Berhati-hati pada Makanan Murmer

Semakin hari harga barang konsumsi semakin mahal saja, tidak pernah ada kecenderungan harga yang beranjak turun, yang ada selalu naik alias mahal. Hampir semua produk baik makanan, atau produk bahan baku  harganya punya kecenderungan naik. Termasuk harga untuk makanan, seperti nasi padang, atau makanan yang dijajakan di warung tegal, atau yang dijual di warung-warung pinggir jalan.
Pada postingan ini saya hanya ingin share, bukan untuk menakuti atau memojokan penjaja makanan murmer, maksudnya hanya ingin berbagi agar kita lebih berhati-hati terhadap makanan yang akan kita konsumsi. Karena semakin ke sini semakin banyak pedagang makanan yang nakal, demi menekan harga jual, mereka menghalalkan segala cara. Wajar saja, untuk menjual dengan harga yang kompetitif harus ada yang dikorbankan, dan sayang sekali yang harus dikorbankan adalah kesehatan dari konsumen yang mengkonsumsi makanan yang dijualnya.
Beberapa waktu lalu pernah ada berita investigasi oleh stasiun televisi swasta, yang melakukan investigasi terhadap peredaran bahan bumbu olahan yang dibuat dengan cara yang tidak higienis dan tidak memperhatikan unsur-unsur kesehatan yang wajar. Kita pasti paham soal bumbu-bumbu olahan yang dijual siap pakai, bagi ibu-ibu pasti paham. Nah, terjadi masalah pada bumbu-bumbu itu, karena terbuat dari bahan-bahan kimia, seharusnya bumbu-bumbu itu dibuat dari bahan-bahan alami. Tidak hanya itu, bahan-bahan seperti bawang, atau bahan lainnya dipakai dari bahan yang telah busuk atau hanya dipakai serpihan kulit bawang saja, sisanya bumbu-bumbu itu digiling dengan bahan kimia yang tak layak konsumsi.
Terkadang pedagang makanan menggunakan bumbu-bumbu ini untuk bahan baku memasak makanan yang dijajakannya di warung. Cara inilah yang digunakan untuk menekan harga jual agar mampu bersaing di tengah harga-harga barang konsumsi semakin mahal.
Saya punya pengalaman soal makanan yang sering dijual di warung-warung pinggir jalan. Kali ini adalah warung masakan padang. Masakan padang jaman dulu masih mampu dijual dengan harga di bawah sepuluh ribu, namun karena pengaruh harga yang semakin tinggi kisaran harga di bawah sepuluh ribu sudah sulit dijumpai. Tapi tetap masih ada warung padang yang menjual di bawah harga sepuluh ribu per porsi. Bagi saya itu bisa jadi pilihan ekonomis, namun setelah saya merasa ada yang janggal pada makanan dengan harga mumer di tengah beredarnya informasi soal penggunaan bahan-bahan tak layak konsumsi, saya jadi berpikir ulang untuk mengkonsumsi makanan yang murmer.
Memang pertanyaan logis yang wajib ditanyakan adalah, "Kenapa bisa mereka menjual makanan dengan harga murah? Padahal harga bahan pendukungnya terus merangkak naik?" Kalau berpikir positif mereka mencoba menekan keuntungan itu bisa saja, tetapi ditengah keadaan ekonomi seperti ini, apa ada pedagang yang seperti itu. Alasan seseorang berdagang lebih banyak didasarkan mencari keuntungan.

"Rasa memang tak pernah bohong."
Pengalaman saya kali ini memang belum dibuktikan dengan uji ilmiah, namun bila diperhatikan secara kasat mata, memang ada yang janggal. Beberapa hari yang lalu saya membeli makan di sebuah warung masakan padang daerah Tanggerang. Saya pilih warung makan padang itu karena menawarkan harga relatif murah, yakni Rp 6.000,00 - Rp 7.000,00 per porsi. Sudah sering saya mampir ke tempat itu. Namun terakhir kali itu saya datang, pola pikir saya untuk mencari sesuatu yang murmer hilang. Saya membeli porsi menu ayam bakar, ketika saya makan memang ada rasa aneh dari rasa daging ayam yang saya makan, "rasa memang tak pernah bohong" adalah pepatah yang benar. Daging yang saya rasakan itu berasa seperti suda lama, alias berasa kaya daging bangkai. Karena rasa aneh itu saya tidak melanjutkan makan, saya hanya makan nasi beserta bumbunya saja. Pada rasa bumbu juga ada yang aneh, yakni berasa relatif asam, entah itu rasa dari mananya, tapi bumbunya berasa asam.
Kembali ke ayamnya tadi, ayamnya tadi saya simpan, karena saya biasa sisakan makanan untuk kucing peliharaan saya. Nah sejak saya makan itu, saya lupa memberikan sisa ayam pada kucing saya, ayam itu saya simpan di tas sampai beberapa hari, kalau tidak salah hampir lima hari sisa ayam itu tersimpan di dalam tas. Anehnya ayam itu tidak berbau busuk, padahal bila saya menyimpan sisa makanan sejenis dalam waktu satu hari saja sudah berbau, tapi kali ini tidak. Kondisi sisa daging ayam itu pun tidak berair karena pembusukan. Pikiran saya langsung bertanya-tanya, "Apakah daging ayam ini telah diberi pengawet atau boraks?" Sayangnya saya tidak mencoba meneliti sisa daging ayam itu. Bila saya punya dasar pendidikan eksakta, mungkin rasa penasaran saya itu akan saya bawa ke laboratorium.
Setidaknya apa yang saya alami ini jadi pelajaran bagi saya, jangan sampai tubuh kita ini dikorbankan hanya karena sebuah makanan murmer yang tidak bisa dipastikan kebaikannya bagi kesehatan. Efeknya tidak instan, tapi akan terjadi nanti. Saya menyadari sudah berapa banyak bahan kimia yang tak layak konsumsi masuk ke tubuh melalui makanan-makanan yang tak layak. Mulai sekarang mari kita coba berhati-hati dan lebih cerdas dalam memilih makanan yang murah meriah. "Rasa tidak pernah bohong", itulah yang bisa jadi pegangan kita, "harga bisa menipu, tapi rasa belum tentu". Mari hidup sehat dimulai dari mengkonsumsi makanan yang sehat pula. Cpr.


Posting Komentar

0 Komentar