Semakin Hari, Matahari Bersinar tanpa Belas Kasih

Siang, identik dengan matahari yang bersinar. Dulu, siang hari panasnya masih bisa dikatakan wajar. Tapi sekarang, ampun panasnya. Padahal waktu baru menunjukkan pukul 9 pagi, namun panasnya sudah seperti pukul 11 siang.
Alam semakin rusak, sehingga sinar matahari yang masuk ke bumi tidak ada yang menyaring. Pepohonan yang jadi sumber penyejuk di kala siang kian waktu semakin habis ditebang.
Kini, rindangnya pohon banyak dicari orang. Tidak hanya diwaktu siang yang terik, bahkan ketika hujan lebat, pohon rindang pun dicari untuk sekedar berteduh sesaat.
Foto : Traffic light Jl. Sisingamangaraja. Depan Kejaksaan Agung RI         [Sumber : Dokumentasi cocoper6]  
Lihat saja di foto di atas, pengendara motor yang sedang berteduh menunggu lampu hijau di traffic light Sisingamangaraja, atau daerah Bulungan, depan Kejaksaan Agung RI. Pengendara motor memilih berhenti di tempat yang teduh, daripada harus berhenti di bagian jalan terdepan, tapi harus tersengat matahari. Sepertinya, di setiap traffic light, harus disediakan tratag/ penutup atap, agar pengendara motor bisa nyaman menunggu lampu hijau, tanpa harus berhenti di tempat yang bukan seharusnya.
Apa yang dilakukan pengendara itu tidak salah, karena memang tidak ada rambu 'dilarang berhenti' di sana. Tetapi, dengan mereka berhenti tidak teratur, membuat laju kendaraan lain di belakangnya terhambat untuk maju.
Saya pun termasuk pengendara yang ikut berteduh, karena memang teriknya matahari membuat situasi emosi meningkat. Dengan berteduh di bawah rindangnya pohon di sisi jalan, membuat emosi sedikit tertahan dan mengademkan suasana.
Sudah saatnya untuk kembali pada alam, jadikanlah pepohonan pendamping kita hidup di dunia ini. Agar kesegaran alami dunia kembali pada awalnya. Pikirkanlah lagi menebang pohon tanpa memberi ganti pohon yang ditebang. "Pohon untuk sebuah kehidupan." Cpr.

Posting Komentar

0 Komentar