Sulitnya Saling Toleransi dan Menghargai

Sikap tidak saling menghargai, menghormati dan bertoleransi antar pemeluk agama lain atau berbeda etnis atau ras golongan rupanya berpotensi dilakukan semua umat manusia, tanpa memandang dari mana negara mana itu, agama apa itu, dari ras/ etnis apa itu. Semua orang punya potensi untuk melakukan sikap negatif itu.
Masyarakit Indonesia sering melakukan tindakan tak terpuji ini, meski tidak semua. Tetapi di luar sana, ada masyarakat lain yang melakukan hal serupa. Seperti yang terjadi di Birma, kejahatan kemanusiaan terjadi di sana yang dipicu konflik SARA.
Kemudian terjadi pula di salah satu propinsi di Cina, ada masyakarat minoritas yang tidak boleh melakukan kewajiban beribadahnya. Bahkan sikap memaksa ini dihalalkan pemerintahnya. Hal-hal ini merupakan pemicu konflik yang lebih besar nanti, ketika sudah disusupi profokator.
Contoh jelas lagi adalah tindakan brutal yang dilakukan rezim zionis di tanah timur tengah. Pembantaian yang dilakukan atas nama perbedaan keyakinan dan sikap egoistis.
Lalu juga sikap mendiskriminasi masyarakat minoritas di AS,  setelah tragedi WTC terjadi. Ada pula contoh pertikaian antar saudara di Irak setelah pendudukan AS. Kemudian juga perang antar suku, saudara, etnis, agama di Nigeria dan negara-negara Afrika, yang sedari dulu tidak pernah kondusif.
Tindakan diskriminasi macam itu juga terjadi di Indonesia, ketika ada masyarakat yang lain keyakinan dinyatakan sesat oleh keyakinan yang mayoritas dengan cara-cara anarkis. Cara anarkisnya yang tidak bisa dibenarkan. Lalu, masih terjadi di Indonesia, pengasingan umat suatu pemeluk agama dari tempat ibadahnya, karena sengketa lahan dimana tempat ibadah itu dibangun.
Masih banyak kasus-kasus serupa yang terjadi di dunia ini, tentang tersisihnya atau disingkirkannya kaum minoritas, dengan cara yang sangat tidak terpuji yaitu anarkis, bahkan sampai terjadi pelanggaran HAM. Dan kesemuanya terkadang tidak terselesaikan. Sifat egoistis, merasa diri paling benar, menganggungkan kelompoknya menjadi penghambat terselesaikannya masalah perbedaan ini.
Malah yang terjadi ada rasa bangga menunjukkan idealisnya meski bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat yang lain. Hal ini terjadi baru-baru ini di Indonesia. Publik figur yang juga seorang alim yang melakukan itu. Memang tidak ada yang salah dari yang diutarakannya, apa yang diutarakannya memang ada dasarnya. Tetapi bila yang dikedepankan adalah rasa saling toleransi dan menghargai, saya yakin tindakan itu tidak akan dilakukannya di negara yang heterogen seperti Indonesia ini.
Sebenarnya perbedaan seharusnya bukan dijadikan masalah, tetapi kekayaan yang menyemarakan dunia. Tetapi balik lagi kepada sifat dasar manusia yang belum bisa mengendalikan itu semua. Manusia di dunia ini sepertinya lebih senang melihat segala sesuatu seragam. Belum mampu melihat suatu keindahan dari yang beragam dan bervariasi.
Agama yang diharapkan dijadikan alat meredam sifat buruk manusia tidak mampu berbuat banyak, malah justru agama jadi senjata untuk menonjolkan perbedaan. Sampai kapan pun dunia ini tidak akan tentram dan damai, selama manusia tidak mengedepankan sifat positif, saling menghargai, menghormati, toleransi, dan saling percaya terhadap sesama nya yang berbeda. Cpr.

Posting Komentar

4 Komentar

  1. Bagus... Tidak banyak yg sadar akan indahnya keragaman. Dalam biologi dikenal biodiversitas, keanekaragaman, yg penting untuk kelangsungan hidup suatu makhluk/spesies.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya itulah, sifat manusia. Sifat ingin merubah sesuatu menjadi seragam adalah kebanggaan. Itu sifat yang harus dihilangkan.

      Hapus
  2. "To be silent is the biggest art in a conversation" tapi Martin Luther King Jr bilang, "the greatest tragedy of this period of social transition was not the strident clamor of the bad people, but the appalling silence of the good people." Sepertinya ini juga berlaku di negara kita saat ini.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak, jika anda mampir ;p Terima kasih atas kunjungannya - cocoper6