Libya, Senjata Berbicara


Disaat kebijakan konkret tak pernah terwujud ditengah tuntutan rakyat sang pemimpin dengan mudahnya menghunus ‘senjatanya’ untuk membunuh rakyatnya sendiri.
Penyakit ‘menggulingkan pimpinan negara yang tak berpihak pada rakyat’ semakin menular di timur tengah. Setelah Tunisia yang berhasil menggulingkan Ben Ali, kemudian rakyat Mesir yang akhirnya berhasil menurunkan Hosni Mubarak, kini rakyat Libya juga berbicara.
Rakyat Libya akhirnya bersuara untuk menuntut mundurnya sang kolonel Moammar Khadafi yang merupakan pemimpin tertinggi Libya. Berbeda dengan rakyat Mesir dan Tunisia, aksi protes di Libya dilakukan secara spontan, tidak terorganisir baik. Meskipun begitu tidak menyurutkan semangat mereka menyuarakan protes terhadap pemimpinnya.
Tidak ada wartawan radio, televisi dan surat kabar yang meliput aksi ini. Memang sejak memimpin  Libya Khadafi menetapkan larangan peliputan oleh media serta pembatasan akses telepon dan internet sehingga menyulitkan rakyat Libya untuk menggalang dukungan.
Berbeda dengan tanggapan pemerintah di Mesir, meski Mubarak berbasis militer namun militer Mesir masih sedikit memberi ruang gerak bagi rakyat Mesir menyampaikan aksi protes. Sedangkan di Libya, senjata yang berbicara. Militer bertindak lebih represif terhadap rakyat yang melakukan protes, bahkan tentara tak segan membunuh demonstran, sehingga korban jiwa banyak berjatuhan. Tak hanya membunuh, cara-cara kekerasan juga dgunakan untuk membubarkan demonstran. Keadaan ini bisa dikatakan kejahatan, dan harus ada yang bertanggung jawab atas hal ini. Disaat kebijakan konkret tak pernah terwujud ditengah tuntutan rakyat sang pemimpin dengan mudahnya menghunus ‘senjatanya’ untuk membunuh rakyatnya sendiri.
Entahlah kondisi di Libya akan berlangsung sampai kapan. Lalu, akan berkahir dimana babak kepemiminan Khadafi, akankah berakhir seperti Mubarak atau Ben Ali? Krisis di timur tengah semakin merembet, Yaman kemudian Bahrain. Hendaknya pemimpin-pemimpin di timur tengah belajar dari negara-negara yang tengah bergejolak untuk lebih bekerja keras lagi menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Kondisi timur tengah yang semakin tidak kondusif juga akan mengganggu stabilitas berbagai bidang di dunia internasional baik bidang ekonomi, politik, sosial, budaya. Yang saya baca dan denger dari berita ada kemungkinan nasib F1 dan GP2 tidak bisa digelar, karena Bahrain juga ikut terkena penyekit menular. Mudah-mudahan Qatar tidak terjangkit, karena bisa-bisa perhelatan motoGP juga akan terganggu. Cpr.

Posting Komentar

0 Komentar