya, tetapi tetap semua itu tidak bisa dibohongi.

Ilustrasi[Sumber: Google Image]

Tampak datang beberapa orang ke dermaga itu, mengajak sang nahkoda untuk "kembali". Tapi tetap saja nahkoda hanya duduk di tepi dermaga itu. Banyak hal yang diutarakan kepada teman yang datang mendekat, namun semuanya tidak mampu merubah sang nahkoda beranjak dari tempatnya berada sekarang. Sang nahkoda hanya duduk diam, sambil terus bertanya dalam hati atas kekecewaan yang dia rasakan. Sebuah pukulan ombak besar hingga kapal layarnya kandas di dermaga ini.

Sang nahkoda tidak punya banyak visi kedepan kini, visi kedepannya telah sirna setelah pendampingnya yang selama ini menemaninya berlayar pergi. Harapannya, "pergi untuk kembali", tetapi banyak hal yang sampai ke telinga sang nahkoda bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi. Tapi entahlah, ke depannya tidak ada yang tahu. Sang nahkoda hanya berkata, "Kapal layar ini akan tetap aku jaga,berharap dia bisa kembali, dan kita bisa kembali berlayar." Entah sebuah harapan kosong atau memang harapan penyemangat.

Nahkoda yang malang kini masih tetap memilih berada di ujung dermaga bersama kapal layarnya yang kandas. Hanya itu yang nampak dilakukannya. Sampai kapan? Perjalanan kisah sang nahkoda ini entah dimulai atau disinilah akhirnya kisahnya, semuanya masih belum tahu.

Posting Komentar

0 Komentar