Aksi 'Bodoh' yang Tidak Jadi Dilakukan

Kejahatan kemanusiaan yang bernuansa SARA yang terjadi di Myanmar, tepatnya terhadap etnis Rohingnya di Rakhine State menuai kecaman berbagai pihak dari internasional maupun di dalam negeri Indonesia.

Indonesia memang terkenal cepat merespon pergerakan dunia, terutama hal-hal yang berbau diskriminasi agama, atau 'penyelewengan' yang bernuansa SARA, meskipun terjadi di luar negeri. Tidak semua seperti itu, hanya kasus-kasus terhadap kelompok (golongan SARA) tertentu saja itu terjadi masif.

Banyak aksi, dari kecaman, aksi solidaritas penggalangan dana untuk membantu korban kemanusiaan di sana. Sampai, aksi ala-ala ketika polemik Ahok dulu, yang digelar hingga beberapa seri. Saya sendiri akhirnya menganggap wajar aksi-aksi tersebut, karena jelas, ada yang dituju, yaitu seorang Ahok, dimana Ahok disidangkan di sana aksi berlangsung, sampai aksi di pusat ibukota yang menarik perhatian banyak orang, dari dalam dan luar negeri.

Ilustrasi
http://intisari.grid.id/travelling/travel/

Kali ini, ada lagi aksi yang menurut saya bodoh, salah sasaran atau entah si penggelar aksi ini tidak nalar. Aksi yang awalnya digelar yakni aksi mengepung candi borobudur. Tertawa saya ketika membaca berita, borobudur, sebuah candi warisan budaya, yang sudah jadi milik budaya. Budaya itu adalah milik semua orang, meski pada awalnya, candi ini adalah peninggalan agama tertentu. Herannya, mereka si penggalang aksi masih berpikir sempit bahwa candi ini bisa jadi sarana menyalurkan aspirasi mereka mengecam kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar? Hello, borobudur itu milik bangsa kita, itu cagar budaya milik Indonesia, jadi salah sasaran. Ada baiknya, aksi dilakukan di depan Kedutaan Besar Myanmar, agar bisa didengar langsung. Heran memang, pola pikir sempit yang didalangi penggalang aksi.

Hal ini mirip seperti yang dilakukan ekstrimis ISIS, yang tanpa alasan yang logis, merusak dan menghancurkan situs-situs sejarah keagamaan yang ada di timur tengah, wilayah konflik. Heran, situs budaya dijadikan sasaran amarah. Sejarah tidak bisa diulang dan disusun kembali, sejarah barulah yang dibuat ketika situs-situs sejarah tersebut dihancurkan.

Untungnya, aksi ini akhirnya dialihkan ke lokasi lain. Namun, 'kebodohan' nya ini sudah tercatat di sejarah. Meski begitu, masih saja ada massa yang berusaha menuju arah borobudur. Namun petugas Polri di lapangan mencoba menghalau massa ke wilayah lain. Berterima kasihlah pada petugas, karena mereka yang mengingatkan kebodohan kalian agar tidak dilanjutkan.

Mungkin, apabila situs gunung padang yang kini masih digali, adalah milik etnis tertentu, suatu waktu terjadi masalah, bisa jadi berbondong-bondong orang datang, dikerahkan untuk berdemo dionggokan bukit batu raksasa, sambil berteriak-teriak beraspirasi. Lucu bukan? Buat saya sih lucu sekali, apalagi aksi ini direkam dengan kamera drone. Ya setidaknya berbanding terbalik, ketika sebuah berhala dipuja.

Belakangan muncul meme, yang intinya ada ketidakadilan yang dilakukan petugas, dulu ketika Paris, Prancis diguncang serangan teror, ada kelompok tertentu yang mengadakan aksi damai di borobudur, dan saat itu tidak dilarang. Hal ini yang dianggap 'kelompok' lain tidak adil. Hanya orang jernih saja yang bisa melihat masalah ini. Jelas, bagi 'kelompok' tertentu borobudur itu masih dianggap simbol kepercayaan tertentu, meskipun borobudur sudah jadi warisan budaya yang tidak lagi mengkotak-kotakan kepercayaan. Kasus yang menimpa saudara kita di Rakhine State dianggap sebagai kesewenang-wenangan rezim dari kepercayaan tertentu. Bagi 'kelompok' bersumbu pendek, sangat mungkin menjadikan borobudur sebagai dalih meluapkan kekecewaan. Meme yang dibuat orang dengan pikiran jernih, pasti akan membuat meme lebih cerdas, tidak seperti itu. Yups, ini hanya intermeso merespon bergentayangannya meme tersebut.

Apapun yang terjadi di sana, adalah kejahatan. Ketika hak kebebasan manusia direnggut, hak sebagai warga negara tidak diberikan secara adil seperti warga negara lainnya. Hak asasi manusia berlaku universal dan internasional. Ketika ada yang melanggar hak ini, sudah pasti jadi masalah. Dan Myanmar, dalam masalah karena melegalkan kejahatan HAM terjadi di negaranya.

Akhir kata, gunakanlah akal sehat ketika ingin melakukan aksi solidaritas, banyak cara yang lebih bermanfaat untuk itu. Penggalangan dana (koin untuk Rohingnya), penekanan diplomatis melalui jalur yang seharusnya. Dan kita sebagai rakyat, berpikirlah sebagai rakyat, lakukan yang bisa kita lakukan untuk membantu. Aksi-aksi yang tidak tepat sasaran justru hanya buang-buang energi. Berpikirlah jernih, jangan pakai sumbu pendek dalam melihat suatu masalah.cpr.

Posting Komentar

0 Komentar