Film: Virgin Snow

Sangat jarang aku menonton sebuah film drama percintaan asia, baik dari Korea maupun Jepang, ya kecuali film tentang “Janggeum”, kemudian “Metor Garden” itu pun dulu sekali, selain itu jarang sekali saya menonton film begenre sejenis. Namun entah kenapa malam ini saya merasa ingin menyaksikan drama romantisme, mungkin karena perasaan gundah gulana yang sedang aku alami sekarang. Melihat cerita atau kisah romantisme cinta yang tulus jadi hiburan tersendiri.

Sebuah hiburan, kenapa? Karena ketika melihat kisah cinta mereka ada kebanggaan dalam hati, “Apa yang mereka alami tidak seburuk dan semenyedihkan apa yang saya alami!”, kemudian ada hal-hal pengalaman romantisme dalam film tersebut yang bisa aku ambil, setidaknya bagaimana memperlakukan wanita agar tercipta cinta tulus. Ya karena alasan itulah aku bertahan menonton film ini. Film ini berjudul Virgin Snow. Aku tidak begitu paham dengan film ini, namun saya mencoba menuliskan sedikit garis besar kisahnya. Kalau ada perbedaan dengan kisah aslinya, ya ini karena keterbatasan pemahaman ku mengikuti alur ceritanya.

Secara garis besar, film ini menceritakan kisah cinta dua insan dari dua negara yang berbeda, Korea dan Jepang. Si pria berasal dari Korea bernama Min dan si wanita berasal dari Jepang bernama Nanae. Mereka berdua bertemu di sebuah sekolah, dari pertemuan yang saya tidak tahu bagaimana, maklum saya menonton film ini tidak dari awal. Karena masalah komunikasi, hubungan mereka sedikit terhambat, karena ego masing-masing membuat hubungan mereka sedikit terhambat, tetapi akhirnya mereka bisa bertemu kembali dan memutuskan kelanjutan hubungan mereka. Akhir cerita happy ending.

Min dan Nanae bertemu ketika mereka masih sekolah tingkat sekolah menengah. Min yang seorang Korea ya hanya bisa bahasa Korea, begitu juga Nanae yang seorang Jepang hanya bisa bahasa Jepang. Namun di sekolah itu mereka diajarkan bahasa masing-masing tersebut, jadi sedikit demi sedikit Min bisa bahasa Jepang dan Nanae bisa sedikit bahasa Korea, meski lafal mereka masing-masing terbata-bata.

Hubungan mereka memang awalnya terkendala bahasa, namun karena adanya benih-benih cinta diantara mereka, keterbatasan bahasa bisa dihadapi dengan perasaan saling mengerti dan mengalah. Justru dengan cara itu mereka bisa saling mengenal satu sama lain. Min memang tertarik pada Nanae, hingga suatu ketika Min berbuat salah pada Nanae. Untuk menebus kesalahan itu Min mencoba mencari uang untuk membelikan sesuatu untuk membalas kesalahannya itu, yaitu sebuah kotak peralatan lukis. Nanae diketahui Min punya hobi melukis. Pertemanan mereka terus berlanjut dari seiring pertemuan mereka, Min mengajak Nanae jalan-jalan, dan merajut kenangan-kenangan diantara mereka.

Min mengajak Nanae ke galeri gerabah/ keramik. Kebetulan ayah Min adalah seorang pengrajin gerabah. Di galeri gerabah itu, Nanae tertarik pada sebuah porselen berlukis. Nanae menjelaskan bahwa porselen berlukis itu dibuat dengan dua orang berbeda, yaitu si pembuat porselen dan seorang yang melukis porselen itu. Akhirnya Min dan Nanae sepakat untuk membuat sebuah porselen berlukis, Min yang membuat porselen dan Nanae yang akan melukisnya. Min awalnya tidak suka dengan kerajinan gerabah, tetapi demi janji yang dibuat dengan Nanae, Min belajar membuat porselen/ gerabah pada ayahnya. Usaha keras Min lakukan untuk itu. Min punya niat memberikan hadiah porselen buatannya pada peringatan hari raya ke-100.

Min punya latarbelakang keluarga baik-baik, berbeda dengan Nanae yang punya latarbelakang keluarga yang kurang harmonis. Sering terjadi pertengkaran diantara ayah dan ibunya. Hal ini mungkin tidak diketahui oleh Min, namun Min tahu ada hal yang disembunyikan oleh Nanae, karena sikap Nanae yang nampak murung di saat tertentu.

Akhirnya tiba waktunya pada perayaan hari ke-100. Min dan Nanae bertemu, dan mereka melakukan acara tukar kado, Min memberikan hadiah porselen pertama buatan tangannya sendiri, dan Nanae memberikan sebuah surat. Nanae meminta Min membuka surat itu nanti. Setelah itu mereka bersenang-senang di perayaan hari ke-100. Entah kenapa, mereka akhirnya berpisah. Di sini saya tidak begitu paham kenapa, kebetulan saya tidak menyimak kisah pada bagian ini. Tapi yang jelas diceritakan Nanae tiba-tiba menghilang tanpa memberikan kabar yang jelas pada Min. Min merasa Nanae telah meninggalkannya dan Min sangat kecewa akan hal itu. Min melupakan surat yang diberikan Nanae pada saat tukar kado itu.

Waktu berlalu, Min hidup dengan kesendiriannya, dengan tetap melanjutkan membuat porselen-porselen yang tanpa lukisan. Min masih berharap bisa bertemu dengan Nanae lagi. Waktu berlalu, hingga dua tahun berlalu. Dikisahkan kepergian Nanae karena masalah keluarganya itu, Nanae memutuskan mereka harus pindah karena masalah keluarganya tersebut, karena kalau tidak akan terus ada yang disakiti, dan keadaan ini membuat keadaan tidak baik. Nanae memutuskan pergi ke Jepang. Dikisahkan awalnya keluarga Nanae harmonis sampai ketika ayah kandungnya meninggal dan ibunya mengalami depresi. Ibunya kemudian mendapatkan pria baru yang jadi suaminya, namun suaminya ini bukan pria baik, sehingga ketidakharmonisan dalam keluarga kerap tercipta. Keputusan Nanae untuk pindah membuahkan keadaan yang lebih baik. Ayah tiri Nanae akhirnya dipenjara karena kasus kriminal dan ibu Nanae mendapatkan perawatan kejiwaan yang lebih layak. Inilah alasan Nanae pergi. Dan Nanae tidak pergi begitu saja, ada pesan yang Nanae buat untuk Min, tapi sayangnya Min tidak membaca surat itu, hingga berujung kekecewaan Min pada Nanae.

Min dan Nanae akhirnya bertemu. Namun Min masih merasa kecewa atas tindakan Nanae yang meninggalkannya tanpa pesan. Nanae tidak dapat berbuat banyak, keadaan ini membuat mereka tidak bisa berbuat banyak, masing-masing bertahan dengan egonya masing-masing, terutama Min yang sangat kecewa. Meski begitu Nanae tetap menunggu Min sadar akan semuanya itu, dan berharap Min menemui Nanae di saat yang pernah mereka janjikan, yaitu saat salju pertama turun. Karena mereka percaya, ketika salju pertama turun, cinta yang terjalin akan bahagia.

Suatu waktu nenek Min memberikan surat yang dulu pernah Nanae berikan, dan Min menyadari kesalahannya itu. Min kemudian ingat semua kenangan-kenangan bersama Nanae, dan akhirnya ingat akan pesan-pesan yang pernah mereka berdua buat. Min akhirnya mencari Nanae, dan akhirnya mereka bertemu. Ada kalimat menarik yang berkesan buat saya ketika pertemuan mereka itu. Min berkata, “Berapa lama kamu menunggu aku hingga saat ini?” Nanae menjawab dengan senyumnya, “Selama kamu menunggu aku sampai saat ini.” Ini yang sangat menarik buat aku, karena kepercayaan ketulusan cinta satu sama lain yang mempertemukan mereka. Kekecewaan yang terjadi sirna karena kepercayaan yang mereka buat. Min percaya pada Nanae, begitupun sebaliknya Nanae percaya pada Min. Akhirnya hubungan cinta mereka berlanjut dan kisahnya selesai, happy ending.

Begitulah kisah singkat yang coba saya catat ulang. Tidak begitu greget memang ceritanya, tapi ketika aku menonton saat suasana hati sedang tidak baik, apapun filmnya akan menarik untuk disimak. Tentunya aku mempelajari sesuatu dari kisah percintaan itu, ketulusan, kepercayaan, serta niat yang keras jadi kekuatan mereka untuk terus bersama meski dipisahkan oleh sesuatu hal.

Kalau ada yang tidak sesuai dengan jalan cerita aslinya ya mohon maaf, ini sih berdasarkan pemahaman saya aja. Saya tidak kenal siapa yang memerankan kisah ini, yang jelas aku hanya tertarik pada jalan ceritanya saja dan makna-makna cinta yang dibawa pada film ini. Untuk rekomendasi tidak saya berikan, buat yang suka sama film-film Korea/ Jepang ya monggo, kalau yang tidak juga ya tidak masalah. Ini yang bisa saya tuliskan di tengah kegundahan yang saya rasakan, sedikit hiburan untuk mengalihkan sakit hatiku yang mendalam beberapa waktu terakhir.cpr

Posting Komentar

0 Komentar