Kebanggaan di Tengah Fenomena "Mualim"

Catatan ini hanya curhatan sekaligus kebanggaan buat saya pribadi, ditengah fenomena yang beredar banyak orang-orang terkenal yang menjadi "mualim", ups, "mualaf", sebutan dari agama tertentu untuk seseorang yang hijrah atau berpindah agama ke agamanya.

Dasar yang patut dipegang sebelum melanjutkan catatan ini adalah memeluk agama adalah hak asasi manusia, sehingga tidak bisa dipaksakan oleh seseorang. Sehingga memang tidak perlu diperdebatkan. Mungkin "pemaksaan" terjadi karena keadaan. Tapi sekali lagi, apa pun keadaan kalau punya keteguhan dan iman yang kuat pasti tidak akan berpengaruh apa-apa. Terutama jikalah sudah memilih suatu keyakinan, meski karena hak asasi atau mungkin karena paksaan (baik keadaan atau paksaan sesama manusia) lakukanlah, amalkanlah keyakinan yang telah dipilih itu dengan sebaik-baiknya, jangan sampai apa yang kamu pilih itu jadi pemicu merusak hubungan baik yang sudah ada. Inilah dasar yang baik, yang harusnya dipegang semua orang. Tetapi nyatanya hal ini diabaikan, sehingga memicu suatu masalah lain yang hubungannya pada perdebatan atau pertentangan atas keyakinan. Suatu hal yang bodoh jika itu terjadi, dan nyatanya hal tersebut sering terjadi di masyarakat kita.

Isu SARA, yang salah satunya adalah agama atau keyakinan selalu jadi isu pemecah belah. Entahlah, kenapa bisa seperti itu. Padahal semua agama mengajarkan yang baik, tidak ada itu hal-hal buruk yang diajarkan, namun kenapa manusia-manusianya yang mengamalkannya menjadi suatu yang salah? Pertanyaan yang terus muncul melihat tingkah laku manusia sekarang ini. Catatan ini bukan untuk membahas hal ini. Biarlah itu jadi urusan manusia masing-masing, asal, "Jangan pernah merugikan orang lain untuk kepentingan mu!" Itu saja yang saya pegang.

Belakangan ini, dengan aktifnya media. Kita bisa mengakses banyak informasi, baik yang penting maupun tidak penting. Kembali ke awal catatan ini, saya mengatakan bahwa saya bangga di tengah fenomena "mualim", saya akan pakai kata itu saja, daripada nanti diributkan. Entah karena keinginan pribadi atau suatu keterpaksaan keadaan. Buat saya sih hal itu tidak menjadi masalah, karena saya punya pegangan dasar tadi, yang saya tulis di atas. Sehingga bukan jadi masalah berarti, justru hal ini menjadi kebanggaan buat saya yang masih memegang teguh iman yang saya yakini.

Ada hal lagi yang ingin saya tanyakan. Kenapa, jika yang terjadi hal sebaliknya, mengabarkan "kabar yang terbalik". Seorang keyakinan A (mayoritas) pindah ke B (minoritas) selalu jadi perdebatan panjang dan sepertinya TIDAK BOLEH? Hal tersebut sering terjadi ditatanan masyarakat tingkat bawah. Boro-boro untuk diblow up atau diceritakan dimedia umum, baru ditataran bawah saja sudah mendapat cibiran atau pertentangan masyarakat bawah. Bolehlah punya kebanggan jika bertambahnya anggota baru di lingkungannya, namun tidak sepantasnya digembar-gemborkan, sedangkan pemeluk yang lain melakukan hal yang sama dicibirkan atau dipertentangkan. Toh ya, dasarnya jelas bahwa hak memilih atau memeluk keyakinan atau agama adalah hak asasi, lalu kenapa dipertentangkan? Inilah yang saya anggap sebuah kepicikan dan tidak sama sekali bertenggang rasa. Inilah tantangan kehidupan beragama di negara ini. Biarlah pertanyaan itu dijawab yang berkompeten.

Di tengah fenomena seperti itu, buat saya pribadi adalah kebanggaan. Keyakinan teguh yang saya pegang sejak kecil harus saya bawa sampai akhir hayat, meski banyak godaan, keadaan yang memaksa dll.. Menjadi sebuah kebanggaan ketika keteguhan iman bisa kita pegang. Dan saya tidak mempersoalkan hak asasi orang tersebut, yang jelas dasarnya dilakukan dengan baik. Keinginan menciptakan suasana yang penuh damai, saling menghormati antar perbedaan harus jadi tujuan bersama. Bukan yang terjadi keadaan dimana ingin mendominasi. Mayoritas sah-sah saja, ketika tidak jadi hal pendominasian, yang harusnya terjadi adalah penghargaan atas hak dan kewajiban masing-masing individu, tanpa memandang suatu mayoritas atau minoritas.

Hidup bersama di tengah perbedaan dan keberagaman itu indah, sekaligus menjadi ujian iman buat kita pemeluk suatu keyakinan. Keyakinan ada bukan untuk dipaksakan, hanya untuk diyakini, diresapi untuk kemudian diamalkan dalam bentuk-bentuk yang positif, yang intinya mempererat persaudaraan di tengah keberagaman dan perbedaan. Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan yang baik dan sangat cocok di negeri ini, lakukanlah itu untuk menciptakan sebuah negara yang tenang dan damai, rukun, harmonis diantara masyarakatnya. Itulah surga di dunia yang paling indah. (^_^)?

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Yang penting proses tranformasinya dengan cara baik-baik. Kalau ada seseorang yang berpindah dari Kristen ke Islam atau dari Islam ke Kristen yang lahir dari keinsyafan/keinginan sendiri maka kita patut menghargainya. Namun, jika proses transformasi tsb dilakukan pihak luar baik untuk mengubah keyakinan orang lain dengan cara yang kurang terpuji maka selayaknya harus kita cegah.

    Jika ada pihak Islam yang mengubah keyakinan seorang kristiani dengan cara-cara yang tidak jujur maka saya pribadi sangat tidak setuju. Sebaliknya jika ada pemeluk nasrani (atau agama lain) yang mengubah keyakinan seorang muslim dengan metode pemurtadan yang tidak jujur, maka saya pribadi sangat menentang.

    Marilah kita menghargai keyakinan agama lain dengan tidak menyebarkannya agama kita ke mereka yang punya agama, kecuali mereka sendiri yang menginsyafinya. Bagaimana jika agama lain yang melakukan hal tsb dengan getol terhadap umat kita? Tentulah kita juga akan resah.

    Prinsip saya, mari kita menghargai agama kita dan agama orang lain untuk mencegah pertentangan yang tidak perlu. Bagimu agamu dan bagiku agamaku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju ;) yang harus dipahami agama adalah hak asasi, tidak ada yang berhak mencampuri itu, semua itu pilihan. Kalaupun ada orang lain masuk dalam pilihan itu bisa saja itu orang yang membimbing ke arah yang dia tuju dalam arti positif. Seseorang yang memilih pasti butuh bimbingan dari sesamanya, jadi jangan selalu disalah sangkakan itu adalah hasutan. Pastikan ketika semuanya pilihan pribadi no problem. Seperti apa yang mas bro katakan "agama kita dan agama orang lain untuk mencegah pertentangan yang tidak perlu. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku." Jadi pilihan orang lain memeluk agama apapun itu haknya, jadi ketika ada yang "datang" atau "pergi" biarlah itu terjadi, dan menjadi dinamika hidup, dan jangan pakai "otot" menghadapinya. Kita yang memahami yang baik setidaknya bisa menyerbarkan yang baik ini ke semua orang, supaya tercipta saling menghormati antar pemeluk apapun itu kepercayaannya. salute for peace :)

      Hapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6