Evaluasi Kinerja Otonomi Daerah 2011


Kinerja otonomi daerah, terutama tahun ini di evaluasi, pada 25 April 2011 nanti baru diumumkan bertepatan dengan hari peringatan Otonomi Daerah. Memang kemajuan suatu negara akan semakin cepat bila masing-masing daerahnya mampu memberi kemajuan yang berarti. Kemajuan dari segi perekonomian dan yang terpenting kemajuan bagaimana mensejahterakan rakyatnya. Karena dari kacamata saya melihat otonomi daerah, merupakan pendelegasian tugas untuk mensejahterakan rakyatnya. Pusat sepertinya hanya melakukan fungsi policy dan mengawasi. Sekarang ini kesejahteraan rakyat tidak pernah terwujud karena sepertinya kepala daerah tidak pernah konsen menciptakan hal itu. Kepala daerah hanya bersemangat pada saat pilkada, tetapi setelah dirinya terpilih lupa sudah janji-janjinya. Yang dipikirkan adalah apa yang bisa diperoleh selama menjabat dan bagaimana nanti di periode kedua dapat memimpin lagi.
Berdasarkan evaluasi otonomi daerah yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri untuk mengetahui posisi dan perkembangan tiap daerah  otonomi pasca pemekran diperoleh hasil bahwa kalau tidak salah 22% kab./kota baru mempunyai kinerja yang memuaskan dan 78% kab./kota baru jauh dari memuaskan. Daerah baru ini berumur 0 sampai 3 tahun. Tidak hanya itu saja, evaluasi juga dilakukan secara keseluruhan dari daerah otonom di 497 kab./kota dari 33 provinsi.
Kepala daerah kab./kota sebenarnya mempunyai tanggung jawab untuk mengelola daerahnya untuk lebih maju, untuk akhirnya dapat menopang ekonomi negara secara keseluruhan. Kalau ekonomi di daerah-daerah bisa tumbuh, secara otomatis perekonomian nasional akan menuju ke arah yang lebih baik dan hal ini akan membantu pemerintah pusat mengelola negara ini. Yang dibutuhkan di negara ini adalah kinerja yang sinergis diantara semua pihak.
Ada daerah yang bisa maju dan bisa mengembangkan daerahnya, ada yang tidak bisa, dan bahkan terseok-seok. Menurut salah satu anggota DPR-RI Komisi II dari PKS, saya lupa namanya, menyebutkan pandangannya dalam dialog di RRI-Pro3 dalam acara Parlementaria tanggal 21 April 2011, bahwa ada dua hal yang menjadi acuan suatu daerah dapat survive atau tidak, yaitu dari sisi sumberdaya dan pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan/ dikembangkan. Itu yang saya tangkap dari dialog yang saya dengar kemarin. Sumber daya di sini yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia penyelenggaranya. Sedangkan pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan seperti potensi pariwisata yang dapat dikembangkan dan potensi ekonomi dari segi perdagangannya, serta satu lagi peyanan jasa sekotr publik yang dilakukan pemda. Hal-hal ini yang bisa dimanfaatkan suatau daerah untuk mengembangkan daerahnya.
Daerah yang mampu survive atau mampu melakukan tanggung jawabnya adalah daerah yang punya dua hal yang telah disebutkan di atas. Sedangkan daerah yang stag atau tidak berkembang, ada dua kemungkinan alasannya kenapa bisa stag, yaitu pertama, karena tidak punya dua hal tadi dan atau kedua, daerah tersebut punya keduanya namun tidak bisa mengelolanya dengan baik, artinya hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Untuk alasan kedua, balik lagi pada alasan yang pertama, sumber daya manusia pengelolanya yang tidak kompetensi dalam hal  ini.
Tonggak kemajuan suatu daerah memang sebenarnya dapat ditilik dari aspek sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang baik, dapat memanfaatkan potensi apapun menjadi peluang. Dan catatan saya pribadi, tidak hanya sumber daya manusia yang baik sebenarnya, tetapi sumber daya yang punya kemauan dan tujuan untuk kemakmuran orang banyak lah yang diharapkan. Dari kacamata saya juga, melihat sekarang ini untuk rekrutmen pegawai saja syarat-syaratnya luar biasa, kompetensinya luar biasa, toh nyatanya tidak bisa menunjukan kinerja sumber daya manusia yang baik. Intinya adalah satu punya kemauan untuk bekerja profesional atau tidak. Otak pintar tidak menjamin, yang dibutuhkan Indonesia adalah orang yang mau menyumbangkan semuanya untuk kemajuan bersama, terutama menjalankan amanat dan tanggung jawab mensejahterakan rakyat. Orang pintar di negeri ini sudah banyak tetapi orang yang punya niat positif sungguh langka. Pandangan ini lahir melihat mentalitas pejabat dan aparat daerah sekarang ini yang sepertinya bekerja kalau ada proyek. Mental-mental inilah yang merusak komitmen otonomi daerah yang dimandatkan pemerintah pusat kepada daerah-daerah. Ditambah lagi mental kepala daerah-daerah yang tidak profesional menambah carut marutnya pengolaan daerahnya. Sumber daya manusia yang kreatif juga diperlukan, kreatif disini diperlukan dikala sumber daya alam yang terbatas bisa dimanfaatkan menjadi peluang. Satu lagi, orang pintar pasti kalah dengan orang kreatif dan punya kemauan. Umumnya yang terjadi, orang pintar dengan segala macam gelarnya hanya pintar untuk minterin rakyat, dan biasanya saking merasa pintar tidak pernah mau mendengar masukan orang lain.
Menteri Dalam Negeri mengatakan ada beberapa usulan pemekaran daerah yang diterima pemerintah pusat dari berbagai daerah. Kurang lebih 181 usulan daerah pemekaran. Daerah-daerah usulan tersebut tak lantas menjadi daerah otonom setelah diusulkan, ada tahapan tertentu, dan pemerintah pun harus memperhatikan sisi fiskal dari pemekaran tersebut, karena pemekaran daerah akan menjadi beban buat APBN, terutama dari sisi belanja pegawai serta pembangunan infrastruktur, meskipun dari adanya pemekaran tersebut berdampak pada penyerapan tenaga kerja di daerah setempat. Tak hanya itu saja pertimbangan pemerintah, berdasarkan evaluasi tahun lalu sekitar 80% daerah pemekaran ternyata belum siap menjadi daerah otonom.
Bagi daerah-daerah yang mempunyai kinerja buruk tak lantas langsung dilebur, pemerintah masih mempunyai opsi untuk pembinaan daerah-daerah tersebut. Opsi peleburan adalah jalan terakhir mungkin, karena opsi peleburan ini malah akan menjadi riak-riak politik nantinya. Otomatis pengurangan pegawai serta hilangnya kesempatan-kesempatan pemain-pemain lokal. Hilangnya kesempatan ini akan menjadi pemicu kegaduhan pastinya. Ya jelas saja, biasa enak menikmati kelimpahan daerah saat peleburan harus berbagi jelas tidak mau. Kembali lagi ke mental sumber daya manusia yang buruk jadi penyebab.
Saya berharap agar evaluasi otonomi daerah ini mengenai publikasinya agar disebutkan daerah-daerahnya. Publikasi resmi memang baru nanti tanggal 25 April akan disampaikan. Tetapi bila nanti pada saat publikasi tidak disebutkan daerahnya sepertinya ada yang kurang, entah apa alasannya, atau karena alasan tidak etis menyebutkannya? Kenapa harus malu? Toh disebutkan saja, biar semua jelas, mana yang buruk mana yang baik, rakyat pun paling tidak bisa menjadi pengawas bagi daerahnya masing-masing. Yang baik wajib kita beri apresiasi dan yang buruk wajib pula kita kawal untuk menjadi lebih baik. Kita tidak mau daerah yang stag terus-menerus stag tidak ada kemajuan. Rakyat patut meminta pertanggung jawaban, apalagi kepala daerah yang bersangkutan terpilih dua periode tanpa perubahan. Daerah yang berkinerja buruk diharuskan untuk bekerja lebih giat lagi dan untuk daerah yang lebih baik tidak lantas puas, justru mempertahan lebih sulit daripada mendapatkan. Alasan logis apa yang mendasari tidak dipublikasikan daerah-daerahnya? Apa karena alasan kepala daerahnya itu merupakan usungan partai politik, jadi kalau disebutkan bisa kelihatan parpol mana yang konsen untuk perubahan mana yang tidak. Semoga tidak demikian. Cpr. (informasi yang diperoleh dari berbagai sumber)

Posting Komentar

0 Komentar